Share

252. KESALAHAN BESAR

Author: Rosemala
last update Last Updated: 2025-04-02 23:41:04

"Di mana Bang Prabu? Kenapa tidak ikut makan bersama kita? Bukankah ia juga seharusnya menyambutku?"

Hening. Seperti ada udara yang tiba-tiba membeku di ruangan itu. Semua orang saling berpandangan, sementara wajah Opa dan Oma berubah tegang. Pram yang duduk di sebelah Puspita semakin menggenggam tangannya erat, memberikan dukungan.

"Bang Prabu baik-baik aja, kan?" lanjut Puspita lagi, memandang Opa dan Oma bergantian.

Oma dan Opa saling berpandangan lagi sebelum Oma menghela napas berat. "Puspita, kamu baru pulang, sayang. Kita baru menikmati kebersamaan ini. Opa sama Oma sedang menikmati waktu bersama kamu. Sebaiknya kita tidak membicarakan hal di luar ini."

Puspita mengerutkan keningnya. "Kenapa, Oma? Bukankah Bang Prabu itu kakakku? Keluarga kita? Kenapa aku tidak boleh bertanya?" tanyanya lagi, masih hati-hati dan dengan suara lembut.

Lagi-lagi sepasang suami istri sepuh itu saling pandang sebelum akhirnya Opa yang angkat bicara.

"Puspita, begini, Nak. Pramudya itu suamimu. Dia y
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   253. TEKAD BULAT

    Puspita duduk di tepi ranjang dengan mata menerawang. Tangannya terlipat di pangkuan, sementara Pram berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan ekspresi tak terbaca. Kamar yang awalnya nyaman kini terasa sesak oleh berbagai emosi yang menggelayuti mereka."Ternyata Opa tetap keras kepala." Suara Puspita lirih, namun penuh kepastian. "Begitu sulit meluluhkannya. Aku tidak bisa membawa Bang Prabu kembali.”Pram menoleh, memperhatikan wajah istrinya yang tampak lelah namun penuh tekad. Ia melangkah mendekat dan duduk di sampingnya. "Jangan merasa seperti itu. Kamu sudah mencoba, Sayang. Kalau Opa tetap keras hati, itu bukan salahmu.”“Argumenku sama sekali tidak berarti.”“Mungkin karena kamu belum lama mengenal beliau. Belum mengenal baik wataknya. Sisi mana yang mudah disentuh dari diri Opa. Mungkin juga kamu terlalu cepat menyampaikan ini, Sayang. Mungkin jika kita tinggal di sini beberapa lama, dan kamu lebih mengenal watak opamu, bisa lebih mudah meluluhkannya.”Puspita menggel

    Last Updated : 2025-04-03
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   254. LEBIH BAIK

    Pagi itu, aroma roti bakar dan telur dadar menguar dari dapur, berpadu dengan semerbak harum teh melati yang mengepul dari dua cangkir di meja makan. Matahari baru saja menampakkan dirinya, sinarnya menembus jendela dan menghangatkan ruangan.Di ruang tengah, Prabu tengah membantu Irena yang berusaha mengenakan kerudung sambil duduk di sofa. Perutnya yang membuncit membuat geraknya terbatas, tapi senyumnya tetap tak pernah surut."Aku bisa sendiri, Mas," gumam Irena, meski tak menolak saat tangan Prabu merapikan ujung kerudungnya dengan lembut."Bukan soal bisa atau enggak. Aku cuma pengin manjain istriku," balas Prabu, menatap wajah istrinya yang makin bercahaya sejak kehamilan masuk trimester ketiga.Irena tertawa pelan, matanya mengerjap lemah. "Kamu bikin aku merasa ... dicintai tanpa syarat, Mas," ujarnya penuh haru. Sungguh, setelah menikah dengan Prabu ia memang merasa sangat diratukan. Ketakutannya dulu mengingat usia Prabu yang lima tahun lebih muda darinya, ternyata tidak te

    Last Updated : 2025-04-04
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   255. KEPANIKAN

