Home / Romansa / Memar Termanis / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Memar Termanis: Chapter 41 - Chapter 50

63 Chapters

40. Take And Give

Seminggu berlalu dalam ketegangan yang terus memuncak. Jexon tidak pernah berhenti meyakinkan Serena untuk mempertahankan bayi yang tumbuh di dalam rahimnya. Ia berbicara dengan penuh keyakinan, terkadang dengan suara yang nyaris putus asa, tetapi selalu disertai tekad.“Serena, ini bukan hanya tentang kita,” ujar Jexon pada suatu malam, kedua tangannya mencengkeram pundak Serena dengan lembut, namun tegas. “Ini tentang kehidupan yang sedang lo bawa. Dia pantas mendapatkan kesempatan.”Serena hanya mengalihkan pandangan, menatap keluar jendela apartemen Jexon. “Jexon gege, kamu tahu ini tidak mudah bagiku. Andreas… Clara… semuanya akan hancur jika mereka tahu.” Suaranya bergetar, dan air mata mulai menggenang di sudut matanya.Jexon menarik napas panjang, berusaha menahan gejolak emosinya. “Gue tahu. Tapi gue berjanji, Serena. Gue akan ada untuk lo. Kita akan melalui ini bersama.”Akhirnya, Serena menyerah. Ia tidak lagi memiliki kekuatan untuk melawan keyakinan Jexon yang tak tergoya
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

41. Sebuah Alasan

📍Hotel-Kamar Hotel-Serena terbaring lemas di atas ranjang. Tangannya yang mungil hampir tak bergerak, hanya infus yang menusuk pergelangan tangannya menjadi pengingat bahwa ia masih bernapas. Tubuhnya terasa kosong, seperti direnggut sesuatu yang seharusnya menjadi bagian dari dirinya.Dia terus menangis, air mata mengalir tanpa henti. Kepedihan menggerogoti dirinya, tetapi Serena terlalu lemah untuk melawan. Dokter dan seorang suster berdiri di sudut ruangan, berbicara dengan suara rendah, nyaris berbisik. Mereka tak memedulikannya—hanya sekadar memastikan pekerjaan mereka selesai.Di sisi lain ruangan, Hera berdiri dengan sikap dingin, tatapannya tertuju pada gumpalan darah yang berada di nampan logam di meja kecil. Wajahnya tanpa ekspresi, seolah yang baru saja terjadi adalah prosedur biasa, bukan tragedi.“Sudah bersih?” tanya Hera tanpa menoleh, suaranya tajam seperti sembilu.Dokter itu mengangguk. “Tidak ada sisa. Prosedurnya berjalan lancar.”Hera menghela napas pendek, la
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

42. Gemuruh

Serena mengikuti Jexon menuju apartemennya. Langkahnya terasa berat, apalagi setelah mengetahui bahwa di dalam apartemen itu juga ada kedua orang tua Jexon. Ketika pintu terbuka, kehangatan ruangan tengah menyambutnya, kontras dengan hawa dingin yang masih menempel di tubuhnya.Setelah mengeringkan tubuhnya, Serena duduk di sofa, kedua tangannya menggenggam erat ujung bajunya. Kepalanya tertunduk dalam diam sementara dua pasang mata dari arah lain ruangan terus mengamati dirinya.“Pa… Ma… ini Serena. Dia pacar Jexon,” kata Jexon akhirnya, memperkenalkan Serena dengan nada sedikit ragu.Serena menegakkan punggungnya perlahan. Tangannya sedikit bergetar, tapi dia memaksakan senyum kecil. Dengan nada lembut, dia akhirnya berkata, “Saya Serena, Om… Tante.”Namun, sebelum ada respons dari kedua orang tua Jexon, suara langkah dari arah pintu menarik perhatian mereka. Seorang wanita masuk membawa pakaian yang diminta oleh Nicholas untuk Serena.Ketika mata Serena bertemu dengan mata wanita i
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

