Semua Bab I'm Sorry Laras: Bab 21 - Bab 30

75 Bab

Damar terpuruk

Laras menatap Ratna dengan mata penuh tekad, meski cengkeraman itu membuat rahangnya terasa sakit. “Aku tidak akan menyerah,” balasnya, suaranya tegas meski bergetar oleh emosi. “Aku akan tetap bertahan di sini.”Ratna melepaskan dagu Laras dengan gerakan kasar, lalu tertawa kecil, suara itu penuh ejekan yang menusuk. “Kita lihat saja nanti, Laras,” ucapnya, matanya menyipit penuh keyakinan. “Siapa yang akan menyerah terlebih dulu, kau atau aku.”Sofia, yang berdiri di samping Ratna, melangkah maju dengan senyum licik menghiasi wajahnya. “Sebaiknya kau ikuti saja apa kata Tante, Laras, sebelum kau menyesali keputusanmu,” ucapnya, suaranya manis namun penuh racun. “Aku pastikan Mas Damar akan jatuh ke pelukanku. Dan saat itu tiba, aku pastikan kau ditendang dari rumah ini, lalu aku akan menggantikan posisimu sebagai ratu di rumah ini.”Laras menatap Sofia dengan mata berkilat, api perlawanan membakar di dadanya. “Tidak semudah itu menyingkirkanku, Sofia,” balasnya, suaranya penuh keyaki
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Damar terluka

Pelayan itu terdiam sejenak, matanya memandang Damar dengan simpati. Namun, Damar tak peduli. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, tangannya yang gemetar menunjuk ke arah pelayan. “Sekarang kamu pergi dari sini dan bawakan aku satu botol lagi minuman!” bentaknya, suaranya keras meski terdengar goyah oleh pengaruh alkohol.“Maaf, Pak, tidak bisa,” jawab pelayan itu dengan nada ramah namun tegas. “Kami tidak diperbolehkan memberi minuman lagi kepada tamu yang sudah sangat mabuk.”Damar mengerutkan kening, amarah tiba-tiba membakar di dadanya. Ia menatap pelayan itu dengan mata menyala, wajahnya memerah oleh campuran alkohol dan kemarahan. “Jangan kurang ajar, kamu!” bentaknya, suaranya menggema di tengah kebisingan diskotik. “Kau hanya pelayan di diskotik ini! Jadi sekarang cepat bawakan aku minumannya!” Selama ini, Damar tak pernah berkata kasar pada orang lain—ia dikenal sebagai pria yang tenang dan penuh kendali. Tapi malam ini, dalam kondisi mabuk, ia hilang kendali sepenuhnya, emosin
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Jebakan Sofia

“Mas Damar, ayo kita pulang sekarang,” ucap suara wanita itu, lembut namun tegas, sambil memapah tubuhnya yang limbung. Damar mencoba menggeleng, namun gerakan itu hanya membuatnya semakin pusing. Wanita itu dengan hati-hati menyangga pundaknya, menuntunnya menuju sebuah mobil yang sudah diparkir di dekat sana, pintunya terbuka lebar menunggu kedatangan mereka.Di dalam mobil, seorang laki-laki duduk di kursi pengemudi, menatap ke depan dengan ekspresi datar. “Mas Raka, kenapa kamu diam? Cepat bantu aku memasukkan Mas Damar ke dalam mobil! Berat, tahu!” bentak wanita itu, yang ternyata adalah Sofia, suaranya penuh kejengkelan tapi tetap terkontrol.Raka tersentak, lalu buru-buru membuka pintu sisi pengemudi. “Maaf, Sofia, aku lupa,” ucapnya cepat, melangkah keluar untuk membantu. Ia meraih lengan Damar yang satunya, dan bersama Sofia, mereka mengangkat tubuh Damar yang nyaris tak sadarkan diri ke dalam jok belakang. Damar menggumam tak jelas, kepalanya terkulai ke samping, dan bau alko
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Desakan Ratna

