Beranda / Romansa / Memar Termanis / 40. Take And Give

Share

40. Take And Give

Penulis: Mira Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 15:30:43

Seminggu berlalu dalam ketegangan yang terus memuncak. Jexon tidak pernah berhenti meyakinkan Serena untuk mempertahankan bayi yang tumbuh di dalam rahimnya. Ia berbicara dengan penuh keyakinan, terkadang dengan suara yang nyaris putus asa, tetapi selalu disertai tekad.

“Serena, ini bukan hanya tentang kita,” ujar Jexon pada suatu malam, kedua tangannya mencengkeram pundak Serena dengan lembut, namun tegas. “Ini tentang kehidupan yang sedang lo bawa. Dia pantas mendapatkan kesempatan.”

Serena hanya mengalihkan pandangan, menatap keluar jendela apartemen Jexon. “Jexon gege, kamu tahu ini tidak mudah bagiku. Andreas… Clara… semuanya akan hancur jika mereka tahu.” Suaranya bergetar, dan air mata mulai menggenang di sudut matanya.

Jexon menarik napas panjang, berusaha menahan gejolak emosinya. “Gue tahu. Tapi gue berjanji, Serena. Gue akan ada untuk lo. Kita akan melalui ini bersama.”

Akhirnya, Serena menyerah. Ia tidak lagi memiliki kekuatan untuk melawan keyakinan Jexon yang tak tergoya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Memar Termanis   41. Sebuah Alasan

    📍Hotel-Kamar Hotel-Serena terbaring lemas di atas ranjang. Tangannya yang mungil hampir tak bergerak, hanya infus yang menusuk pergelangan tangannya menjadi pengingat bahwa ia masih bernapas. Tubuhnya terasa kosong, seperti direnggut sesuatu yang seharusnya menjadi bagian dari dirinya.Dia terus menangis, air mata mengalir tanpa henti. Kepedihan menggerogoti dirinya, tetapi Serena terlalu lemah untuk melawan. Dokter dan seorang suster berdiri di sudut ruangan, berbicara dengan suara rendah, nyaris berbisik. Mereka tak memedulikannya—hanya sekadar memastikan pekerjaan mereka selesai.Di sisi lain ruangan, Hera berdiri dengan sikap dingin, tatapannya tertuju pada gumpalan darah yang berada di nampan logam di meja kecil. Wajahnya tanpa ekspresi, seolah yang baru saja terjadi adalah prosedur biasa, bukan tragedi.“Sudah bersih?” tanya Hera tanpa menoleh, suaranya tajam seperti sembilu.Dokter itu mengangguk. “Tidak ada sisa. Prosedurnya berjalan lancar.”Hera menghela napas pendek, la

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Memar Termanis   42. Gemuruh

    Serena mengikuti Jexon menuju apartemennya. Langkahnya terasa berat, apalagi setelah mengetahui bahwa di dalam apartemen itu juga ada kedua orang tua Jexon. Ketika pintu terbuka, kehangatan ruangan tengah menyambutnya, kontras dengan hawa dingin yang masih menempel di tubuhnya.Setelah mengeringkan tubuhnya, Serena duduk di sofa, kedua tangannya menggenggam erat ujung bajunya. Kepalanya tertunduk dalam diam sementara dua pasang mata dari arah lain ruangan terus mengamati dirinya.“Pa… Ma… ini Serena. Dia pacar Jexon,” kata Jexon akhirnya, memperkenalkan Serena dengan nada sedikit ragu.Serena menegakkan punggungnya perlahan. Tangannya sedikit bergetar, tapi dia memaksakan senyum kecil. Dengan nada lembut, dia akhirnya berkata, “Saya Serena, Om… Tante.”Namun, sebelum ada respons dari kedua orang tua Jexon, suara langkah dari arah pintu menarik perhatian mereka. Seorang wanita masuk membawa pakaian yang diminta oleh Nicholas untuk Serena.Ketika mata Serena bertemu dengan mata wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Memar Termanis   43. Pilihan