43. Pilihan

Satu minggu berlalu.Andreas melangkahkan kaki ke sekolah Serena dengan perasaan campur aduk. Harapannya sederhana—mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika tiba di ruang guru, seorang wanita paruh baya dengan kacamata tebal menatapnya ramah.“Selamat siang, Bu,” sapa Andreas sambil mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Saya Andreas. Saya ingin menanyakan tentang Serena.”Guru itu memandang Andreas dengan raut simpati. “Serena? Oh, maaf, Nak. Serena sudah pindah.”Andreas tertegun. “Pindah? Ke mana, Bu?” tanyanya cepat, suaranya sedikit gemetar.Wanita itu menggeleng pelan. “Saya tidak tahu. Saya hanya membantu mempersiapkan surat pindahnya. Itu pun mendadak sekali. Dia tampak sangat terburu-buru.”Andreas terdiam. Kata-kata gurunya terasa seperti hantaman keras di dadanya. Serena telah pergi, begitu saja, tanpa pesan atau penjelasan.Ketika keluar dari ruang guru, Andreas menatap langit biru yang tampak ironi bagi suasana hatinya. Udara terasa sesak, dan pertanyaan-pertanya
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

44. Buket Bunga Misterius

📍Lokasi SyutingYubin melangkah pelan mendekati Paula yang tengah duduk di bangku kayu panjang, matanya terpaku pada layar ponsel. Break syuting memberi mereka waktu sejenak untuk bernapas, tapi raut wajah Paula terlihat serius.“Hei,” sapa Yubin sambil duduk di sebelahnya. Ia menyandarkan siku di lututnya, menatap Paula dengan rasa ingin tahu. “Gimana kondisi Pak Jexon?”Paula menoleh perlahan, senyumnya tipis. “Semua baik-baik saja. Kondisinya sudah jauh membaik,” jawabnya lembut.“Hhh…” Yubin mendesah panjang, lalu mengusap tengkuknya. “Aku sampai kepikiran yang enggak-enggak tentang Pak Nicholas, loh. Ternyata malah beliau yang minta kamu buat nemuin Pak Jexon.”Paula tersenyum kecil, menundukkan pandangannya sejenak. “Aku sudah bilang, kan, Ce. Pak Nicholas enggak punya perasaan kayak yang Cece pikirkan.”Yubin mengangguk, meski kerutan di dahinya menunjukkan pikirannya masih sibuk. “Ya… tapi sikapnya itu, loh, bikin aku salah paham. Eh, tapi… dengan begini, berarti Pak Nicholas
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

45. Ingatan Yang Kabur

-Dalam Mobil-Langit senja mulai meremang, mewarnai jalanan dengan semburat jingga. Di dalam mobil yang melaju perlahan, Paula memandang keluar jendela, memerhatikan lampu-lampu kota yang mulai menyala satu per satu. Tapi pikirannya jauh dari apa yang ada di depan matanya. Ia mengingat sebuah momen di mana ia menerima buket bunga dari seseorang. Awalnya ia mengira itu dari Jexon, namun kenyataan berbicara lain. Buket itu bukan dari dia.Keheningan di dalam mobil terasa berat hingga Jexon memecahnya. “Kamu kenapa diam aja, Paula?” tanyanya sambil melirik Paula sekilas. “Capek, ya?”Paula menoleh. Ia tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. “Enggak kok, Pak Jexon. Saya nggak apa-apa.”Jexon mengangguk, mempercayai jawabannya. “Oke.” Namun, alisnya sempat sedikit berkerut, seolah masih memikirkan sesuatu.Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum Jexon tiba-tiba berkata, “Kita makan malam dulu, ya.” Tanpa menunggu jawaban, ia memutar setir,
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

46. Trauma

📍ApartementPagi itu, aroma roti panggang dan sup hangat memenuhi ruangan kecil apartemen. Paula berdiri di dapur, mengenakan apron sederhana, tangannya sibuk mengatur piring di meja makan. Dia memutar kepala dan tersenyum kecil saat melihat Rean duduk dengan wajah segar, meski sedikit pucat.“Rean, kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Paula lembut, sembari menuangkan jus jeruk ke gelas.Rean, yang baru saja menyuap potongan kecil roti, mengangguk pelan. “Iya, auntie. Sudah jauh lebih baik. Terima kasih sudah merawatku.”“Baguslah,” jawab Paula sambil menaruh semangkuk kecil sup di depan Rean. “Hari ini aku juga buat sup hangat untuk makan siang kalian. Cuaca dingin seperti ini, tubuh kalian butuh kehangatan.”Dk, yang duduk di ujung meja, tersenyum kecil sambil memandangi Paula. “Auntie benar-benar selalu perhatian banget.”Paula menggeleng sambil terkekeh kecil. “Tentu saja aku perhatian. Kalian butuh perhatian lebih dariku.” Namun, seketika, perhatian Paula teralihkan ke
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

