Beranda / Romansa / CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku / 40. Interupsi di Tengah Makan Siang

Share

40. Interupsi di Tengah Makan Siang

Penulis: Indy Shinta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-19 03:27:38

Bara duduk di belakang meja kerjanya yang besar dan berlapis kaca, dengan pemandangan kota yang membentang di balik dinding kaca ruangan kantornya. Langit siang menumpahkan semburat keemasan, tetapi cahaya itu seolah tak mampu melunakkan atmosfer dingin dalam ruangan.

Ia menatap layar monitornya dengan penuh konsentrasi. Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, menganalisa laporan evaluasi risiko untuk proyek baru perusahaan. Proyek kemitraan dengan sebuah startup asing yang berambisi menghadirkan solusi pembayaran berbasis blockchain ke pasar Asia Tenggara.

Dering pesawat telepon di mejanya terdengar nyaring, menginterupsi kesibukannya. Tak menunggu lama, Bara segera menerima panggilan itu.

“Pak Bara,” sapa sekretarisnya di ujung sambungan telepon, “Ibu Michelle Wong, CFO dari BlueWave Capital, ingin berbicara dengan Bapak terkait klausul kontrak terbaru. Saya sambungkan sekarang?”

Bara mengangkat pandangannya dari dokumen di tangannya, menatap monitor sejenak, dan berkata sing
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   41. Tetaplah Di Sini

    Jantung Cheryl berpacu kencang, seolah ingin meledak begitu matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Bara ternyata tidak sendirian. Di sebelahnya, seorang wanita cantik duduk terlalu dekat, dengan tangan yang masih menelusuri bibir Bara, membelainya lembut, seperti deklarasi kepemilikan di depan Cheryl.Cheryl cepat-cepat menunduk, menyembunyikan keterkejutannya yang bercampur dengan nyeri samar yang perlahan menjalar ke dadanya. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan dirinya yang mendadak gemetaran dalam situasi yang tak terduga ini.“M-maaf, sepertinya… s-saya terlambat mengantarkan makan siang ini.” Suaranya kini tak sekeras sebelumnya, ketika dengan penuh percaya diri ia memutuskan masuk tanpa mengetuk. Namun keberanian itu lenyap seketika, seperti diterbangkan angin.“Bisa nggak sih, ketuk pintu dan izin dulu sebelum masuk?” Teguran yang mengandung kejengkelan dari wanita cantik yang duduk di sebelah Bara itu memecah keheningan. Ia menyipitkan mata, menelisik Chery

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   42. Senyum yang Indah

    Cheryl mengambil tas kotak bekal itu, membuka susunan wadah dan menatanya di atas meja, memperlihatkan aneka sushi dan juga tempura udang yang tadi dibuatnya bersama Mimi.“Wow. Good job, Cheryl.” Nada kagum dalam suara Bara membuat Cheryl mengangkat kelopak matanya. Mata mereka pun kembali bertemu pandang. Tatapan Bara terasa seperti sebuah badai yang tak terduga, menghantam pertahanan Cheryl dengan begitu kuat. Jantungnya seketika berdegup kencang, seolah dipacu oleh adrenalin yang mendadak meluap tanpa kendali. Detaknya bergemuruh di dadanya, berirama cepat seperti rentetan drum yang dimainkan tanpa jeda.Ada kehangatan yang terpancar dalam sorot mata Bara kepadanya, dan kehangatan itupun menjalar dan menyelinap masuk ke dalam hatinya tanpa ampun. “Mas Bara, biar aku yang coba duluan, ya.” Suara Baby membuat kontak mata mereka berdua tiba-tiba terputus. Bara dan Cheryl menoleh secara bersamaan pada Baby yang menggeser tubuhnya lebih dekat pada Bara, mengundang gemuruh tidak enak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   43. Hanya Itu

    “Mas Bara." Baby memanggil dan mencoba menarik perhatian Bara lagi.Namun, Bara tampak tidak teralihkan. Tangannya dengan luwes memegang sumpit, memilih sepotong sushi buatan Cheryl, dan melahapnya dengan tenang. "Serius, ini lumayan loh buat pemula," ucapnya disela-sela kegiatannya mengunyah. Pria itu memandang Cheryl dengan sorot penghargaan. "Inilah nilai lebihmu, Cheryl. Kamu mungkin belum terlalu ahli di dapur, tapi kamu punya daya juang yang luar biasa," lanjutnya. Seuntai senyum tipis menghiasi wajahnya, memberikan kesan tulus yang membuat hati Cheryl bergetar. "Kamu sudah berusaha keras. Aku suka."‘Aku suka’.Kata-kata itu seperti gema lembut di telinga Cheryl. Ia masih merasa tak yakin pada kemampuannya, tetapi kalimat Bara cukup untuk meredakan luka yang baru saja digoreskan Baby. Sejenak, ia merasa ada semangat kecil yang kembali menyala di hatinya.Di sisi lain, Baby memandang Bara dengan ekspresi tidak percaya. "Mas, kamu bercanda, kan? Masakan seperti ini... tidak pant

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   44. Siapa yang Julid?

