Share

255. KEPANIKAN

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-05 17:53:10

Sirine ambulans meraung nyaring, membelah jalanan ibu kota yang mulai padat oleh kendaraan pagi. Suara itu seperti dentuman yang memecah kesunyian hati Prabu, menggema bersamaan dengan denyut jantungnya yang tak karuan. Mobil-mobil di sekitar menepi, memberi ruang, seolah ikut menyadari betapa gentingnya situasi yang tengah mereka hadapi. Di dalam kabin ambulans yang sempit namun penuh kecemasan itu, udara terasa menekan dada, mencekik perlahan namun pasti.

Prabu duduk di kursi belakang, tubuhnya condong ke arah Irena yang terbaring di atas tandu darurat. Ia menggenggam tangan istrinya erat-erat, seolah lewat genggaman itu ia bisa mengirimkan kekuatan, cinta, dan harapan agar wanita yang dicintainya tetap bertahan. Tangan Irena begitu dingin, nyaris tak berdenyut, seperti sepotong es yang dipegang Prabu dengan gemetar. Keringat dingin membasahi pelipis Prabu, matanya terus menatap wajah pucat istrinya—seputih kain kafan—dengan sorot yang penuh ketakutan.

Mata Irena hanya setengah terb
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
mewek rasany...sedih banget baru rasaiin bahagia
goodnovel comment avatar
Mira Gianto
ngebacanya sambil mewek terus, kasihan prabu dan irena..yang kuat ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   256

    Pram dan Puspita duduk berdampingan di kursi tunggu ruang UGD. Keduanya membisu, hanya saling menggenggam tangan satu sama lain. Detik demi detik terasa berjalan lambat. Jam di dinding seakan sengaja mempermainkan waktu, membuat jantung mereka berdetak lebih cepat dalam diam.Puspita sesekali menatap pintu yang masih tertutup rapat, bibirnya bergetar seperti hendak melafalkan doa yang sama berulang kali. “Ya Allah, lindungi Dokter Irena... lindungi bayinya....” bisiknya nyaris tanpa suara.Pram menggenggam tangan istrinya lebih erat, walau ia sendiri tengah bertarung dengan kekhawatiran.Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Prabu muncul dengan langkah gontai. Tatapannya kosong, wajahnya pucat seperti baru disiram kabar paling buruk dalam hidupnya. Pram dan Puspita langsung berdiri. Mereka tak menyapanya, hanya menuntun kakak tercinta itu ke kursi.“Bang, duduk dulu. Pelan-pelan,” ujar Puspita sambil menopang bahu Prabu yang mulai goyah.Puspita merunduk di hadapan Prabu, tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   257.

    Suasana di depan ruang UGD masih diselimuti kecemasan yang pekat, seakan waktu berjalan lambat dan udara terasa lebih berat dari biasanya. Aroma antiseptik bercampur dengan rasa cemas yang menguar dari wajah-wajah tegang di lorong rumah sakit.Setelah Prabu masuk mengikuti perawat untuk menandatangani surat izin operasi, keheningan kembali membungkus koridor. Tak ada suara selain detak jam dinding dan langkah perawat yang sesekali lewat.Puspita duduk lunglai di kursi rumah sakit, tubuhnya sedikit membungkuk, kedua tangannya memeluk tas selempangnya erat-erat seolah itu satu-satunya benda yang bisa ia genggam agar tak runtuh. Wajahnya pucat, matanya sembap, dan semburat merah tak bisa disembunyikan meski ia berusaha keras untuk tegar. Sesekali ia mengusap air mata yang nyaris jatuh, lalu menarik napas panjang seperti menahan sesuatu yang menyesakkan di dada.Pram berdiri tak jauh darinya, bersandar di tembok dengan tubuh tegap, tapi matanya menunjukkan kegelisahan. Rahangnya mengeras,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   258. HARAPAN

    Lampu-lampu putih di lorong NICU menyilaukan mata, tapi tak cukup terang untuk menyingkirkan bayang-bayang kecemasan yang menggulung dada Prabu. Di balik kaca tebal yang dipenuhi embun, ia berdiri terpaku menatap sosok mungil yang terbaring dalam inkubator. Bayi laki-laki yang baru saja ia beri nama: Pravero Raja.Mata Prabu sembab. Hidungnya memerah, dan bibirnya terkatup rapat menahan gemuruh emosi yang sulit dijelaskan.Bayi itu terlalu kecil. Terlalu rapuh. Selang-selang menempel di tubuh mungilnya, alat bantu pernapasan mendesis pelan di sisi kepala, sementara dada kecilnya naik turun tidak beraturan.Tangan Prabu menggenggam kaca, seolah ingin menyentuh, merasakan kehadiran darah dagingnya … tetapi tak bisa. Jarak itu terlalu dingin. Terlalu asing.“Maafin Papa, Nak ….” bisik Prabu, suaranya parau.Air mata jatuh satu per satu, tak ditahan lagi. “Kamu belum waktunya lahir … tapi kamu harus berjuang sendirian sekarang. Tanpa pelukan Bunda. Tanpa suara Papa yang bisa kamu dengar l