Keesokan harinya, seluruh penghuni rumah dikejutkan oleh suara teriakan Sofia yang menggema memecah keheningan pagi. Teriakan itu penuh kepanikan dan tangis, membuat jantungan semua orang berdegup kencang. Langkah-langkah tergesa segera terdengar di lorong, menuju kamar Sofia yang terletak di lantai bawah. Ratna adalah yang pertama sampai, mendorong pintu kamar itu dengan cepat, disusul oleh Laras yang berlari dengan wajah pucat penuh kekhawatiran. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat pemandangan di dalam—Sofia meringkuk di atas tempat tidur, hanya mengenakan pakaian dalam, tubuhnya gemetar seolah ketakutan. Di sampingnya, Damar berbaring pulas, tubuh telanjangnya hanya ditutupi selimut tipis yang terselip hingga pinggang.“Sofia, apa yang terjadi?” tanya Ratna, suaranya pura-pura terkejut, meski matanya berkilat penuh kepuasan tersembunyi.Sofia masih tersedu-sedu, tangannya gemetar menunjuk ke arah Damar yang tak bergerak. “Mas… Mas Damar, Bu… Mas Damar sudah memaksaku untuk tidu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Laras terusir

Damar terdiam, tubuhnya kaku di atas ranjang, matanya menatap kosong ke arah selimut yang menutupi tubuhnya. Pikirannya berputar liar, bingung mengambil keputusan yang tepat di tengah tekanan yang kian menderanya. Ratna, yang melihat keraguan anaknya, tak bisa lagi menahan kesabaran. “Jangan jadi lelaki pengecut!” bentaknya, suaranya nyaring menggema di kamar yang sempit itu. “Cepat putuskan! Apa yang akan kau lakukan untuk bertanggung jawab pada Sofia?” Desakan dalam nada suaranya seperti cambuk yang memaksa Damar keluar dari kebimbangannya.Damar menarik napas panjang, tangannya mencengkeram selimut erat-erat hingga buku-buku jarinya memutih. Pikirannya menimbang-nimbang, kembali pada luka yang ia rasakan—pengkhianatan Laras yang ia percaya, kebohongan tentang Indira yang ternyata bukan anaknya. Setiap ingatan itu seperti menambah beban di pundaknya, menghapus sisa keraguan yang sempat membuatnya ragu. Akhirnya, setelah hening yang terasa abadi, ia mengangguk pelan. “Baiklah, Bu,” uc
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Kenyataan yang pahit

Setelah Laras pergi, ruangan itu kembali hening, hanya suara langkahnya yang perlahan menghilang di lorong meninggalkan gema samar yang terasa menyakitkan. Damar duduk di tepi ranjang, tubuhnya masih setengah telanjang, selimut menutupi pinggangnya. Ia menunduk, tangannya mencengkeram tepi selimut dengan erat, jari-jarinya memutih karena tekanan. Tiba-tiba, ia bergumam lirih, suaranya serak dan penuh kebingungan, seolah kesadaran mulai merayap kembali ke dalam pikirannya yang masih kacau oleh sisa mabuk. “Laras…” ucapnya pelan, nama itu terlepas dari bibirnya tanpa disadari, seperti panggilan dari hati yang tak bisa ia kendalikan.Damar sendiri bingung dengan sikapnya. Satu sisi, ia membenci Laras—setiap kali mengingat pengkhianatan yang ia percaya telah dilakukan istrinya, amarah membakar dadanya, membuatnya ingin menghapus semua kenangan tentang wanita itu. Namun di sisi lain, ada cinta yang masih bersemayam di sudut hatinya, sebuah perasaan yang tak bisa ia matikan meski ia berusaha
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-27
Baca selengkapnya

Panti yang terbakar

Laras segera masuk, kakinya melangkah cepat menyusuri puing-puing itu, hatinya berdebar kencang penuh harapan bercampur ketakutan. “Indira… Indira… di mana kamu, Nak?” teriaknya pilu, suaranya menggema di antara kehancuran itu. “Ini Ibu, sudah datang ingin menjemputmu!” Air matanya mengalir deras, membasahi wajahnya yang pucat, menandakan kesedihan yang teramat dalam. Ia terus berjalan, sandal yang ia kenakan tersangkut di pecahan kayu dan batu bata, namun ia tak peduli—ia hanya ingin menemukan tanda kehidupan, tanda bahwa Indira masih ada di sana.Tak ada jawaban, hanya suara angin yang bersiul pelan di antara sisa-sisa bangunan yang hancur. Laras tak menyerah, meski keheningan itu menusuk hatinya. Ia masuk ke salah satu bagian bangunan yang masih berdiri separuh, berharap menemukan seseorang yang bisa menjelaskan keberadaan anaknya, meski di sudut pikirannya ia tahu itu hampir tak mungkin. Di dalam, ia melihat sisa-sisa meja kayu yang hangus, ranjang besi yang bengkok dan meleleh, se
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-28
Baca selengkapnya