    Satu minggu berlalu.Andreas melangkahkan kaki ke sekolah Serena dengan perasaan campur aduk. Harapannya sederhana—mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika tiba di ruang guru, seorang wanita paruh baya dengan kacamata tebal menatapnya ramah.“Selamat siang, Bu,” sapa Andreas sambil mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Saya Andreas. Saya ingin menanyakan tentang Serena.”Guru itu memandang Andreas dengan raut simpati. “Serena? Oh, maaf, Nak. Serena sudah pindah.”Andreas tertegun. “Pindah? Ke mana, Bu?” tanyanya cepat, suaranya sedikit gemetar.Wanita itu menggeleng pelan. “Saya tidak tahu. Saya hanya membantu mempersiapkan surat pindahnya. Itu pun mendadak sekali. Dia tampak sangat terburu-buru.”Andreas terdiam. Kata-kata gurunya terasa seperti hantaman keras di dadanya. Serena telah pergi, begitu saja, tanpa pesan atau penjelasan.Ketika keluar dari ruang guru, Andreas menatap langit biru yang tampak ironi bagi suasana hatinya. Udara terasa sesak, dan pertanyaan-pertanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Memar Termanis   44. Buket Bunga Misterius

    📍Lokasi SyutingYubin melangkah pelan mendekati Paula yang tengah duduk di bangku kayu panjang, matanya terpaku pada layar ponsel. Break syuting memberi mereka waktu sejenak untuk bernapas, tapi raut wajah Paula terlihat serius.“Hei,” sapa Yubin sambil duduk di sebelahnya. Ia menyandarkan siku di lututnya, menatap Paula dengan rasa ingin tahu. “Gimana kondisi Pak Jexon?”Paula menoleh perlahan, senyumnya tipis. “Semua baik-baik saja. Kondisinya sudah jauh membaik,” jawabnya lembut.“Hhh…” Yubin mendesah panjang, lalu mengusap tengkuknya. “Aku sampai kepikiran yang enggak-enggak tentang Pak Nicholas, loh. Ternyata malah beliau yang minta kamu buat nemuin Pak Jexon.”Paula tersenyum kecil, menundukkan pandangannya sejenak. “Aku sudah bilang, kan, Ce. Pak Nicholas enggak punya perasaan kayak yang Cece pikirkan.”Yubin mengangguk, meski kerutan di dahinya menunjukkan pikirannya masih sibuk. “Ya… tapi sikapnya itu, loh, bikin aku salah paham. Eh, tapi… dengan begini, berarti Pak Nicholas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Memar Termanis   45. Ingatan Yang Kabur

    -Dalam Mobil-Langit senja mulai meremang, mewarnai jalanan dengan semburat jingga. Di dalam mobil yang melaju perlahan, Paula memandang keluar jendela, memerhatikan lampu-lampu kota yang mulai menyala satu per satu. Tapi pikirannya jauh dari apa yang ada di depan matanya. Ia mengingat sebuah momen di mana ia menerima buket bunga dari seseorang. Awalnya ia mengira itu dari Jexon, namun kenyataan berbicara lain. Buket itu bukan dari dia.Keheningan di dalam mobil terasa berat hingga Jexon memecahnya. “Kamu kenapa diam aja, Paula?” tanyanya sambil melirik Paula sekilas. “Capek, ya?”Paula menoleh. Ia tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. “Enggak kok, Pak Jexon. Saya nggak apa-apa.”Jexon mengangguk, mempercayai jawabannya. “Oke.” Namun, alisnya sempat sedikit berkerut, seolah masih memikirkan sesuatu.Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum Jexon tiba-tiba berkata, “Kita makan malam dulu, ya.” Tanpa menunggu jawaban, ia memutar setir,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Memar Termanis   46. Trauma

    📍ApartementPagi itu, aroma roti panggang dan sup hangat memenuhi ruangan kecil apartemen. Paula berdiri di dapur, mengenakan apron sederhana, tangannya sibuk mengatur piring di meja makan. Dia memutar kepala dan tersenyum kecil saat melihat Rean duduk dengan wajah segar, meski sedikit pucat.“Rean, kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Paula lembut, sembari menuangkan jus jeruk ke gelas.Rean, yang baru saja menyuap potongan kecil roti, mengangguk pelan. “Iya, auntie. Sudah jauh lebih baik. Terima kasih sudah merawatku.”“Baguslah,” jawab Paula sambil menaruh semangkuk kecil sup di depan Rean. “Hari ini aku juga buat sup hangat untuk makan siang kalian. Cuaca dingin seperti ini, tubuh kalian butuh kehangatan.”Dk, yang duduk di ujung meja, tersenyum kecil sambil memandangi Paula. “Auntie benar-benar selalu perhatian banget.”Paula menggeleng sambil terkekeh kecil. “Tentu saja aku perhatian. Kalian butuh perhatian lebih dariku.” Namun, seketika, perhatian Paula teralihkan ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Memar Termanis   47. Teror Yang Tertuju