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   259. AKU MOHON

    Langkah-langkah Andini terasa berat mengikuti perawat melewati lorong sepi menuju ruang ICU. Degup jantungnya berpacu, penuh tanya dan kecemasan yang saling berlomba menyesaki pikirannya. Ia menduga mungkin Irena membutuhkan transfusi darah atau tindakan medis lainnya. Bukankah ia satu-satunya saudara kandung Irena? Pantas jika ia dipanggil. Tapi, mengapa tidak dijelaskan di luar tadi?Andini menelan ludah ketika sang perawat memberinya pakaian khusus berwarna biru."Silakan, Mbak, ganti dulu. Nanti saya antar masuk."Tanpa banyak tanya, Andini mengenakan pakaian itu. Hatinya berharap-harap cemas, tetapi tetap menggenggam keyakinan bahwa ini adalah pertanda baik. Kakaknya telah sadar. Itu kabar yang selama tiga hari ini dinanti.Pintu ICU terbuka perlahan. Udara dingin menyambut langkah Andini saat ia masuk dengan pelan. Di sana, di atas ranjang dengan selang-selang di tubuhnya, Irena terbaring lemah. Prabu berdiri di sisi kiri ranjang, matanya sembap, tubuhnya membungkuk, memegangi t

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   260. PENGORBANAN

    Ruangan itu terlalu putih, terlalu hening, dan terlalu dingin untuk hati yang baru saja kehilangan. Prabu duduk di sudut, tubuhnya kaku seperti patung, matanya kosong menatap lantai seakan berharap waktu bisa ditarik mundur.Pintu terbuka perlahan. Seorang wanita berjas putih seumuran Irena masuk dengan langkah hati-hati. Dr. Dira—dokter kandungan yang menangani Irena sejak awal kehamilan—juga rekan sejawatnya.“Pak Prabu…” panggil Dira pelan. Wanita itu duduk di hadapan Prabu, dibatasi meja.Prabu tidak menjawab. Tatapannya kosong. Jiwanya seolah hilang.Dira menarik napas panjang, mencoba mencari cara paling manusiawi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tidak ada cara mudah untuk memberitahu seorang suami bahwa istrinya telah pergi… karena keinginan besar untuk menjadi ibu.“Saya tahu ini berat,” ucap Dira akhirnya. “Tapi Anda berhak tahu semuanya.”Prabu menoleh perlahan, wajahnya penuh luka yang belum sempat berdarah. “Kenapa... kenapa bisa begini, Dok? Dia cuma...

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   261. KEHILANGAN MENDALAM

    Sudah seminggu sejak Irena pergi.Langit tak lagi mendung seperti saat pemakamannya, tapi hati Prabu tetap terasa kelabu. Hari-hari dilaluinya dalam kabut duka yang tak kunjung reda. Namun hari ini, ia menapakkan kaki ke NICU dengan dada yang berbeda. Bukan karena sedihnya sudah hilang, tapi karena ia punya alasan untuk terus berdiri: Raja.Bayi kecil itu kini menjadi satu-satunya penguatnya, satu-satunya alasan untuk terus melangkah, walau langkah itu seperti menyeret luka yang belum kering. Prabu berdiri lama di balik kaca inkubator, menatap tubuh mungil yang tertidur dalam dekapan mesin dan selang. Bayi itu masih berjuang, sama seperti ibunya dulu—berjuang melahirkan di tengah nyawa yang perlahan surut.Tangannya merapat ke kaca, seperti ingin menyentuh kulit Raja yang halus dan rapuh. Matanya mulai berkaca, tapi kali ini ia tak lagi menyekanya buru-buru. Ia biarkan air mata itu jatuh, mengalir diam-diam dalam sunyi yang menyiksa.Prabu mengingat jelas bagaimana Irena tertawa saat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   262. BINGUNG