    Bara mendapati Cheryl yang sedang menggigit bibir bawahnya, gigi kecilnya tampak menekan lembut bibir merah mudanya yang tampak segar dan sehat. Ia mengenali kebiasaan itu—bahasa tubuh khas Cheryl yang kerap muncul saat gadis itu merasa tersudut atau gelisah.Di depan gadis itu, piring makannya masih setengah penuh, tetapi tangannya sama sekali tidak tergerak untuk melanjutkan. Matanya menatap kosong pada potongan kecil makanan yang tersisa, seolah-olah benda itu adalah masalah besar yang tidak bisa dipecahkannya. Ruangan saat ini dipenuhi dengan suara tawa Baby yang tampak menikmati setiap suapan makan siangnya, berbanding terbalik dengan Cheryl. Kontras di antara keduanya begitu kentara, seperti langit cerah di atas badai yang mendung.Baby menyeka sudut bibirnya dengan tisu, matanya berbinar antusias di tengah ceritanya. “Ngeselin. Orang-orang selalu mengira aku berhasil masuk ke perusahaan itu karena nepotisme.”Ia melirik ke arah Bara, berharap mendapatkan dukungan dari pria itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   45. Jangan Samakan

    Bara melihat bagaimana wajah Cheryl segera memerah begitu ia menegurnya. Gadis itu tampak berusaha menyembunyikan emosinya dengan menyibukkan membereskan sisa makan siangnya. Sekilas tatapan mereka sempat beradu—hanya sesaat, sebelum Cheryl buru-buru mengalihkan pandangannya ke kotak makan di atas meja. Ada kekecewaan di sana. Tidak, lebih dari itu. Kekecewaan yang bercampur luka. Bara bisa merasakannya.Ketika Cheryl meraih kotak makan siang yang masih utuh, Bara buru-buru mengatakan, “Biar saja, yang itu jangan dibawa pulang. Nanti buat aku makan lagi.” Suaranya terdengar tenang, tapi tegas. Cheryl mendongak dan mata mereka kembali bertemu, tatapan gadis itu seolah mempertanyakan keputusannya itu. Bara pun mencoba meyakinkannya dengan mengangguk pelan.“Baik, Pak. Saya pamit, permisi.” Suara Cheryl nyaris berbisik, seolah kata-kata itu terlalu berat untuk keluar dari bibirnya. Gadis itu sedikit menundukkan kepala, gerakan yang terlihat kaku namun tetap menunjukkan rasa hormat.“Hat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   46. Bukan Siapa-Siapa

    Bara menyandarkan kepalanya di kursi eksekutifnya, menatap kosong ke arah pintu. Suara Baby masih terngiang di telinganya—membandingkan Cheryl dengan ibu tirinya. Sesuatu yang selama ini terkubur dalam-dalam kembali mencuat, menghantamnya dengan kepahitan yang masih terasa nyata.Dulu, rumah besar itu selalu terasa hangat. Meski ibunya sering terbaring lemah di kamar, kehadirannya tetap nyata. Ada suara lembut yang menyapanya setiap pagi, ada tangan kurus yang membelai kepalanya sepulang sekolah, ada harum teh chamomile yang selalu tercium dari balik pintu kamar. Lalu, perempuan itu datang. Awalnya hanya sebagai koki pribadi keluarga mereka. Masakannya memang begitu lezat, membuat lidah siapa pun serasa dimanjakan. Bara pun pernah menyukainya, sampai suatu hari… ia melihat sesuatu yang mengubah segalanya.Tatapan ibunya itu… yang memandang ayahnya—di kala ayahnya sedang menatap kagum pada sang koki yang tengah menyajikan hasil olahannya di meja makan.Bukan sekadar kagum atau rasa t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   47. Tak Berkutik

