Home / Romansa / Memar Termanis / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Memar Termanis: Chapter 21 - Chapter 30

63 Chapters

21. Target Dalam Dekapan

📍Bridal BoutiqueSore itu, suasana butik bridal terasa hangat namun hening. Rach berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin berpotongan anggun yang dihiasi renda halus. Matanya mengamati bayangannya sendiri, namun ada sorot gelisah yang sulit disembunyikan.Hanes berdiri tak jauh darinya, mengenakan setelan formal. Senyumnya lembut, penuh kasih, seolah ingin menenangkan hati calon istrinya. “Kamu terlihat cantik, Rach,” ucapnya, suaranya rendah namun tulus.Rach hanya mengangguk kecil tanpa berkata apa-apa. Ia mencoba tersenyum, meski matanya tidak memancarkan kebahagiaan yang seharusnya ada di hari seperti ini.Setelah selesai fitting, mereka turun ke lantai bawah. Di sebuah sofa empuk, Hanes dan Rach duduk bersebelahan, berbicara dengan sang desainer.“Jadi, untuk gaunnya…” Hanes mulai berbicara sambil melirik Rach. Ia tersenyum kecil dan melanjutkan, “Saya ingin gaun ini sesuai dengan keinginan Rach. Apa pun yang dia mau, tolong buat seperti itu.”Desainer itu mengan
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

22. Target Dalam Dekapan - 02

📍J&T Entertaiment-Lobby-Di ruang lobi J&T Entertainment, beberapa hadiah dari penggemar tersusun rapi di atas meja panjang. Kotak-kotak berwarna cerah dengan pita dan kartu ucapan memenuhi ruangan, menghadirkan suasana penuh kasih dan dukungan.Paula berdiri di dekat meja, matanya berbinar melihat tumpukan hadiah yang sebagian besar ditujukan padanya. “Banyak sekali,” gumamnya, setengah tak percaya.Javeline, manajernya, berjalan mendekat sambil menggulung lengan bajunya. “Aku dan Pak Kim akan membawa hadiah-hadiah ini ke mobil van,” katanya seraya mulai mengangkat salah satu kotak besar. Dia tersenyum sekilas, menatap Paula. “Kamu naik saja di atas.”Paula menoleh, senyumnya tulus. “Hm, makasih, Ce. Aku mau ke lantai atas siap-siap mau latihan.” Suaranya lembut, tapi terdengar nada lelah di baliknya. Dia memindahkan tas kecil ke pundak kirinya, sementara tangan kanannya tetap menggenggam beberapa barang yang belum sempat ditaruh.Javeline mengangguk sambil mengatur pegangan pada
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

23. Teror Yang Terlihat Jelas

📍ApartemenSore itu, Celine menoleh ketika suara pintu apartemen berderit. Andreas melangkah masuk dengan santai, melepas jaketnya, lalu melemparkannya ke punggung kursi. Tatapannya sekilas bertemu dengan Celine yang sudah duduk di sofa sejak tadi.Tanpa berkata apa-apa, pria itu mendekat dan duduk di sebelahnya, menyandarkan punggung dengan santai. Suasana hening, hanya suara jam dinding yang terdengar jelas.“Kamu dari mana?” tanya Celine akhirnya, suaranya terdengar pelan tapi tegas.Andreas menghela napas pendek, seolah pertanyaan itu melelahkan. “Bertemu dengan Rach, tadi,” jawabnya datar.Celine memutar tubuh sedikit, menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Bertemu? Aku pikir… sekarang kalian sering bertemu.”Andreas mengangkat alis, senyumnya tipis namun dingin. “Itu lebih bagus, kan?” balasnya sambil menatap tajam, sorot matanya seperti mencoba membaca pikiran Celine.Tatapan itu membuat Celine merasa seperti sedang dihakimi. Dia meremas ujung bantal sofa, berusaha me
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

