Home / Romansa / I'm Sorry Laras / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of I'm Sorry Laras: Chapter 41 - Chapter 50

75 Chapters

15 Tahun kemudian

“Ya siapa lagi kalau bukan anaknya Faris!” Ratna menjawab dengan cepat, suaranya penuh keyakinan yang dibuat-buat. “Kamu lihat sendiri kan bagaimana wajah mereka seperti bahagia di dalam foto itu?” Ia menunjuk layar ponsel lagi, menekankan kata-katanya dengan nada penuh sindiran.Damar kembali memperhatikan foto itu dengan lebih teliti. Dalam gambar itu, Laras dan Faris memang terlihat sedang berbicara dengan ekspresi yang tampak akrab—Faris memegang tangan Laras dengan lembut, sementara Laras tersenyum kecil, wajahnya penuh ketenangan meski perutnya membesar. Bagi Damar, yang sudah terbakar oleh cemburu dan fitnah yang ditanamkan Ratna selama ini, gambar itu seperti pukulan telak di hatinya. “Mereka benar-benar keterlaluan,” geramnya, suaranya penuh kemarahan. “Mereka berdua benar-benar sudah menusukku dari belakang!”“Makanya, Damar, kamu tidak usah pedulikan Laras lagi!” Ratna memotong dengan cepat, suaranya penuh dorongan. “Kamu kan sudah punya Sofia sekarang, yang siap selalu bera
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Kenyataan pahit

Setelah bertahun-tahun berusaha sendiri tanpa hasil, Indira akhirnya menyewa seorang detektif swasta dengan reputasi baik untuk membantu mengungkap masa lalunya. Detektif itu bekerja keras, menelusuri jejak-jejak tipis yang tersisa, hingga akhirnya berhasil menemukan alamat yang sesuai dengan potongan informasi di foto Indira, dengan harapan yang membuncah, segera pergi ke alamat tersebut, membayangkan bahwa ia akhirnya akan bertemu dengan ibunya setelah sekian lama terpisah. Namun, ketika sampai di sana, harapannya pupus. Rumah itu sudah berganti pemilik. Pasangan muda yang kini tinggal di sana mengatakan bahwa mereka membeli rumah itu dari seseorang beberapa tahun lalu, dan mereka tak tahu ke mana pemilik lama pergi. Indira meninggalkan rumah itu dengan hati yang hampa, namun tekadnya tak goyah.Dengan sisa-sisa ingatan masa kecilnya yang samar, Indira tiba-tiba teringat pada rumah kakeknya, yang berada di Sukamulya. Ia ingat beberapa kali ibunya mengajaknya menginap di sana, rumah s
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Sandiwara Ibu dan anak

Bu Maryam terkejut, wajahnya kembali memucat. Ia tidak menyangka akan disuruh mengantar Indira ke makam Laras—sesuatu yang jelas tak ada karena Laras sebenarnya masih hidup. Agar sandiwaranya tidak ketahuan, ia segera mencari alasan lain, pikirannya berputar cepat untuk menutupi kebohongannya. “Makamnya sudah dipindahkan,” ucapnya dengan cepat, suaranya dibuat penuh penyesalan. “Aku tidak tahu dia dimakamkan di mana sekarang. Dulu dia dimakamkan di kampung ini, tapi karena tidak ada yang pernah mengurus makamnya dan dia tidak punya keluarga lagi, jadi tidak ada yang tahu makamnya dipindah ke mana.”Indira yang mendengar itu kembali menangis tersedu-sedu, tangisannya kini lebih keras, penuh kepedihan yang tak tertahankan. “Ibu… kenapa semua jadi seperti ini…” ratapnya, tubuhnya limbung seolah kehilangan pijakan. Dewi segera memeluknya lebih erat, mencoba memberikan kekuatan meski ia sendiri mulai merasa curiga dengan sikap Bu Maryam yang terlalu defensif.Tangisan Indira yang keras itu
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Perjalanan menuju kebenaran