    Cheryl tersentak ketika pintu toilet terbuka, pantulan di cermin memperlihatkan sosok Baby yang melangkah masuk dengan anggun. Wanita itu mendekati wastafel tanpa tergesa, jemarinya yang dihiasi nail art berkilauan membuka salah satu keran di sisi Cheryl. Suara air mengalir memenuhi keheningan di antara mereka.“Aku bisa melihatnya jelas di matamu.” Baby berbicara pelan, nyaris berbisik, tapi nada suaranya menusuk. “Kamu menyukai Mas Bara, kan?”Mata mereka bertemu dalam pantulan cermin. Senyum sinis terukir di wajah Baby, bibirnya melengkung seolah menikmati momen ini. “Hakmu untuk menyukai laki-laki mana pun di dunia ini, tapi tolong tahu diri. Dia sudah ada yang punya. Hanya karena tunangannya sedang di luar negeri, jangan pikir kamu punya celah untuk masuk,” lanjutnya, suaranya mengalun lembut, tapi penuh ancaman terselubung.Cheryl terdiam. Ia masih mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan Baby. Bukan hanya karena tuduhan itu, tetapi karena ada sesuatu yang jauh lebih mengejut

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   48. Masih di Bawah Standar

    "Permisi, Pak. Ini dokumennya. Maaf, sekadar mengingatkan, meetingnya sepuluh menit lagi di ruang rapat direksi—lantai tujuh belas."Nina meletakkan dokumen yang diminta sang CEO di atas meja dengan gerakan terukur. Sikapnya tetap profesional, meski ia tahu Bara jarang menanggapi lebih dari sekadar anggukan."Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya sopan.Bara menggeleng pelan tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya. "Terima kasih." Ucapannya singkat, lugas, dan dingin, seperti biasa.Nina mengangguk kecil. "Baik, Pak. Saya permisi."Saat berbalik, pandangannya jatuh pada lunch box yang masih tergeletak di meja. Isinya masih utuh. Tanpa berpikir lama, ia meraihnya, lalu memastikan meja tamu di ruangan itu tetap rapi, agar selalu siap jika ada klien atau tamu penting yang datang.Keluar dari ruangan CEO, Nina melangkah menuju meja sekretarisnya dan memencet interkom. "Tolong ke sini sebentar."Beberapa saat kemudian, seorang OB masuk.Nina menunjuk lunch box yang tergelet

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01

Bab terbaru

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   159. Mau Curhat

    Cheryl melangkah perlahan mendekati Bara, diam-diam menyeka air matanya sendiri yang sejak tadi menggantung di pelupuk. Ia tak tahu bagaimana cara menyembuhkan luka-luka suaminya, luka yang bahkan tidak pernah diminta untuk dipahami, apalagi dijamah. Luka-luka yang selama ini berhasil disembunyikan dengan begitu rapi, hingga Bara tampak nyaris sempurna di mata siapa pun.Mungkin Bara juga ingin menyembunyikan kerapuhan itu darinya. Tapi Cheryl tak ingin berpura-pura tak melihatnya. Ia ingin perlahan membongkar benteng itu, ingin Bara bersedia membagi beban itu dengannya. Ia ingin menjadi satu-satunya tempat pulang yang teduh bagi suaminya, tempat di mana Bara bisa berhenti berpura-pura kuat.Cheryl melingkarkan kedua lengannya ke tubuh Bara, memeluknya dari samping. Hangat, lembut, namun penuh tekad. Dan perlahan, dada Bara yang semula naik turun dengan napas berat terlihat mulai tenang, meski matanya tetap menatap nanar ke kejauhan."Aku di sini," bisik Cheryl, suaranya pelan namun p

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   158. Kenapa Justru Wanita Itu?

    Bara masih membeku di tempat, seolah tubuhnya kehilangan kemampuan untuk bereaksi, seakan seluruh udara di ruangan telah disedot keluar. Matanya menatap Rini lekat-lekat. Pandangan itu menyimpan bara kebencian sekaligus luka yang begitu dalam, menganga, dan belum pernah benar-benar sembuh. Tak ada kata yang meluncur dari bibirnya, tapi pandangannya berbicara lantang: kau telah menghancurkan segalanya.Rini menahan napas. Ada getar getir yang menyelinap di dalam dadanya, dan untuk sesaat, ia tak kuasa menatap balik mata putra tirinya itu. Tapi ia tahu, ini saatnya menghadapi semuanya. Rini akhirnya bersuara, pelan namun jelas, dengan nada yang menyayat dan penuh penyesalan."Maafkan aku, Bara…," suaranya bergetar. "Aku menyesal telah menyakitimu, Sabira... dan terlebih lagi, mamamu." Ia menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Cintaku pada papamu terlalu besar. Sampai-sampai aku tak melihat apa pun selain dia. Aku buta oleh cinta. Aku egois. Kau berhak membenciku. Karena aku tahu, maa