24. Teror Yang Sebenarnya Di Mulai

Paula terisak, air mata mengalir deras di pipinya sementara tubuhnya gemetar hebat. Di depan sofa, kotak hadiah dengan isi mengerikan itu tergeletak, menjadi sumber ketakutannya. Tangan Paula mencengkeram lututnya, seolah mencoba menahan diri agar tidak jatuh sepenuhnya dalam kepanikan.Jexon berdiri beberapa langkah darinya. Ada ekspresi samar di wajahnya—campuran rasa bersalah palsu dan kelegaan aneh. Namun, ketika melihat betapa hancurnya Paula, dia mendekat. Tanpa sepatah kata, dia menarik tubuh Paula ke dalam pelukannya.“Tenang, Paula. Saya ada di sini,” bisiknya lembut sambil mengelus kepala Paula. Sentuhannya terasa menenangkan, meski di balik gerakannya, ada kegembiraan gelap yang ia sembunyikan.Paula menggigit bibir bawahnya, mencoba mengontrol isaknya. “Kenapa ini terjadi pada saya, pak Jexon?” suaranya terdengar pecah. “Siapa yang bisa melakukan hal seburuk ini?”Jexon tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia terus membelai rambut Paula, memberikan kesan protektif. “Saya
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

25. Teror Lain

📍J&T Entertainment- Ruangan Presiden Direktur -Ruangan luas itu dipenuhi suasana tegang. Nicholas duduk di kursi besar di belakang mejanya, tangannya terlipat di depan dada. Wajahnya penuh konsentrasi, sementara layar laptop di hadapannya memutar rekaman CCTV.Albert, asisten kepercayaannya, berdiri di dekat meja dengan ekspresi waspada.“Jadi,” Nicholas akhirnya bersuara, suaranya berat dan dalam, “ada yang masuk?”Albert mengangguk. “Iya, Pak Presedir. Terlihat di CCTV.”Nicholas memutar ulang rekaman di layar, matanya menyipit mencoba menangkap detail. “Wajahnya?” tanyanya tanpa berpaling.Albert menghela napas, tampak kesal dengan kurangnya informasi. “Tidak terlihat jelas, Pak. Orang itu memakai hoodie dan terus menunduk.”Nicholas mendengus pelan, frustrasi mulai menyusup ke dalam dirinya. Dengan gerakan cepat, dia mematikan video dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Pikirannya berputar-putar.Tanpa sepengetahuan putranya, Jexon, Nicholas telah menyelidiki serangkaian insi
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

25. Teror Lain

📍J&T Entertainment - Ruangan Presiden Direktur - Ruangan luas itu dipenuhi suasana tegang. Nicholas duduk di kursi besar di belakang mejanya, tangannya terlipat di depan dada. Wajahnya penuh konsentrasi, sementara layar laptop di hadapannya memutar rekaman CCTV. Albert, asisten kepercayaannya, berdiri di dekat meja dengan ekspresi waspada. “Jadi,” Nicholas akhirnya bersuara, suaranya berat dan dalam, “ada yang masuk?” Albert mengangguk. “Iya, Pak Presedir. Terlihat di CCTV.” Nicholas memutar ulang rekaman di layar, matanya menyipit mencoba menangkap detail. “Wajahnya?” tanyanya tanpa berpaling. Albert menghela napas, tampak kesal dengan kurangnya informasi. “Tidak terlihat jelas, Pak. Orang itu memakai hoodie dan terus menunduk.” Nicholas mendengus pelan, frustrasi mulai menyusup ke dalam dirinya. Dengan gerakan cepat, dia mematikan video dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Pikirannya berputar-putar. Tanpa sepengetahuan putranya, Jexon, Nicholas telah menyelidiki
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

26. Peringatan Yang Terlihat Jelas

Jexon duduk di kursi belakang mobil, wajahnya gelap. Suara napasnya terdengar berat, sementara Gerald di kursi pengemudi melirik lewat kaca spion dengan cemas.“Gerald, cepat! Saya harus tahu apa yang terjadi,” suara Jexon terdengar tajam, hampir seperti perintah.Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan gedung Le Crazy Horse. Dia bergegas turun dan berjalan dengan tergesa-gesa.Lampu neon di pintu masuk berpendar, tetapi perhatian Jexon sepenuhnya tertuju pada kerumunan orang di dalam. Ia melangkah cepat ke dalam gedung, tubuhnya tegang, matanya menyapu ruangan mencari sosok yang ia kenal.Di sana, Paula terlihat dikerumuni beberapa orang. Tubuhnya bergetar, dan wajahnya basah oleh air mata. Jexon langsung menghampiri, melewati kerumunan tanpa ragu.“Paula!” panggilnya, suaranya penuh kegelisahan.Paula mendongak perlahan, matanya merah dan sembap. Ketika melihat Jexon, ia mencoba bicara, tetapi suaranya tersendat oleh tangis.“Apa yang terjadi?!” tanya Jexon tegas, lututnya meren
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

