All Chapters of NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!: Chapter 251 - Chapter 260

280 Chapters

251. PULANG

Puspita menyandarkan kepalanya di bahu Pram, matanya menatap jendela pesawat dengan tatapan berbinar. Awan-awan putih yang berarak di langit biru tampak begitu indah di matanya, seolah menari menyambut kepulangannya.Di kejauhan, sinar matahari menembus celah awan, membentuk semburat keemasan yang berkilauan seperti permata. Sementara di bawah sana, garis pantai terlihat samar, membentang seperti sapuan kuas di atas kanvas biru samudera.Dadanya penuh haru. Ia benar-benar pulang. Pulang dalam keadaan sehat, tanpa kursi roda, tanpa tongkat, dan tanpa harus bergantung pada orang lain. Tanpa pula harus menutup wajah karena merasa malu."Mas, terima kasih," bisiknya lembut, suaranya bergetar karena emosi.Pram menoleh, mengusap lembut kepala istrinya yang tertutup kerudung hijau muda. "Untuk?"Puspita menegakkan tubuhnya, menatap suaminya dengan mata berbinar penuh cinta. "Untuk semuanya. Untuk kesabaran Mas mengurusku selama ini. Untuk setiap kali Mas menghapus air mataku saat aku hampir
last updateLast Updated : 2025-04-02
Read more

252. KESALAHAN BESAR

"Di mana Bang Prabu? Kenapa tidak ikut makan bersama kita? Bukankah ia juga seharusnya menyambutku?"Hening. Seperti ada udara yang tiba-tiba membeku di ruangan itu. Semua orang saling berpandangan, sementara wajah Opa dan Oma berubah tegang. Pram yang duduk di sebelah Puspita semakin menggenggam tangannya erat, memberikan dukungan."Bang Prabu baik-baik aja, kan?" lanjut Puspita lagi, memandang Opa dan Oma bergantian.Oma dan Opa saling berpandangan lagi sebelum Oma menghela napas berat. "Puspita, kamu baru pulang, sayang. Kita baru menikmati kebersamaan ini. Opa sama Oma sedang menikmati waktu bersama kamu. Sebaiknya kita tidak membicarakan hal di luar ini."Puspita mengerutkan keningnya. "Kenapa, Oma? Bukankah Bang Prabu itu kakakku? Keluarga kita? Kenapa aku tidak boleh bertanya?" tanyanya lagi, masih hati-hati dan dengan suara lembut.Lagi-lagi sepasang suami istri sepuh itu saling pandang sebelum akhirnya Opa yang angkat bicara."Puspita, begini, Nak. Pramudya itu suamimu. Dia y
last updateLast Updated : 2025-04-02
Read more

253. TEKAD BULAT

Puspita duduk di tepi ranjang dengan mata menerawang. Tangannya terlipat di pangkuan, sementara Pram berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan ekspresi tak terbaca. Kamar yang awalnya nyaman kini terasa sesak oleh berbagai emosi yang menggelayuti mereka."Ternyata Opa tetap keras kepala." Suara Puspita lirih, namun penuh kepastian. "Begitu sulit meluluhkannya. Aku tidak bisa membawa Bang Prabu kembali.”Pram menoleh, memperhatikan wajah istrinya yang tampak lelah namun penuh tekad. Ia melangkah mendekat dan duduk di sampingnya. "Jangan merasa seperti itu. Kamu sudah mencoba, Sayang. Kalau Opa tetap keras hati, itu bukan salahmu.”“Argumenku sama sekali tidak berarti.”“Mungkin karena kamu belum lama mengenal beliau. Belum mengenal baik wataknya. Sisi mana yang mudah disentuh dari diri Opa. Mungkin juga kamu terlalu cepat menyampaikan ini, Sayang. Mungkin jika kita tinggal di sini beberapa lama, dan kamu lebih mengenal watak opamu, bisa lebih mudah meluluhkannya.”Puspita menggel
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