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   157. Terguncang

    Bara memandang wajahnya begitu dekat, dan dunia Cheryl seakan berhenti berputar. Tak ada suara lain selain detak jantungnya sendiri yang berpacu liar. Mata lelaki itu menatapnya seolah ia adalah satu-satunya perempuan di muka bumi. Ketika tangan Bara menyentuh pipinya yang dingin karena AC, Cheryl tak bisa menyembunyikan getar di dadanya. “Kamu nggak tahu betapa aku nungguin momen ini,” bisik Bara. Suaranya rendah, serak, penuh gejolak yang selama ini terpendam.Cheryl tersenyum. “Aku juga... setiap hari.”Lalu bibir mereka saling menemukan, ciuman yang begitu lembut, pelan, seolah-olah menyulam kembali sesuatu yang nyaris hilang. Tapi semakin lama, ciuman itu berubah. Lebih dalam. Lebih menuntut. Membawa Cheryl hanyut dalam gelombang kerinduan yang begitu kuat, hingga tubuhnya bergetar.Bara menariknya ke dalam pelukan, lengan kokoh itu membalut pinggangnya, dan Cheryl membalas, mencengkeram kerah kemeja lelaki itu seolah jika ia melepaskan, ia akan tenggelam dalam badai yang dicipta

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   156. Seperti Ayah

    Cheryl duduk di tepi ranjang, menatap langit-langit dengan ekspresi bosan. Kamar rumah sakit ini terlalu steril, terlalu sunyi, terlalu jauh dari segala sesuatu yang membuatnya nyaman. Ia merindukan kamar bernuansa ungunya, merindukan standee Jungkook yang setia berdiri menyambutnya di sudut ruangan, dan terutama… ia merindukan pintu rahasia yang selama ini menjadi jalur kecil menuju satu-satunya tempat yang selalu membuatnya merasa aman: kamar utama Bara.Ah, Bara… apa kabar suaminya itu? Ia sangat merindukannya.Cheryl mendesah. Ia betul-betul gabut. Hari-hari berlalu dengan ritme yang lambat, menyiksanya dengan kebosanan yang tak tertahankan. "Kenapa sih dokter Joshua menyita hapeku segala?" gerutunya.Keheningan yang menyelimutinya terlalu menusuk, dan ia benci perasaan terisolasi ini.Matanya beralih ke telepon rumah sakit di nakas samping tempat tidur. Dengan cepat, ia meraih gagangnya dan menekan nomor ekstensi yang ia ingat. Butuh waktu lama sebelum akhirnya ia tersambung den

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   155. Selalu Diawasi

    Cahaya matahari keemasan memantul di permukaan kanal yang tenang, sementara gondola-gondola mulai berlayar perlahan membawa wisatawan yang ingin menikmati keindahan kota air ini. Bara berdiri di balkon kamarnya, secangkir kopi hangat berada dalam genggamannya, mengepul tipis di udara pagi yang masih sejuk.Seperti biasa, ia membuka ponselnya dan mulai membaca berita. Kebiasaan yang tak pernah ia tinggalkan. Bagi seorang pebisnis, informasi adalah senjata. Apa pun yang terjadi di dunia bisnis, baik di Indonesia maupun luar negeri, harus selalu ia ketahui lebih dulu. Tangannya menggulir layar, menelusuri berbagai tajuk ekonomi, pergerakan saham, hingga analisa pasar global.Namun tiba-tiba, matanya terpaku pada sebuah judul yang mencolok. Jantungnya mencelos seketika.‘Pertunangan Antar Cucu Konglomerat: Bara Wardhana dan Milena Wongso, Bersatunya Dua Kekuatan Bisnis Besar di Indonesia.’Bara terpaku. Seketika, dunia di sekelilingnya terasa membeku. Rahangnya mengatup rapat. Tatapann

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   154. Selalu Dinilai Jahat