Hasil yang nihil

Laras mendongak mendengar perkataan itu, matanya yang basah perlahan menyala kembali oleh secercah semangat. Wanita itu benar—ia tak boleh menyerah. Ia akan mencari Indira, tak peduli seberapa sulit jalannya. Ia mengusap air matanya dengan kasar, mencoba mengumpulkan kekuatan yang tersisa. “Terima kasih, Bu,” ucapnya, suaranya masih bergetar namun penuh tekad baru. “Saya akan coba cari ke dinas sosial dan kantor polisi sekarang juga.”“Iya, sama-sama, Bu,” balas wanita itu, tersenyum kecil penuh harapan. “Saya doakan Ibu mendapatkan kabar baik. Semoga anak Ibu selamat.”Laras mengangguk, lalu memberikan senyum tipis yang penuh luka namun penuh tekad. “Terima kasih, Bu,” ucapnya lagi, sebelum berbalik dan melangkah pergi dari halaman panti yang hancur itu. Wanita itu hanya memandang kepergian Laras dengan tatapan penuh simpati, lalu berbalik meninggalkan tempat itu.Laras berdiri di pinggir jalan, matanya memandang ke arah kota kecil Sukamulya yang kini terasa asing baginya. Ia menarik
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-29
Baca selengkapnya

Laras dikhianati

Laras mengerutkan kening, tak percaya mendengar tuduhan itu. “Apa maksud Bibi? Saya tidak pernah sombong,” balasnya, suaranya meninggi penuh pembelaan. “Bahkan saya memberikan izin Bibi dan keluarga Bibi tinggal di rumah peninggalan orang tua saya!”“Laras, apa kamu lupa?” Bu Maryam memotong dengan nada penuh amarah. “Saat Bibi pernah mau meminjam uang padamu, kamu tidak memberikannya! Padahal kamu itu mampu saat itu!”“Ya Tuhan, Bi…” Laras menghela napas, mencoba menahan emosi yang mulai membuncah. “Cuma sekali saya tidak membantu Bibi, karena alasan Bibi meminjam uang sebanyak dua puluh juta hanya untuk acara ulang tahun Desi, anak Bibi. Sedangkan sebelumnya, Bibi sudah sering pinjam tanpa mengembalikan, dan saya tidak masalah dengan itu!”“Iya, tapi gara-gara kamu tidak meminjamkan Bibi uang, Desi jadi malu sama temen-temannya!” bentak Bu Maryam, wajahnya memerah oleh kemarahan. “Dia sudah terlanjur bilang ke temen-temannya akan bikin pesta ulang tahun besar, tapi karena kamu tidak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-30
Baca selengkapnya

Kabar yang tak terduga

Laras mendongak, menatap pintu pagar rumah yang kini tertutup rapat di depannya. Rumah itu, yang pernah penuh kenangan manis bersama orang tuanya, kini terasa seperti simbol pengkhianatan dan keputusasaan yang menyesakkan dadanya. Cahaya lampu teras yang redup memantulkan bayangan pagar besi yang berkarat, seolah mencerminkan hidupnya yang kini hancur berkeping-keping. Ke mana lagi ia harus pergi? Ke mana ia harus mencari Indira? Pertanyaan itu berputar di kepalanya tanpa jawaban, meninggalkan rasa kosong yang semakin dalam.Ia mencoba bangkit, tangannya menahan trotoar yang dingin dan kasar untuk menyangga tubuhnya yang lelet. Namun, tiba-tiba kepalanya terasa sakit, seperti ditusuk-tusuk oleh jarum halus. Matanya berkunang-kunang, titik-titik cahaya kecil menari-nari di pandangannya, membuat dunia di sekitarnya berputar perlahan. “Ya Tuhan, kenapa lagi ini? Kenapa kepalaku terasa sakit?” gumamnya dalam hati, suaranya hanya bergema di kepalanya yang kini terasa berat.Tiba-tiba, sebua
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status