27. Goyah

📍 J&T Entertainment-Ruangan Jexon-Suara ketukan terdengar di pintu.“Masuk,” suara Jexon terdengar datar dari balik meja kerjanya.Pintu terbuka, dan Valentine melangkah masuk. Ia membawa sebuah wadah kecil berisi cookies yang masih hangat, aromanya samar tercium. Dengan senyum kecil, ia meletakkannya di atas meja Jexon.“Untukmu,” ujarnya lembut.Namun, Jexon hanya melirik sekilas, matanya kembali tertuju pada layar komputer di depannya. Jemarinya sibuk mengetik, seolah keberadaan Valentine hanya sekadar angin lalu.“Jexon,” Valentine memulai, suaranya lebih serius sekarang. “Aku bertemu dengan ibumu.”Perkataan itu langsung menarik perhatian Jexon. Ia berhenti mengetik dan menatap Valentine dengan alis terangkat. “Mama? Ada apa dengannya?”Valentine menarik napas panjang, mencoba memilih kata-kata yang tepat. “Dia bilang… dia ingin membicarakan soal hubungan kita.”Jexon menyandarkan punggungnya ke kursi, ekspresinya berubah datar. “Maksudnya?” tanyanya, nadanya terdengar malas,
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

28. Langkah Yang Sudah Jauh

📍 Rumah Sakit-Ruangan Pasien-Pintu kamar terbuka perlahan, dan Jexon melangkah masuk dengan senyuman hangat. Tangannya membawa setangkai bunga tulip pink yang segar, jenis bunga favorit Paula. Langkahnya tenang saat mendekati ranjang, lalu ia duduk di kursi di sampingnya.“Bunga ini untukmu,” katanya sambil menyerahkan bunga itu kepada Paula.Paula tersenyum lemah. “Terima kasih, pak Jexon. Anda selalu tahu cara membuat hari-hari saya lebih baik.”Jexon tersenyum kecil, lalu tanpa ragu ia mengulurkan tangan dan dengan lembut mengelus pipi Paula. Sentuhannya membuat Paula sedikit terkejut, tetapi ia tidak menghindar.“Pak Presdir sudah menandatangani kontrak kamu,” ujar Jexon, memecah keheningan. Suaranya tenang, penuh kelegaan. “Beliau bilang akan membayar semua kerugiannya dengan uang pribadi.”Mata Paula membesar. “Saya benar-benar nggak enak hati… Pak Presdir sebaik itu padaku.”“Kamu layak mendapatkannya,” balas Jexon, menatapnya serius. “Tapi kamu juga harus memberikan yang t
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

29. Perasaan Yang Tidak Sadar

📍ApartementDering ponsel membangunkan Paula dari tidurnya. Dengan mata setengah terpejam, ia meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Nama Javeline terpampang di layar.“Hallo, Ce,” ujar Paula dengan suara serak pagi.Dari ujung telepon, suara Javeline terdengar tegas seperti biasa.“Paula, akhir pekan ini akan menjadi penampilan terakhirmu di Le Crazy Horse. Kontrakmu resmi diberhentikan. Semua dokumen pemutusan akan diselesaikan siang ini.”Paula terduduk, mencoba mencerna ucapan itu. “Secepat ini?” tanyanya, suaranya tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Seperti yang sudah kita rencanakan,” jawab Javeline tanpa nada ragu. “Ini langkah awal untuk membangun kembali nama baikmu. Keluar perlahan dari kabaret dan fokus pada modeling serta akting.”Paula menarik napas panjang. “Baik, Ce. Aku mengerti.”“Bagus. Jangan lupa siang nanti,” ujar Javeline sebelum menutup panggilan.Paula berjalan ke dapur, menyiapkan sarapan sederhana sambil memikirkan perubahan besar yang akan seger
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status