    Sirine ambulans meraung nyaring, membelah jalanan ibu kota yang mulai padat oleh kendaraan pagi. Suara itu seperti dentuman yang memecah kesunyian hati Prabu, menggema bersamaan dengan denyut jantungnya yang tak karuan. Mobil-mobil di sekitar menepi, memberi ruang, seolah ikut menyadari betapa gentingnya situasi yang tengah mereka hadapi. Di dalam kabin ambulans yang sempit namun penuh kecemasan itu, udara terasa menekan dada, mencekik perlahan namun pasti.Prabu duduk di kursi belakang, tubuhnya condong ke arah Irena yang terbaring di atas tandu darurat. Ia menggenggam tangan istrinya erat-erat, seolah lewat genggaman itu ia bisa mengirimkan kekuatan, cinta, dan harapan agar wanita yang dicintainya tetap bertahan. Tangan Irena begitu dingin, nyaris tak berdenyut, seperti sepotong es yang dipegang Prabu dengan gemetar. Keringat dingin membasahi pelipis Prabu, matanya terus menatap wajah pucat istrinya—seputih kain kafan—dengan sorot yang penuh ketakutan.Mata Irena hanya setengah terb

    Last Updated : 2025-04-05
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   256

    Pram dan Puspita duduk berdampingan di kursi tunggu ruang UGD. Keduanya membisu, hanya saling menggenggam tangan satu sama lain. Detik demi detik terasa berjalan lambat. Jam di dinding seakan sengaja mempermainkan waktu, membuat jantung mereka berdetak lebih cepat dalam diam.Puspita sesekali menatap pintu yang masih tertutup rapat, bibirnya bergetar seperti hendak melafalkan doa yang sama berulang kali. “Ya Allah, lindungi Dokter Irena... lindungi bayinya....” bisiknya nyaris tanpa suara.Pram menggenggam tangan istrinya lebih erat, walau ia sendiri tengah bertarung dengan kekhawatiran.Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Prabu muncul dengan langkah gontai. Tatapannya kosong, wajahnya pucat seperti baru disiram kabar paling buruk dalam hidupnya. Pram dan Puspita langsung berdiri. Mereka tak menyapanya, hanya menuntun kakak tercinta itu ke kursi.“Bang, duduk dulu. Pelan-pelan,” ujar Puspita sambil menopang bahu Prabu yang mulai goyah.Puspita merunduk di hadapan Prabu, tangannya

    Last Updated : 2025-04-05
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   257.

    Suasana di depan ruang UGD masih diselimuti kecemasan yang pekat, seakan waktu berjalan lambat dan udara terasa lebih berat dari biasanya. Aroma antiseptik bercampur dengan rasa cemas yang menguar dari wajah-wajah tegang di lorong rumah sakit.Setelah Prabu masuk mengikuti perawat untuk menandatangani surat izin operasi, keheningan kembali membungkus koridor. Tak ada suara selain detak jam dinding dan langkah perawat yang sesekali lewat.Puspita duduk lunglai di kursi rumah sakit, tubuhnya sedikit membungkuk, kedua tangannya memeluk tas selempangnya erat-erat seolah itu satu-satunya benda yang bisa ia genggam agar tak runtuh. Wajahnya pucat, matanya sembap, dan semburat merah tak bisa disembunyikan meski ia berusaha keras untuk tegar. Sesekali ia mengusap air mata yang nyaris jatuh, lalu menarik napas panjang seperti menahan sesuatu yang menyesakkan di dada.Pram berdiri tak jauh darinya, bersandar di tembok dengan tubuh tegap, tapi matanya menunjukkan kegelisahan. Rahangnya mengeras,

    Last Updated : 2025-04-06
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   258. HARAPAN

    Lampu-lampu putih di lorong NICU menyilaukan mata, tapi tak cukup terang untuk menyingkirkan bayang-bayang kecemasan yang menggulung dada Prabu. Di balik kaca tebal yang dipenuhi embun, ia berdiri terpaku menatap sosok mungil yang terbaring dalam inkubator. Bayi laki-laki yang baru saja ia beri nama: Pravero Raja.Mata Prabu sembab. Hidungnya memerah, dan bibirnya terkatup rapat menahan gemuruh emosi yang sulit dijelaskan.Bayi itu terlalu kecil. Terlalu rapuh. Selang-selang menempel di tubuh mungilnya, alat bantu pernapasan mendesis pelan di sisi kepala, sementara dada kecilnya naik turun tidak beraturan.Tangan Prabu menggenggam kaca, seolah ingin menyentuh, merasakan kehadiran darah dagingnya … tetapi tak bisa. Jarak itu terlalu dingin. Terlalu asing.“Maafin Papa, Nak ….” bisik Prabu, suaranya parau.Air mata jatuh satu per satu, tak ditahan lagi. “Kamu belum waktunya lahir … tapi kamu harus berjuang sendirian sekarang. Tanpa pelukan Bunda. Tanpa suara Papa yang bisa kamu dengar l

    Last Updated : 2025-04-08
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   259. AKU MOHON