254. LEBIH BAIK

Pagi itu, aroma roti bakar dan telur dadar menguar dari dapur, berpadu dengan semerbak harum teh melati yang mengepul dari dua cangkir di meja makan. Matahari baru saja menampakkan dirinya, sinarnya menembus jendela dan menghangatkan ruangan.Di ruang tengah, Prabu tengah membantu Irena yang berusaha mengenakan kerudung sambil duduk di sofa. Perutnya yang membuncit membuat geraknya terbatas, tapi senyumnya tetap tak pernah surut."Aku bisa sendiri, Mas," gumam Irena, meski tak menolak saat tangan Prabu merapikan ujung kerudungnya dengan lembut."Bukan soal bisa atau enggak. Aku cuma pengin manjain istriku," balas Prabu, menatap wajah istrinya yang makin bercahaya sejak kehamilan masuk trimester ketiga.Irena tertawa pelan, matanya mengerjap lemah. "Kamu bikin aku merasa ... dicintai tanpa syarat, Mas," ujarnya penuh haru. Sungguh, setelah menikah dengan Prabu ia memang merasa sangat diratukan. Ketakutannya dulu mengingat usia Prabu yang lima tahun lebih muda darinya, ternyata tidak te
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

255. KEPANIKAN

Sirine ambulans meraung nyaring, membelah jalanan ibu kota yang mulai padat oleh kendaraan pagi. Suara itu seperti dentuman yang memecah kesunyian hati Prabu, menggema bersamaan dengan denyut jantungnya yang tak karuan. Mobil-mobil di sekitar menepi, memberi ruang, seolah ikut menyadari betapa gentingnya situasi yang tengah mereka hadapi. Di dalam kabin ambulans yang sempit namun penuh kecemasan itu, udara terasa menekan dada, mencekik perlahan namun pasti.Prabu duduk di kursi belakang, tubuhnya condong ke arah Irena yang terbaring di atas tandu darurat. Ia menggenggam tangan istrinya erat-erat, seolah lewat genggaman itu ia bisa mengirimkan kekuatan, cinta, dan harapan agar wanita yang dicintainya tetap bertahan. Tangan Irena begitu dingin, nyaris tak berdenyut, seperti sepotong es yang dipegang Prabu dengan gemetar. Keringat dingin membasahi pelipis Prabu, matanya terus menatap wajah pucat istrinya—seputih kain kafan—dengan sorot yang penuh ketakutan.Mata Irena hanya setengah terb
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

256

Pram dan Puspita duduk berdampingan di kursi tunggu ruang UGD. Keduanya membisu, hanya saling menggenggam tangan satu sama lain. Detik demi detik terasa berjalan lambat. Jam di dinding seakan sengaja mempermainkan waktu, membuat jantung mereka berdetak lebih cepat dalam diam.Puspita sesekali menatap pintu yang masih tertutup rapat, bibirnya bergetar seperti hendak melafalkan doa yang sama berulang kali. “Ya Allah, lindungi Dokter Irena... lindungi bayinya....” bisiknya nyaris tanpa suara.Pram menggenggam tangan istrinya lebih erat, walau ia sendiri tengah bertarung dengan kekhawatiran.Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Prabu muncul dengan langkah gontai. Tatapannya kosong, wajahnya pucat seperti baru disiram kabar paling buruk dalam hidupnya. Pram dan Puspita langsung berdiri. Mereka tak menyapanya, hanya menuntun kakak tercinta itu ke kursi.“Bang, duduk dulu. Pelan-pelan,” ujar Puspita sambil menopang bahu Prabu yang mulai goyah.Puspita merunduk di hadapan Prabu, tangannya
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

257.

Suasana di depan ruang UGD masih diselimuti kecemasan yang pekat, seakan waktu berjalan lambat dan udara terasa lebih berat dari biasanya. Aroma antiseptik bercampur dengan rasa cemas yang menguar dari wajah-wajah tegang di lorong rumah sakit.Setelah Prabu masuk mengikuti perawat untuk menandatangani surat izin operasi, keheningan kembali membungkus koridor. Tak ada suara selain detak jam dinding dan langkah perawat yang sesekali lewat.Puspita duduk lunglai di kursi rumah sakit, tubuhnya sedikit membungkuk, kedua tangannya memeluk tas selempangnya erat-erat seolah itu satu-satunya benda yang bisa ia genggam agar tak runtuh. Wajahnya pucat, matanya sembap, dan semburat merah tak bisa disembunyikan meski ia berusaha keras untuk tegar. Sesekali ia mengusap air mata yang nyaris jatuh, lalu menarik napas panjang seperti menahan sesuatu yang menyesakkan di dada.Pram berdiri tak jauh darinya, bersandar di tembok dengan tubuh tegap, tapi matanya menunjukkan kegelisahan. Rahangnya mengeras,
last updateLast Updated : 2025-04-06
Read more