    Andreas memegang erat kemudi mobilnya, namun pandangannya terasa kosong. Jalan raya di depannya yang biasanya ramai kini tampak seperti kabur, seolah tertutup oleh pikirannya yang berantakan. Sesak itu kembali datang—rasa berat di dadanya, yang kali ini terasa semakin kuat setelah ia berpapasan dengan Paula tadi.Ia melirik ke ponselnya yang tergeletak di konsol tengah. Dengan satu tangan, ia mengangkat perangkat itu dan menekan nomor yang sudah dihafalnya di luar kepala. Napasnya terdengar berat saat panggilan tersambung.“Ya, Pak Andreas,” suara di ujung sana menjawab dengan sopan.Andreas menelan ludah, suaranya serak ketika berbicara. “Apa nggak ada informasi lain tentang Paula? Coba cek lagi.”Ada jeda beberapa detik sebelum suara itu kembali. “Maaf, Pak, semuanya benar-benar kosong. Tidak ada jejak apa pun yang bisa kami temukan. Informasi tentangnya pun sangat terbatas.”Andreas menggeram pelan, merasakan frustasi yang mulai membakar dadanya. “Kosong? Itu mustahil. Bagaimana bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Memar Termanis   48. Peringatan Dari Andreas

    📍J&T EntertainmentDua hari berlalu, suasana antara Valentine dan Jexon berubah. Ada jarak yang mulai terasa, dan Valentine dengan mudah menyadari bahwa Jexon sengaja membatasi dirinya.Hari ini, Jexon berada di ruang evaluasi. Sorot matanya tajam, menilai satu per satu idol yang sudah debut tetapi tetap berada dalam pengawasan tim evaluasi. Sementara itu, Valentine duduk tak jauh darinya. Diam-diam ia mencuri pandang ke arah Jexon yang tampak serius, nyaris tak berkedip memperhatikan setiap gerakan dan suara yang ditampilkan para idol.Setelah evaluasi selesai, Jexon berdiri tanpa sepatah kata. Gerald, sekretarisnya, dengan sigap mengikuti langkahnya keluar ruangan. Di belakang mereka, Valentine bergegas bangkit, memanggil dengan suara yang tak terlalu keras namun penuh harap.“Jexon!” Seru Valentine sambil berlari kecil, mengejar langkah pria itu.Jexon tak menoleh. Dia terus berjalan, seolah tidak mendengar. Valentine akhirnya berhasil menyamai langkahnya, berdiri di sampingnya sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02

Bab terbaru

  • Memar Termanis   62. Apa Kabar

    Pikiran itu berputar liar, tak mau berhenti, seperti badai yang tak kunjung reda. Bayangan kecelakaan-kecelakaan akhir-akhir ini menghantui Jexon, mengisi setiap sudut ruang kosong dalam kepalanya. Ia mencoba merasionalisasi, tapi semakin keras ia berpikir, semakin banyak pertanyaan tanpa jawaban yang muncul.Jexon menatap kosong ke tumpukan dokumen di mejanya, di ruangan kerja yang luas dan sunyi itu. Udara di sekeliling terasa berat, terlalu penuh dengan pikiran yang menggantung. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak di dadanya. Namun pikirannya segera kembali ke sosok Andreas—seseorang yang baru ini mulai masuk dalam kecurigaannya.“Dalang dari semua ini,” gumam Jexon pelan, nada suaranya rendah dan penuh tekanan. Andreas Liu. Nama itu terus berulang di benaknya, menghantui seperti bayangan gelap yang tak mau pergi.Dengan gerakan cepat, Jexon meraih ponselnya di meja. Jari-jarinya menekan layar, mencari nama kontak yang ia butuhkan. Seketika, ia menghubungi Ar

  • Memar Termanis   61. Dendam Yang Ingin Dibalas

    📍Rumah Sakit Kamar rumah sakit itu terasa hangat, meski aroma antiseptik yang khas masih terasa di udara. Rean terbaring di ranjang dengan infus yang terpasang di tangannya. Wajahnya sudah tidak terlihat pucat, tapi senyumnya tak pernah pudar saat melihat Paula masuk membawa sekotak buah dan bunga mawar putih di tangannya. “Rean, gimana kabarnya?” tanya Paula sambil mendekat ke sisi ranjang. Suaranya lembut, penuh perhatian. “Lebih baik, auntie Paula. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang,” jawab Rean, meski suaranya terdengar sedikit lemah. Di sudut ruangan, Dk, terlihat duduk menemani Rean sahabatnya di kamar pasien itu. “Auntie!” panggil Dk beranjak mendekati Paula. Paula tersenyum. “Hai, Dk. Maaf ya, kalau auntie baru sempat jenguk sahabat kamu.” Sambil mengusap kepala bocah itu. Dk mengangguk dengan semangat. “Iya, gpp auntie. Kami berdua, cuma lihat berita ditelevisi.” Paula mengerutkan kening, merasa penasaran. “Oh ya? Apa yang kamu lihat?” “Tent