    Langkah-langkah Andini terasa berat mengikuti perawat melewati lorong sepi menuju ruang ICU. Degup jantungnya berpacu, penuh tanya dan kecemasan yang saling berlomba menyesaki pikirannya. Ia menduga mungkin Irena membutuhkan transfusi darah atau tindakan medis lainnya. Bukankah ia satu-satunya saudara kandung Irena? Pantas jika ia dipanggil. Tapi, mengapa tidak dijelaskan di luar tadi?Andini menelan ludah ketika sang perawat memberinya pakaian khusus berwarna biru."Silakan, Mbak, ganti dulu. Nanti saya antar masuk."Tanpa banyak tanya, Andini mengenakan pakaian itu. Hatinya berharap-harap cemas, tetapi tetap menggenggam keyakinan bahwa ini adalah pertanda baik. Kakaknya telah sadar. Itu kabar yang selama tiga hari ini dinanti.Pintu ICU terbuka perlahan. Udara dingin menyambut langkah Andini saat ia masuk dengan pelan. Di sana, di atas ranjang dengan selang-selang di tubuhnya, Irena terbaring lemah. Prabu berdiri di sisi kiri ranjang, matanya sembap, tubuhnya membungkuk, memegangi t

    Last Updated : 2025-04-10
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   260. PENGORBANAN

    Ruangan itu terlalu putih, terlalu hening, dan terlalu dingin untuk hati yang baru saja kehilangan. Prabu duduk di sudut, tubuhnya kaku seperti patung, matanya kosong menatap lantai seakan berharap waktu bisa ditarik mundur.Pintu terbuka perlahan. Seorang wanita berjas putih seumuran Irena masuk dengan langkah hati-hati. Dr. Dira—dokter kandungan yang menangani Irena sejak awal kehamilan—juga rekan sejawatnya.“Pak Prabu…” panggil Dira pelan. Wanita itu duduk di hadapan Prabu, dibatasi meja.Prabu tidak menjawab. Tatapannya kosong. Jiwanya seolah hilang.Dira menarik napas panjang, mencoba mencari cara paling manusiawi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tidak ada cara mudah untuk memberitahu seorang suami bahwa istrinya telah pergi… karena keinginan besar untuk menjadi ibu.“Saya tahu ini berat,” ucap Dira akhirnya. “Tapi Anda berhak tahu semuanya.”Prabu menoleh perlahan, wajahnya penuh luka yang belum sempat berdarah. “Kenapa... kenapa bisa begini, Dok? Dia cuma...

    Last Updated : 2025-04-10

Latest chapter

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   286

    “Kok, pergi?” Prabu bergumam heran, tubuhnya otomatis bangkit berdiri dari belakang meja.Tanpa menghiraukan panggilan sekretarisnya yang terdengar risih, Prabu segera melangkah cepat ke arah pintu.“Pak Prabu, ini belum selesai tanda tangannya—”Tapi Prabu tidak mendengarkan. Langkahnya mantap, menyusul sosok wanita yang baru saja keluar dengan wajah dingin dan sorot mata menusuk.“Andini!” panggilnya dari belakang.Namun wanita itu tak menoleh. Ia terus berjalan cepat melewati lorong kantor yang dipenuhi aktivitas siang hari. Tumit sneakers-nya berdetak keras melawan lantai marmer, berpacu dengan degup jantungnya yang tak kalah gaduh.“Andini! Tunggu!”Panggilan itu tak dihiraukan. Perasaan aneh mulai bercokol di dada Andini. Ia menyesal datang. Menyesal membawa sesuatu yang bahkan sekarang terasa konyol. Di tangannya tergenggam kotak makan berisi grilled salmon, makanan kesukaan Prabu. Ia tahu dari Oma tadi pagi.Andini sengaja memasak sendiri. Ia ingin memberi kejutan dengan tiba-

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   285.

    Andini menghela napas pelan sambil merapikan kerudung kemarin yang dipakainya lagi. Kemeja putih Prabu yang kebesaran kini sudah terganti dengan satu yang sedikit lebih pas—setidaknya tidak membuatnya terlihat seperti memakai daster laki-laki. Ia menemukan kemeja berwarna biru tua di dalam lemari, mungkin milik Prabu saat masih bujangan. Untuk bawahannya, ia beruntung menemukan celana jeans yang tampaknya sudah lama tidak dipakai.“Lumayan…” gumamnya pelan sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Meski masih kebesaran di beberapa bagian, setidaknya ia tidak terlihat seperti peserta lomba kostum paling nyeleneh pagi itu.Di belakangnya, Prabu bersandar di pintu sambil melipat tangan di dada. Kepalanya menggeleng pelan.Mereka keluar kamar setelah Andini merasa rapi, dan belum sempat mereka melangkah, mereka berpapasan dengan Puspita dan Pram yang juga sepertinya baru keluar kamar. Tangan keduanya yang saling mengait mesra menandakan bahwa mereka pasangan yang paling bahagia pagi ini.