    Prabu tertegun. Ucapan Andini barusan terasa seperti guntur di siang bolong. Membawa Chiara? Jauh dari sini? Dari dirinya?Dadanya mendadak sesak. Ia memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan gejolak dalam hati. Ia tahu, tidak adil menahan Andini di sini. Tapi membiarkan Chiara pergi? Itu pun terasa sama menyakitkannya. Ia bahkan masih tinggal di apartemen Irena saat ini.“Irena … kau ingin aku menjaga Raja dan Chiara, bukan?” batinnya lirih. “Lalu bagaimana jika aku harus melepas salah satunya?”Ia menatap wajah Chiara yang terlelap, begitu damai dalam tidurnya. Gadis kecil itu sudah kehilangan ibunya. Apa harus kehilangan rumah dan semua yang dikenalnya juga?Prabu menggigit bibir, lalu menoleh ke arah Andini. “Kamu yakin mau membawa Chiara?”Andini mengangguk mantap. “Yakin. Aku akan lebih tenang jika dia bersamaku. Di sana aku bisa mengawasinya langsung. Dan aku juga bisa tetap bekerja. Jika ia tetap di sini, ia akan terus teringat bundanya, dan aku tidak bisa menjaganya.”“La

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   263. DILEMMA

    “Puspita—adikmu. Kau kira aku menikahinya dengan cara bagaimana?” Pram lirih.Kening Prabu berkerut. Dari penyelidikan saat mencari adiknya, ia memang mendapat info bahwa dulunya Puspita adalah pembantu yang dinikahi Pram selaku majikan, tetapi cerita detailnya tentu saja ia tidak tahu.“Istriku, Soraya, kala itu memintaku menikahi pengasuh anak kami. Bahkan saat dia masih hidup. Bayangkan, Bang. Istriku masih hidup, dan ia sakit keras. Tapi dia memintaku menikahi wanita lain, yang tentu saja saat itu tidak aku cintai.”Prabu mengangguk pelan. Ia ingat kisah itu, meski tak pernah menyelaminya sedalam ini.Pram melanjutkan, “Aku juga tak siap waktu itu. Aku tak mencintai Puspita. Tapi Soraya bersikeras. Katanya, hanya dia yang pantas menjaga anak kami kalau nanti dia pergi. Dan aku... aku akhirnya menurut.”Hening sejenak. Prabu merenung. Ia baru tahu jika awalnya Pram terpaksa menikahi Puspita.“Kamu masih mending, Bang. Istrimu sudah pergi saat kebingungan seperti ini, sementara aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12

Bab terbaru

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   273. TERLALU CEPAT

    Andini duduk termenung di depan meja rias. Pantulan wajahnya di cermin terlihat lelah, mata sembab bekas menangis meski riasan masih rapi. Di dadanya sesak. Hari ini... ia resmi menjadi istri Prabu."Istri," gumamnya lirih.Kata itu terasa asing, berat, sekaligus menakutkan. Seolah menggantung di antara realita dan mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia teringat bagaimana Prabu menunduk patuh saat ijab kabul. Tanpa ekspresi, seperti membaca naskah tanpa emosi. Hanya sekilas tatapan mata yang terasa tulus saat ia menatapnya setelah akad, selebihnya hampa. Datar. Dingin. Semua yang dilakukannya ... bukan karena cinta.Andini menunduk. Ada luka yang tak bisa dilihat, tapi terasa mengiris di dalam dadanya. Ia tahu, Prabu menikahinya demi amanat Irena. Amanat dari seseorang yang sudah tiada, yang terlalu besar untuk ditolak oleh siapa pun—termasuk dirinya.Ia menghela napas berat. Dadanya bergemuruh dengan perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Haru, kecewa, duka, bah

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   272. TERIMA KASIH

    Seminggu berlalu …Mendung menggantung seolah ikut merasakan kesedihan yang masih membekas di hati banyak orang. Dua minggu bukan waktu yang cukup untuk menghapus luka, terutama kehilangan sebesar Irena. Tapi hidup tak menunggu siapa pun. Dan hari ini, Prabu akan mengucapkan janji baru di hadapan penghulu.Di ruangan kecil yang menjadi bagian sebuah masjid, Pram berdiri di samping kakak iparnya. Ia memandangi Prabu yang duduk tegang menunggu Andini didandani di dalam sana. Wajah kakak iparnya itu serius, matanya tampak lelah.“Bang …,” panggil Pram pelan tapi tegas. “Bawa santai saja,” lanjutnya seraya menepuk pundak Prabu.Prabu tidak menjawab. Hanya berkedip lemah. Meski sangat ingin pernikahan ini terjadi, tentu saja hatinya masih bertentangan. Kalaupun ia kemarin berjuang keras meyakinkan Andini agar mau menikah dengannya, semua karena amanat Irena dan juga demi kebaikan anak-anaknya. Bukan karena perasaannya terhadap wanita itu.Terkadang ia merasa bersalah pada adik iparnya itu.