  • Memar Termanis   60. Hubungan Serius

    Berita Eksklusif: Kencan Paula dan Jexon!Hari ini, dunia hiburan digemparkan dengan kabar hangat seputar hubungan romantis antara Paula, model terkenal dari agensi J&T Entertainment, dan Jexon, CEO agensi tersebut. Foto-foto yang diambil secara diam-diam oleh paparazi menunjukkan keduanya berpelukan di rumah sakit, menciptakan spekulasi besar di media.📍J&T Entertainment -Ruang Presdir-“Ini foto yang beredar semalam?” tanya Nicholas, presiden direktur J&T Entertainment, sambil menyelipkan senyum tipis. Matanya menatap tajam pada sebuah foto di tangannya.Albert, asistennya, mengangguk mantap. “Iya, Pak Presdir. Ini diambil oleh seorang wartawan.”Nicholas menghela napas lega, menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit di balik meja kerjanya. “Kalau begini, sepertinya mereka sudah menyelesaikan masalah mereka.” Ucapannya terdengar ringan, namun jelas menyiratkan kebahagiaan.****Sebaliknya, suasana di rumah keluarga Wang penuh dengan ketegangan. Elisabeth, ibu Jexon, menatap layar tel

  • Memar Termanis   59. Menutup Mata Dan Memaafkan

    Celine tersentak, tersadar dari lamunannya. Dia melihat punggung Andreas yang semakin jauh di ujung koridor hotel. Dengan tergesa-gesa, dia mengejarnya. Langkah kakinya terdengar berdebum pelan di atas karpet tebal.“Andreas!” serunya, suaranya gemetar.Andreas tetap berjalan tanpa menoleh, namun tubuhnya menegang saat Celine menggenggam pergelangan tangannya. Ia berhenti, tapi tidak langsung berbalik.“Kamu mau ke mana?” tanya Celine, suaranya memohon, hampir putus asa. Matanya yang berkaca-kaca menatap punggung pria itu.Andreas menarik napas panjang sebelum akhirnya berbalik. Wajahnya dingin, matanya tajam seperti pisau. “Mau balik. Saya harus temui Abex dan mencari Serena,” jawabnya dengan nada rendah tapi tegas, seolah tidak ingin ada diskusi lebih lanjut.“J-jangan pergi,” pinta Celine sambil menggenggam tangannya lebih erat. “T-tidak ada yang menemaniku di sini.”Andreas mendengus, tawa pendek yang lebih terdengar seperti ejekan. Dia menatap Celine dengan tatapan sinis. “Tidak

  • Memar Termanis   58. Dia Adalah Serena

    📍J&T Entertainment-Ruangan Presiden Direktur-Elisabeth membuka pintu ruangan dengan gerakan cepat, langkahnya penuh tekad saat memasuki ruang kerja suaminya. Suara hak sepatu yang menghantam lantai terdengar nyaring, mengisi keheningan di ruangan itu. Matanya tajam, seperti ingin menembus setiap rahasia yang tersembunyi di balik wajah tenang Nicholas.Nicholas mendongak dari berkas-berkas di mejanya, lalu bersandar santai di kursi, menatap istrinya dengan sikap tenang. “Ada apa, Elisabeth?” tanyanya dengan suara datar, meski sorot matanya meneliti ekspresi di wajah wanita itu.Elisabeth berdiri tegak di depan meja, kedua tangannya mengepal, menggenggam emosi yang hampir meledak. “Sudah dua hari aku menunggu kamu mengatakannya sendiri,” ucapnya, suaranya tajam. “Tapi sepertinya kamu tidak berniat untuk mengakuinya, Nicholas.”Nicholas menarik napas dalam-dalam. Tanpa berkata apa-apa, dia berdiri perlahan dari kursinya dan berjalan mendekati Elisabeth. Sorot matanya kini serius, ta