47. Teror Yang Tertuju

Andreas memegang erat kemudi mobilnya, namun pandangannya terasa kosong. Jalan raya di depannya yang biasanya ramai kini tampak seperti kabur, seolah tertutup oleh pikirannya yang berantakan. Sesak itu kembali datang—rasa berat di dadanya, yang kali ini terasa semakin kuat setelah ia berpapasan dengan Paula tadi.Ia melirik ke ponselnya yang tergeletak di konsol tengah. Dengan satu tangan, ia mengangkat perangkat itu dan menekan nomor yang sudah dihafalnya di luar kepala. Napasnya terdengar berat saat panggilan tersambung.“Ya, Pak Andreas,” suara di ujung sana menjawab dengan sopan.Andreas menelan ludah, suaranya serak ketika berbicara. “Apa nggak ada informasi lain tentang Paula? Coba cek lagi.”Ada jeda beberapa detik sebelum suara itu kembali. “Maaf, Pak, semuanya benar-benar kosong. Tidak ada jejak apa pun yang bisa kami temukan. Informasi tentangnya pun sangat terbatas.”Andreas menggeram pelan, merasakan frustasi yang mulai membakar dadanya. “Kosong? Itu mustahil. Bagaimana bi
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

48. Peringatan Dari Andreas

📍J&T EntertainmentDua hari berlalu, suasana antara Valentine dan Jexon berubah. Ada jarak yang mulai terasa, dan Valentine dengan mudah menyadari bahwa Jexon sengaja membatasi dirinya.Hari ini, Jexon berada di ruang evaluasi. Sorot matanya tajam, menilai satu per satu idol yang sudah debut tetapi tetap berada dalam pengawasan tim evaluasi. Sementara itu, Valentine duduk tak jauh darinya. Diam-diam ia mencuri pandang ke arah Jexon yang tampak serius, nyaris tak berkedip memperhatikan setiap gerakan dan suara yang ditampilkan para idol.Setelah evaluasi selesai, Jexon berdiri tanpa sepatah kata. Gerald, sekretarisnya, dengan sigap mengikuti langkahnya keluar ruangan. Di belakang mereka, Valentine bergegas bangkit, memanggil dengan suara yang tak terlalu keras namun penuh harap.“Jexon!” Seru Valentine sambil berlari kecil, mengejar langkah pria itu.Jexon tak menoleh. Dia terus berjalan, seolah tidak mendengar. Valentine akhirnya berhasil menyamai langkahnya, berdiri di sampingnya sa
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

49. Dugaan Yang Menemukan Jawaban

Teror yang terus menghantui akhirnya membuka jalan bagi Nicholas untuk memikirkan hal-hal yang sebelumnya tak pernah terlintas di benaknya. Ia mulai mempertanyakan alasan di balik rentetan bahaya yang selalu mengintai Paula, yang tampaknya dilakukan oleh sosok misterius.Insiden tersebut mendorong Nicholas untuk meminta Albert, sekretarisnya, menyelidiki kembali secara diam-diam kasus kecelakaan yang pernah menimpa Paula. Ia ingin memastikan apakah dugaannya benar—bahwa Jexon, putranya sendiri, mungkin terlibat dalam kejadian tersebut, seperti yang terjadi saat ini.****📍Rumah Sakit -Kamar Pasien-“Dia mengalami keracunan dari minuman itu, Pak. Pihak kami sudah melakukan pencucian lambung untuk mencegah efek lebih lanjut. Namun, jika kondisi Nona Paula tidak segera membaik, kami akan melakukan pemeriksaan lebih mendalam,” jelas dokter dengan nada tenang, meskipun wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Jexon berdiri di sisi tempat tidur, memandangi Paula yang terbaring lemah dengan wa
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status