Indira segera menyuruh Dewi untuk membukakan pintu mobil. “Buka pintunya, Wi,” ucapnya, suaranya rendah namun penuh harapan kecil yang tiba-tiba muncul. Dewi mengangguk, lalu dengan cepat membukakan pintu mobil, memungkinkan wanita tua itu mendekat.Wanita tua itu menunduk sedikit, wajahnya yang penuh kerutan menunjukkan ekspresi penuh perhatian. “Maaf, Nak, Nenek mengganggu,” ucapnya, suaranya lembut namun penuh keberanian. “Tadi Nenek tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan Maryam… kalau kamu adalah anaknya Laras yang hilang itu.”Indira terperangah, matanya membelalak penuh kejutan mendengar ucapan itu. Jantungnya berdegup kencang, seolah harapan yang sempat padam kembali menyala. “Nenek siapa?” tanyanya cepat, suaranya penuh harapan bercampur kecurigaan. “Apakah Nenek kenal dengan ibu saya?”Wanita tua itu tersenyum kecil, senyum itu penuh kehangatan yang tulus. “Perkenalkan, nama Nenek Yuni,” ucapnya, suaranya lembut namun penuh keyakinan. “Iya, Nenek tahu ibu kamu, Lara
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Datang di waktu yang tepat

Bu Yuni mendesah panjang, wajahnya yang penuh kerutan menunjukkan ekspresi campur aduk antara simpati dan kemarahan yang terselubung. Ia menatap Indira dengan penuh kelembutan, tangannya yang keriput memegang tangan Indira dengan lembut untuk memberikan sedikit kekuatan. “Wanita itu namanya Maryam,” ucapnya, suaranya rendah namun penuh penegasan. “Dia sebenarnya bibinya ibumu. Secara tidak langsung, kamu masih punya hubungan keluarga dengan dia.”Indira mengerutkan kening, kebingungan jelas terpancar di wajahnya. “Bibi ibu saya?” ulangnya, suaranya penuh keheranan. “Tapi kenapa dia sepertinya tidak suka dengan saya ataupun ibu saya?”Bu Yuni mengangguk kecil, matanya menatap keluar jendela sejenak, seolah mengingat kembali masa lalu yang penuh intrik. “Maryam itu sejak dulu memang tidak senang dengan ibumu, Laras,” ucapnya, suaranya penuh penyesalan. “Jadi tidak heran kalau dia tidak suka melihat kamu bertemu kembali dengan ibumu.”Indira semakin penasaran, alisnya terangkat penuh pert
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Rentenir

Laras berdiri di dekatnya, wajahnya penuh air mata, tangannya mencoba menahan lengan pria itu dengan lelet. “Tolong… jangan…” ucapnya lagi, suaranya tersendat oleh tangis. Namun, pria itu tak peduli, terus menarik TV itu dengan kasar.“Tidak bisa! Aku akan tetap mengambil TV itu sebelum kamu bisa melunasi utang-utangmu padaku!” ucap Surti geram, suaranya penuh intimidasi, tangannya terlipat di dada dengan ekspresi penuh kesombongan. Emas-emas yang melingkar di leher dan tangannya berkilauan di bawah cahaya lampu ruang tamu yang redup, menambah kesan angkuh pada penampilannya.Laras memandang Surti dengan mata penuh ketidakpercayaan, wajahnya yang pucat kini memerah karena campuran antara kesedihan dan kemarahan. “Bukankah utang-utang saya sudah lunas minggu lalu saat saya melunasinya?” ucap Laras, suaranya bergetar penuh kebingungan, tangannya masih mencoba menahan lengan Joko, pria bertato yang berusaha mengangkat TV kecil itu dari meja kayu tua.Surti mendengus, wajahnya memasang eks
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

Akhirnya bersatu kembali

Bu Yuni tersenyum kecil, tangannya mengelus pundak Laras dengan lembut. “Nanti juga kamu akan tahu, Laras,” ucapnya, suaranya penuh kehangatan. “Biarkan dia menyelesaikan masalahmu dengan Surti dulu. Kamu tenang saja.”Laras hanya mengangguk kecil, meski kebingungan masih terpancar di matanya. Ia lalu memperhatikan perdebatan yang terjadi di depannya, antara Surti dan wanita asing yang sepertinya sangat peduli padanya.Surti melipat tangannya di dada, wajahnya kembali memasang ekspresi angkuh. “Kalau begitu, suruh dia bayar utang-utangnya kalau tidak mau kami sakiti!” bentaknya, suaranya penuh intimidasi, matanya melirik Laras dengan tatapan merendahkan sebelum kembali menatap Indira.Indira tak gentar, ia menatap Surti dengan tatapan penuh kemarahan namun tetap terkontrol. “Memang berapa utangnya? Biar aku lunasi!” ucapnya, suaranya tegas, tangannya sudah mencengkeram tas mahalnya, siap mengeluarkan apa pun yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini.Laras yang mendengar itu ters
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Melepas rindu