  • Memar Termanis   57. Flashback On: Akhir Yang Tragis

    Satu minggu berlalu. Suasana rumah terasa sepi, hanya terdengar suara angin yang sesekali menggesek jendela kayu. Clara duduk di sofa kecil yang mulai memudar warnanya, tubuhnya tenggelam dalam keheningan. Matanya menatap kosong ke arah lantai, seolah mencoba mencari sesuatu yang hilang di dalam pikirannya. Langkah-langkah ringan terdengar dari belakang, dan suara Andreas memecah keheningan. “Ce,” panggil Andreas dengan nada ceria. Clara mengangkat wajahnya perlahan, matanya lelah. “Ada apa, Andreas?” tanyanya singkat, tanpa banyak ekspresi. Andreas tersenyum lebar, wajahnya polos dan penuh semangat seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru. “Aku berhasil menemukan alamat rumah Jexon,” katanya antusias. “Aku akan ke sana. Aku harus bicara dengannya!” Kata-kata Andreas seperti pisau yang menusuk hati Clara. Ia mencoba mempertahankan senyumnya, meski dalam hatinya ia merasa hancur. Andreas tampak begitu bersemangat, namun kabar tentang Jexon justru membuat Clara semakin

  • Memar Termanis   56. Flashback On: Keinginanku

    Flashback OnMalam itu, udara dingin menyelimuti kota kecil di China. Clara duduk di ruang tamu sebuah rumah sederhana yang mereka sewa sementara. Perutnya yang besar tampak jelas di balik sweater tebal yang ia kenakan. Andreas berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan sorot mata khawatir yang sulit disembunyikan.“Ce, aku mohon… jangan terlalu memaksakan diri. Kamu harus istirahat.” Andreas berjalan mendekat, suaranya lirih namun penuh tekanan, tangannya terulur seolah ingin menenangkan wanita di hadapannya.Clara mendongak, tatapannya tajam meskipun terlihat lelah. “Aku tidak bisa, Andreas. Kita sudah sampai sejauh ini. Aku akan menemui Jexon dan mengatakan kepadanya, kalau aku sudah menjaga kandungan ini.”Andreas menghela napas panjang, menatap wanita yang kini begitu bertekad. “Tapi cece tidak bisa terus begini, ce. Apa cece pikir Jexon akan langsung berubah hanya karena cece memberitahunya soal anak ini?”“Pasti,” Clara memotong, matanya berkaca-kaca namun penuh keyakinan. “Di

  • Memar Termanis   55. Ingatan Yang Kembali

    Deringan telepon memecah keheningan dalam kamar mewah yang diterangi cahaya senja dari balik tirai tipis. Andreas mengerjapkan matanya perlahan, mengangkat kepala dari bantal empuk, sementara tangannya yang lain tetap menjadi sandaran untuk kepala Celine. Rambut panjang wanita itu menyebar di atas dadanya, dan tubuh mereka hanya terbungkus selimut putih tebal.Dia meraba-raba meja nakas tanpa banyak gerakan, khawatir membangunkan wanita di sampingnya. Setelah menemukan ponselnya, ia menggeser layar dengan satu gerakan malas.“In calling.”“Hm?” sahut Andreas singkat, suaranya berat, masih diselimuti kantuk.Suara seorang pria terdengar di ujung telepon, tenang tetapi penuh tekanan. “Lampu itu sudah saya kendorkan. Itu jatuh tepat di kepala Paula. Tapi… seseorang mendorongnya. Dia selamat, dan kecelakaan malah menimpa orang lain.”Andreas memijat keningnya, mendengar detail tersebut dengan mata yang kini terbuka lebar. “Tidak masalah,” jawabnya dingin. “Ini lebih dari cukup untuk memb

  • Memar Termanis   54. Teror Yang Terus Berdatangan

    📍J&T EntertainmentLangkahnya terhenti tepat di depan Paula. Wanita muda itu juga berhenti, pandangan mereka bertemu untuk sesaat sebelum Paula mengalihkan wajahnya ke arah lain.“Jexon, ayo!” Valentine memanggilnya dari kejauhan, suaranya tajam seperti pisau yang memotong udara.“Duluan aja.” Jexon menjawab tanpa menoleh. Nadanya datar, seolah tak ingin diganggu.Valentine menghela napas, wajahnya mulai memerah karena kesal. Tatapannya tajam menyorot Paula, yang tanpa sepatah kata memilih berjalan menjauh ke arah kanan. Namun, Jexon tak membiarkannya pergi begitu saja. Dengan langkah cepat, hampir seperti berlari kecil, dia mengejar Paula.“Paula,” panggilnya seraya meraih pergelangan tangan wanita muda itu. Genggamannya kuat, memastikan Paula tak bisa melangkah lebih jauh.Paula menghentikan langkahnya, tetapi tidak berbalik. Tatapannya tetap lurus ke depan, menghindari Jexon.“Saya mau bicara sama kamu. Ini penting,” ujar Jexon tegas, nada suaranya lebih serius dari biasanya.Per

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status