    Matahari mulai condong ke barat, menyisakan semburat jingga yang membelah langit senja. Angin sore yang sejuk berembus lembut di rooftop VIP rumah sakit, membawa aroma samar dari taman bunga kecil yang terletak di sudut teras. Cheryl duduk santai menikmati suasana sambil menyeruput jus alpukat yang dingin dan lembut di mulutnya. "Cheryl? Loh. Kamu... bukannya sudah pulang?" Teguran seseorang mengejutkan Cheryl dari lamunannya. "Eh. Bu Rini?" Wanita itu tersenyum lembut. "Kok kamu masih di sini, Cheryl?" "Aku masih perlu menjalani perawatan." "Ooh. Kupikir kamu kemarin sudah betul-betul pulih." Rini lalu menarik kursi dan duduk di samping Cheryl. "Senja di sini memang indah, ya?” Ada sesuatu dalam cara Rini berbicara—halus, hangat, dan tampak tulus. Tak ada tanda-tanda niat buruk. Akan tetapi, bayangan tentang siapa Rini sebenarnya masih menggelayut di benaknya. Bagaimanapun, wanita ini adalah ibu tiri Bara, seseorang yang katanya... jahat. Seharusnya ia tetap waspada. Namu

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   153. Sang Penyembuh

    Di ruang perawatan VIP Bintang Hospital, Cheryl memandang Valen dengan sorot kesal. "Astaga… Dokter betul-betul melapor ke Pak Bara?" protesnya.Valen hanya mengangkat bahunya dengan santai. "Aku bukan tipe orang yang asal mengancam tanpa tindakan." Cheryl mengembuskan napas kasar. "Dokter lebay!”Valen menautkan jemarinya di depan dada, memiringkan kepala sedikit sambil menatap Cheryl dengan sorot penuh kemenangan. "Bukankah kemarin sudah kuingatkan soal itu? Tapi kamu bandel." Ia mendekat sedikit, suaranya lebih dalam. "Jangan salahkan aku kalau akhirnya aku melapor langsung ke bosmu."Cheryl mengerang kesal. "Aku tidak percaya Dokter betul-betul melakukannya.""Kenapa tidak?" Valen mengangkat sebelah alisnya. "Aku dokter, tugas utamaku memastikan pasienku istirahat dengan benar. Dan jika pasienku keras kepala, aku harus mencari cara. Dan langsung bicara dengan bosmu, itu solusi. Kamu dapat cuti, kamu istirahat tenang, kamu cepat sembuh, dan tugasku sebagai doktermu selesai.”Chery

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   152. Andai Dia Tahu

    Bara melangkah masuk ke dalam kamar hotelnya dengan langkah berat. Pintu tertutup di belakangnya, menciptakan keheningan yang nyaris menyesakkan. Ia mematikan lampu utama, membiarkan cahaya lembut dari lampu tidur menguasai kamar. Tanpa mengganti pakaiannya, Bara langsung merebahkan diri di atas ranjang yang empuk. Namun, tidak ada kenyamanan yang bisa ia temukan di sana. Pikirannya tidak berada di ruangan ini, tidak di tengah kemewahan hotel bintang lima ini, bukan di Venesia, bukan dalam pertunangan yang baru saja mengikatnya pada kehidupan yang tidak ia inginkan.Bara menatap langit-langit dengan kosong, napasnya terasa berat. Dalam pikirannya, bayangan Cheryl melintas begitu nyata. Wajahnya, senyumnya, suara lembutnya yang memanggil namanya dengan nada penuh cinta.Dengan satu gerakan, ia membuka galeri fotonya di ponsel. Dan di sanalah semua memori manisnya tersimpan nyata. Foto-foto Cheryl yang tertawa dalam pelukannya. Cheryl yang mencium pipinya dengan manja. Cheryl yang mena

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   151. Maafkan Aku

    Tuan Sigit terkekeh mendengar jawaban Milena, demikian pula keluarganya. "Wah, aku tidak keberatan jika acara pertunangan ini langsung berubah menjadi pernikahan," ucapnya sambil mengangguk puas."Bagaimana, Adiguna?" tanyanya kemudian pada ayah Milena. "Apa kau sudah siap melepas putrimu malam ini untuk diboyong pulang oleh Bara sebagai istrinya?"Ayah Milena, Adiguna, menatap putrinya sejenak sebelum beralih pada Bara. Ada kilatan penuh perhitungan dalam sorot matanya, seolah ingin memastikan keputusan yang diambil benar-benar tepat. Akhirnya, dengan suara mantap, ia menjawab, "Kuserahkan pada Bara. Apakah dia siap menikahi putriku sekarang?"Bara merasa sebuah bom sedang dilempar kepadanya. Kini, tatapan puluhan pasang mata tertuju padanya. Sorot penasaran, harapan, bahkan kegembiraan dari sebagian besar orang di ruangan itu, seolah menciptakan tekanan yang halus namun nyata. Bara meletakkan gelas wine di tangannya ke atas meja, lalu menegakkan punggungnya. Ia menarik napas perl

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status