Laras menutup mulutnya dengan tangan, air matanya kembali mengalir lebih deras mendengar cerita itu. “Ya Tuhan, anakku,” gumamnya, suaranya penuh kepedihan, tangannya mencengkeram tangan Indira lebih erat seolah ingin menghapus semua penderitaan yang pernah dialami anaknya.“Indira diselamatkan oleh orang baik, Bu,” lanjut Indira, suaranya sedikit lebih tenang meski masih tersendat oleh tangis. “Ada seorang pengusaha yang kebetulan lewat, dia membawa Indira ke dokter, lalu dia mengadopsi Indira. Dia orang baik, Bu. Dia memberikan Indira kesempatan untuk sekolah tinggi. Indira belajar di Eropa dan sekarang Indira punya perusahaan sendiri, Lunara Skin Essence. Tetapi selama ini, Indira tidak pernah lupa sama Ibu. Indira selalu mencari Ibu, hanya saja tidak tahu caranya.”Laras mendengarkan dengan penuh perhatian, air matanya tak hentinya mengalir, namun kini ada kebanggaan yang terselip di matanya saat mendengar cerita tentang kesuksesan anaknya. “Kamu, kamu jadi orang hebat sekarang, Na
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Cerita masa lalu

Laras tersenyum lebar kepada Indira, wajahnya kini berseri penuh kebahagiaan. “Kalau itu suara Dika, Nak,” ucapnya, suaranya penuh kelembutan, tangannya memegang tangan Indira dengan erat.Indira tersenyum bahagia, ada rasa haru yang menyelimuti hatinya. “Wah, Dika ini panjang umur, ya, Bu,” ucapnya sambil tertawa kecil, suaranya penuh kebahagiaan. “Baru saja kita bicarakan, orangnya sudah ada di depan rumah.”Pintu rumah kayu tua itu terbuka dengan suara berderit, dan seorang remaja laki-laki masuk dengan langkah cepat. Dika, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun, tampak sederhana dengan seragam sekolah yang sedikit kusut namun rapi. Wajahnya yang polos dan penuh semangat langsung berubah menjadi ekspresi penuh kebingungan saat melihat banyak orang di dalam rumah kecil mereka. “Ibu, ada apa ini?” tanyanya, suaranya penuh rasa ingin tahu, matanya memindai ruangan yang kini dipenuhi oleh wajah-wajah asing baginya—Indira, Bu Yuni, dan Dewi.Laras tersenyum lembut, lalu memanggil anakny
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

Tekad balas dendam

Laras tersentak mendengar kata-kata Indira, wajahnya memucat penuh kekhawatiran. “Jangan, Nak,” ucapnya cepat, suaranya penuh ketegasan meski ada nada takut di dalamnya. “Ibu tidak mau kamu terlibat dalam urusan dendam. Biarkan masa lalu tetap jadi masa lalu. Yang penting sekarang kita sudah bersama lagi, itu sudah cukup untuk Ibu.”Namun Indira menggelengkan kepala, tangannya mengepal di atas meja, matanya penuh tekad yang tak tergoyahkan. “Gak bisa, Bu,” ucapnya, suaranya tegas namun penuh emosi. “Mereka telah menghancurkan hidup Ibu, memisahkan kita selama lima belas tahun! Indira gak akan biarkan mereka hidup tenang setelah semua yang mereka lakukan!”Dika, yang selama ini mendengarkan dengan penuh perhatian, tiba-tiba ikut angkat suara. “Ibu, Kak Indira benar,” ucapnya, suaranya polos namun penuh keberanian. “Aku juga gak terima liat Ibu menderita selama ini. Kalau Kak Indira mau balas dendam, aku dukung! Mereka harus tahu bahwa kita gak lemah!”Laras menatap Dika dengan mata penu
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more
PREV
1
...
345678
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status