258. HARAPAN

Lampu-lampu putih di lorong NICU menyilaukan mata, tapi tak cukup terang untuk menyingkirkan bayang-bayang kecemasan yang menggulung dada Prabu. Di balik kaca tebal yang dipenuhi embun, ia berdiri terpaku menatap sosok mungil yang terbaring dalam inkubator. Bayi laki-laki yang baru saja ia beri nama: Pravero Raja.Mata Prabu sembab. Hidungnya memerah, dan bibirnya terkatup rapat menahan gemuruh emosi yang sulit dijelaskan.Bayi itu terlalu kecil. Terlalu rapuh. Selang-selang menempel di tubuh mungilnya, alat bantu pernapasan mendesis pelan di sisi kepala, sementara dada kecilnya naik turun tidak beraturan.Tangan Prabu menggenggam kaca, seolah ingin menyentuh, merasakan kehadiran darah dagingnya … tetapi tak bisa. Jarak itu terlalu dingin. Terlalu asing.“Maafin Papa, Nak ….” bisik Prabu, suaranya parau.Air mata jatuh satu per satu, tak ditahan lagi. “Kamu belum waktunya lahir … tapi kamu harus berjuang sendirian sekarang. Tanpa pelukan Bunda. Tanpa suara Papa yang bisa kamu dengar l
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

259. AKU MOHON

Langkah-langkah Andini terasa berat mengikuti perawat melewati lorong sepi menuju ruang ICU. Degup jantungnya berpacu, penuh tanya dan kecemasan yang saling berlomba menyesaki pikirannya. Ia menduga mungkin Irena membutuhkan transfusi darah atau tindakan medis lainnya. Bukankah ia satu-satunya saudara kandung Irena? Pantas jika ia dipanggil. Tapi, mengapa tidak dijelaskan di luar tadi?Andini menelan ludah ketika sang perawat memberinya pakaian khusus berwarna biru."Silakan, Mbak, ganti dulu. Nanti saya antar masuk."Tanpa banyak tanya, Andini mengenakan pakaian itu. Hatinya berharap-harap cemas, tetapi tetap menggenggam keyakinan bahwa ini adalah pertanda baik. Kakaknya telah sadar. Itu kabar yang selama tiga hari ini dinanti.Pintu ICU terbuka perlahan. Udara dingin menyambut langkah Andini saat ia masuk dengan pelan. Di sana, di atas ranjang dengan selang-selang di tubuhnya, Irena terbaring lemah. Prabu berdiri di sisi kiri ranjang, matanya sembap, tubuhnya membungkuk, memegangi t
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more

260. PENGORBANAN

Ruangan itu terlalu putih, terlalu hening, dan terlalu dingin untuk hati yang baru saja kehilangan. Prabu duduk di sudut, tubuhnya kaku seperti patung, matanya kosong menatap lantai seakan berharap waktu bisa ditarik mundur.Pintu terbuka perlahan. Seorang wanita berjas putih seumuran Irena masuk dengan langkah hati-hati. Dr. Dira—dokter kandungan yang menangani Irena sejak awal kehamilan—juga rekan sejawatnya.“Pak Prabu…” panggil Dira pelan. Wanita itu duduk di hadapan Prabu, dibatasi meja.Prabu tidak menjawab. Tatapannya kosong. Jiwanya seolah hilang.Dira menarik napas panjang, mencoba mencari cara paling manusiawi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tidak ada cara mudah untuk memberitahu seorang suami bahwa istrinya telah pergi… karena keinginan besar untuk menjadi ibu.“Saya tahu ini berat,” ucap Dira akhirnya. “Tapi Anda berhak tahu semuanya.”Prabu menoleh perlahan, wajahnya penuh luka yang belum sempat berdarah. “Kenapa... kenapa bisa begini, Dok? Dia cuma...
last updateLast Updated : 2025-04-10
Read more
PREV
1
...
232425262728
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status