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   271. GEMAS

    “Kalian di sini?” suara Prabu tercekat, nyaris tak terdengar.Tubuhnya masih setengah membungkuk, napasnya tersengal. Pandangannya menangkap dua sosok di ujung lorong ruang NICU: seorang perempuan berkerudung dengan balutan coat cokelat muda, dan seorang gadis kecil yang sedang duduk di kursi tunggu sambil memeluk boneka.Andini. Chiara.Sementara di sekitar mereka, berkumpul sepasang orang tua, sepasang suami istri muda, dan juga seorang anak perempuan berusia tiga tahun. Semua orang itu kini menatap Prabu yang masih terduduk lemas di lantai rumah sakit.Prabu memejamkan matanya setelah memastikan bahwa pandangannya tidak salah. Ia memejamkan mata seolah ingin membuang rasa sesak yang bertubi-tubi datang yang nyaris merenggut nyawanya.Prabu masih memejam sampai sentuhan kecil terasa di pundaknya.“Papa kenapa?”Prabu membuka mata dan mendapati gadis enam tahun yang memeluk boneka itu berdiri tepat di hadapannya.“Kenapa Papa nangis? Kenapa Papa lari-lari?” tanyanya lagi dengan tatap

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   270.

    Langkah Prabu terhenti di depan pintu apartemen. Napasnya memburu, dada sesak menahan harap yang mulai menipis. Ia langsung menerobos masuk setelah Mbak Sri membuka pintu. Kakinya refleks melangkah menuju kamar Chiara, tempat mereka biasa tidur selama ini.Kosong.Selain Mbak Sri yang menatapnya sendu dari balik pintu, tak ada sesiapa pun lagi di sana.Ruang itu terasa asing, sepi, dan dingin. Koper-koper, kardus, mainan—semuanya telah lenyap. Tirai jendela dibiarkan setengah terbuka, membiarkan cahaya pagi masuk, menyinari ruangan dengan suram. Bekas-bekas keberadaan mereka pun seperti telah disapu bersih waktu.“Andini… Chiara…” gumamnya pelan, suaranya pecah, nyaris tak terdengar.Ia bergegas keluar dari kamar itu, menelusuri ruang demi ruang seperti masih berharap menemukan bayangan mereka. Tapi tidak ada. Bantal-bantal sudah ditumpuk rapi, lemari pakaian kosong, bahkan sandal kecil milik Chiara pun tak tampak di dekat pintu.“Kalian… sudah pergi?” bisiknya lagi, kini dengan suara

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   269

    Prabu berdiri di ambang pintu kamar, mematung. Pintu terbuka, dan dari celah itu, terlihat punggung Andini dan Chiara yang tengah sibuk berkemas. Koper besar terbuka di atas tempat tidur, dan beberapa kardus kecil diletakkan di lantai, sebagian sudah ditutup dengan lakban.Hati Prabu terasa hampa. Seperti ruangan itu—tak lagi memiliki sisa tawa, tak ada jejak yang bisa ia pertahankan.Andini melipat satu helai baju kecil milik Chiara lalu menaruhnya di dalam koper. Gerakannya tenang, rapi, tanpa suara. Tapi justru dari ketenangan itu, Prabu bisa membaca begitu banyak hal: luka yang ditekan, kecewa yang disembunyikan, dan entah apa lagi.Chiara duduk di lantai sambil memilih beberapa buku dan mainan kesukaannya. Anak itu terlihat sangat tenang dan menurut. Tidak terlihat sedih, protes, apalagi tantrum. Begitu pandai Andini memberi pengertian. Prabu angkat jempol untuk itu.Di samping anak itu, sebuah bingkai foto diletakkan hati-hati: foto keluarga mereka. Prabu, Irena yang sedang meng