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   284. TIDAK APA-APA

    Andini menahan napas, seluruh tubuhnya kaku seperti patung lilin. Jari-jarinya masih menempel di pipi Prabu, sementara matanya tak berkedip memandang lelaki itu yang kini membuka mata.Waktu seperti berhenti. Detik terasa seperti menit.Prabu menatapnya dalam diam. Tak ada ekspresi. Tak ada teguran. Tapi juga… tak ada senyum.Andini panik. Apa Prabu marah karena ia sudah lancang? Ah, ia sudah siap jika saja pria itu akan memarahinya.Namun tepat ketika ia hendak membuka mulut untuk meminta maaf atau sekadar mencari alasan, mata Prabu perlahan terpejam lagi. Tubuhnya bergeser sedikit, dan suara napasnya kembali terdengar pelan.“…Din…” gumamnya lirih, nyaris seperti bisikan dari alam mimpi.Andini menegakkan tubuhnya perlahan. “Mas?” tanyanya pelan, ragu.Tak ada jawaban. Hanya dengkuran lembut sebagai balasan.Andini mematung beberapa detik sebelum menjatuhkan diri ke kasur, punggungnya menghantam ranjang dengan lemas.“Ya Allah…” desahnya lega. “Dia cuma mengigau. Ya ampun, aku kira

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   283. BALADA BAJU DINAS

    Prabu mengangkat alis, meluaskan matanya. “Hmm… ya, ini Oma yang menyiapkan. Kamu bisa pilih salah satunya untuk malam ini,” ujarnya tanpa menoleh. Matanya masih menyapu seluruh koleksi baju di dalam lemari sambil menahan senyum.Andini mendesah frustrasi. Tangannya bersedekap di depan dada. “Aku tidak ganti baju saja,” ujarnya akhirnya, lalu berjalan pelan dan duduk di tepi ranjang. Ada rasa kesal, malu, dan bingung bercampur jadi satu di dalam hatinya. Situasi ini sungguh di luar dugaan.Prabu menutup pintu lemari perlahan, lalu berjalan mendekat ke arah Andini. Tatapannya lembut, tetapi suaranya mengandung ketegasan yang halus. “Ganti saja, tidak apa-apa. Itu sudah Oma siapkan buat kamu.”Andini mendongak, menatapnya sejenak lalu membuang pandangan lagi. “Aku tidak mungkin memakai pakaian seperti itu, Mas.”“Kenapa?” tanya Prabu, mengangkat satu tangannya, seolah benar-benar tidak mengerti.Wajah Andini memerah. Bibirnya mengatup rapat, mencoba menahan jawaban yang sebetulnya sudah

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   282. ADA KECOA?

    “Prilly sudah tidur?” tanya Andini dengan berbisik saat melihat Puspita bangkit dari ranjang Prilly. Mereka kini berada di dalam kamar di mana Chiara dan Prilly berbagi kamar. Ada dua tempat tidur kecil yang berdampingan di sana. Sengaja disediakan seperti itu agar saat kedua anak itu menginap mereka bisa menghabiskan waktu berdua.Puspita mengangguk. “Sudah, Mbak. Chiara bagaimana?” tanya Puspita balik, juga dengan berbisik.“Sudah,” Andini menjawab pelan sebelum bangkit dan merapikan selimut Chiara.Keduanya lalu keluar dari kamar itu setelah memastikan anak-anak lelap. Mereka baru saja membacakan dongeng pengantar tidur.“Chiara biasa dibacakan buku, ya?” tanya Andini setelah menutup pintu kamar dengan sangat hati-hati agar anak-anak tidak terganggu dengan suaranya.“Iya, Mbak. Sejak lahir kan, Prilly memang sama aku, jadi setiap mau tidur aku biasakan baca dongeng biar gampang tidurnya. Waktu dia baru lahir aku malah tidur sekamar sama dia, biar gampang kalau dia nangis.”“Ibunya?