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   268

    Prabu berjalan lunglai kembali ke ruang NICU. Kalimat penolakan Andini terus terngiang di telinganya saat ia menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.“Aku bawa mobil sendiri, Mas. Tidak usah khawatir. Aku hanya minta satu hal, tolong segera urus surat pindah sekolah Chiara. Aku ingin semua beres sebelum kami berangkat.”Kalimat itu disampaikan Andini tanpa sedikit pun nada benci atau amarah. Justru terlalu tenang. Dan ketenangan itulah yang menusuk paling dalam.Prabu mengangguk pelan, menahan napas yang rasanya mulai sesak di dada. Ia tak bisa memaksa. Tidak setelah semua yang terjadi.Oma, Opa, dan Puspita hanya menatapnya dari kejauhan, tak ada satu pun yang berani bicara. Tatapan mereka penuh luka dan iba, tapi mereka memilih diam. Mereka tahu, satu kata saja bisa jadi pemicu amarah Prabu yang tengah rapuh. Dan mereka tidak ingin Prabu kembali menjauh dari mereka. Tidak lagi. Mereka juga tak ingin memaksakan lagi kehendak. Hanya bisa berdiri di sampingnya apa pun keputusannya.L

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   267. BUKAN SIAPA-SIAPA

    Prabu membeku di tempatnya. Ia seperti baru saja dijatuhkan dari tempat tinggi tanpa sempat bersiap. Napasnya tercekat, tenggorokannya mengering. Kalimat Andini masih bergema di telinganya."Kami akan segera berangkat setelah semuanya selesai." Berangkat? Mereka benar-benar akan pergi?Keheningan bercampur dengan dinginnya suhu ruangan semakin membalut luka di hati Prabu. Ia menggenggam besi pembatas ranjang pasien erat. Jemarinya menegang, seperti hendak menahan sesuatu yang hendak pecah di dalam dadanya.“Din…” Suaranya lirih, nyaris tak terdengar. “Kau benar-benar yakin akan membawa Chiara pergi?”“Tentu saja.” Andini menjawab masih dengan suara datar.“Lalu, bagaimana dengan amanat Irena? Bukankah kakakmu meminta kita menjaga Chiara dan Raja sama-sama?”“Bukankah aku sudah pernah bilang sebaiknya kita berbagi tugas, Mas?”“Apa kamu tidak ingin membantu mengurus Raja?”Andini diam sejenak. “Aku tidak bisa terus-terusan di sini. Aku punya pekerjaan. Punya tanggung jawab. Makanya aku

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   266. ABAI

    Prabu terpaku. Cangkir di tangannya nyaris jatuh jika tak segera ia letakkan ke meja. Ia menoleh ke Puspita, yang langsung menghindari tatapan itu. Sementara Opa dan Oma menatapnya dengan sorot penuh harap.Prabu menghela napas berat. Seberat beban dalam dadanya.“Aku baru saja kehilangan istri. Bahkan belum genap sepuluh hari. Aku belum mau memikirkan hal itu,” kilah Prabu lelah. Ia tidak mengira jika keluarganya berharap seperti itu.Ya, ia yakin jika semua keluarganya mengharapkan ia menikahi Andini. Buktinya, Puspita dan Opa juga diam saja, tak memberikan komentar apa pun. Ia sangat yakin jika semua orang sepemikiran. Hanya saja mewakilkan semua pada Oma karena tahu, ucapan Oma adalah yang paling ia dengar.Oma ikut-ikutan menghela napas berat.“Oma tahu. Kami sangat tahu hal itu, sakit ditinggalkan memang tidak ada obatnya. Hanya saja perlu kamu ingat, rasa sakit melihat darah daging kita tumbuh dalam ketimpangan kasih sayang akan lebih menyakitkan nantinya. Kami tidak mau meliha

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   265. LANGKAH PRABU

    Prabu membeku. Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Puspita membentur dadanya seperti palu godam.“Mereka… datang ke apartemen sebelum Irena dibawa ke rumah sakit?” gumamnya nyaris tak terdengar.Puspita mengangguk kuat. “Iya, Bang. Aku berani bersaksi karena aku membersamai mereka. Kami tidak tahu jika Abang baru saja mengantar dokter Irena ke rumah sakit. Kami baru tahu setelah bertemu Mbak Sri dan Chiara di sana.”Sekali lagi Prabu tertegun. Saat itu ia memang buru-buru membawa Irena dengan segala kepanikannya. Tidak memperhatikan sekitar.“Kalau Abang tidak percaya,” lanjut Puspita sambil menatap mata kakaknya lembut, “silakan periksa CCTV di apartemen.”Suasana mendadak sunyi. Bahkan suara mesin inkubator terasa nyaring di tengah keheningan itu. Prabu membeku, menatap wajah Puspita dengan sorot masih tak percaya, lalu menoleh perlahan ke arah Oma.Wanita tua itu masih berdiri di sana dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Matanya sembap, tapi dalam sorotnya, Prabu menemuka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status