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   281. BERARTI

    Suara lembut gesekan sendok dan garpu berpadu harmonis dengan dentingan piano klasik yang dimainkan langsung oleh seorang pianis profesional di sudut ruangan. Lampu gantung kristal berkilau di atas meja makan panjang berlapis taplak renda putih gading, menambah kesan megah di ruang makan utama kediaman keluarga Bimantara.Andini nyaris tak bisa memercayai semua ini. Ia berada di antara keluarga suaminya yang merupakan salah satu konglomerat negeri ini. Opa Rangga—pemilik kerajaan bisnis Bimantara Group—menyambutnya dengan pelukan dan senyum tulus sejak mereka tiba tadi sore. Bahkan Chiara dipeluk hangat oleh Oma, sebelum seorang pelayan membawanya menuju ruang bermain yang diisi segala jenis mainan edukatif impor.Benar-benar penyambutan sempurna untuk seseorang yang menjadi bagian keluarga itu pun tidak sengaja dan tanpa rencana. Sesuatu yang tidak pernah dirasakan oleh kakaknya dulu, kini justru didapatkan secara utuh olehnya. Rasa haru dan syukur membuncah di dada Andini, namun tet

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   280. BAJU DINAS

    Mungkin Prabu memang beruntung pernah memperistri Irena, tapi dirinya … ah, rasanya itu tidak mungkin. Tak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya. Bahkan menyiapkan sarapan pagi saja masih kerepotan.Andini tersenyum kaku sebelum akhirnya membuka suara lagi. “Kamu udah lama nikah, ya?”Puspita yang saat itu sedang menekuri ponselnya karena baru saja ada pesan masuk, menoleh sekilas. “Belum sampai dua tahun, Mbak,” jawabnya, tangan masih sibuk membalas pesan.“Jadi, kamu nikah umur dua puluh?”“Iya.”“Wah, hebat. Kamu nikah usia muda, tapi langsung bisa ngurus rumah tangga. Ngurus suami, ngurus anak sambung.”Puspita melirik lagi sedikit, lalu kembali pada ponselnya. Bibirnya menahan senyum. “Aku kan, dulu pembantu sebelum nikah sama Mas Pram, Mbak. Jadi, hal seperti itu sudah biasa kulakukan.”“Apa? Pembantu?” suara Andini terdengar sedikit lebih keras dari sebelumnya.“Hmmm…” Puspita mengangguk dan tersenyum lembut. “Aku pembantu di rumah Mas Pram. Bu Soraya, istri pertama Mas Pram y

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   279. IPAR

    Andini melangkah perlahan menyusuri lorong rumah sakit, aroma disinfektan menyambut tiap hembusan napasnya. Dari balik kaca besar ruang NICU, matanya tertuju pada satu inkubator kecil yang menampung makhluk mungil bernama Raja. Ia berdiri dalam diam, menatap dengan tatapan sendu dan penuh rindu. Setiap hari, ada rasa khawatir sekaligus harapan yang bertarung dalam dadanya.Entah sampai kapan Raja akan di sana, karena sampai saat ini pihak rumah sakit belum melaporkan perkembangan signifikan. Menurut mereka, butuh waktu berbulan-bulan hingga ia tumbuh normal seperti bayi yang lahir cukup bulan.Namun, ia dan Prabu akan menunggu waktu itu tiba. Waktu di mana Raja bisa mereka peluk dan bawa pulang. Untuk saat ini, Raja mungkin masih betah di sini karena merasakan ibunya setiap saat. Secara, ini rumah sakit tempat sang ibu bekerja.“Masih tidur, ya?” suara lembut menyapa dari sampingnya.Andini menoleh. Puspita berdiri di sana tanpa ia sadari kedatangannya. Adik iparnya itu tampak begitu

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   278. HATI YANG MENGHANGAT

    Prabu dan Chiara bersiap-siap berangkat. Andini membantu membetulkan dasi kecil di leher Chiara yang kini berseragam rapi. Prabu berdiri di dekat pintu, menggenggam tas kerja dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya menggandeng jemari mungil Chiara.“Hati-hati di jalan, ya,” ucap Andini sambil tersenyum lembut, berdiri di ambang pintu. Ia melambaikan tangan kecilnya—kebiasaan yang mulai terasa hangat setiap pagi.Prabu tersenyum, dan Chiara balas melambaikan tangan. “Kami berangkat dulu, Onti, eh maaf … Mama ….” Chiara menutup mulut dengan lima jari mungilnya.Andini berkedip lembut seraya mengulum senyum. Semua hanya butuh waktu saja sampai mereka terbiasa, karena sejatinya ia pun sedang beradaptasi. Anak sekecil Chiara sudah bagus bisa cepat tanggap.Prabu dan Chiara akhirnya berjalan menyusuri lorong apartemen. Suara ketukan sepatu mereka yang bergema bagai simfoni yang mengalun lembut, membelai dada Andini.Wanita itu masih berdiri di sana, memandangi punggung keduanya yang p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status