Home / Romansa / I'm Sorry Laras / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of I'm Sorry Laras: Chapter 21 - Chapter 30

43 Chapters

Jebakan Sofia

Saat itu, dua sekuriti yang sejak tadi mengawasi dari jauh segera bergerak maju. "Lepaskan dia, Pak, atau kami akan bertindak," salah satu dari mereka memperingatkan dengan nada dingin.Namun, Damar sudah tidak peduli. Ia melepas kerah pelayan itu, lalu melangkah terhuyung-huyung ke arah sekuriti. "Oh, jadi kalian mau melawan ku? Mau jadi pahlawan di sini? Ayo! Aku tidak takut!" katanya sambil menunjuk-nunjuk dengan jari yang gemetar. "Kalian semua sama saja! Berpikir lebih baik dariku, padahal kalian cuma... cuma..." ucapannya ngelantur, terhenti karena tubuhnya oleng, hampir jatuh ke lantai.Sekuriti tidak membuang waktu. Dengan cekatan, mereka menangkap tubuh Damar yang limbung, lalu menyeretnya menuju pintu keluar. "Pak, maaf, tapi Anda harus pergi. Dan untuk keselamatan semua pihak, Anda tidak diperbolehkan kembali ke sini," ucap salah satu sekuriti dengan tegas."Kalian... tidak berhak mengusirku!" Damar meronta, meski tenaganya sudah sangat lemah. "Ini tempatku! Aku ini bayar d
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Keputusan Damar

Damar menoleh ke samping dan matanya melebar ketika melihat Sofia yang masih menangis di sudut tempat tidur, tubuhnya hampir telanjang. Panik, ia langsung duduk dan merapatkan selimut ke tubuhnya sendiri. "Ya Tuhan, apa yang terjadi? Kenapa aku telanjang dan ada di kamarnya Sofia?" ucapnya dengan suara gemetar.Ratna mendengus, menatapnya tajam. "Seharusnya aku yang bertanya padamu! Apa yang sudah kau lakukan terhadap Sofia?"Laras, yang sejak tadi berdiri tanpa berkata apa-apa, akhirnya membuka mulut dengan suara lirih. "Mas Damar..." Hanya dua kata, tapi penuh dengan kesedihan dan luka."Aku tidak tahu, Bu," jawab Damar buru-buru. "Yang aku ingat, aku hanya pergi ke diskotik semalam untuk minum sendirian. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi!""Tentu saja kau tidak ingat!" suara Raka tiba-tiba terdengar dari ambang pintu, matanya menatap Damar dengan penuh tuduhan. "Kau pulang dalam keadaan mabuk berat. Sudah jelas kau tidak sadar dengan apa yang kau lakukan!"Ratna lalu berali
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

Kenyataan Pahit

Damar terdiam beberapa saat, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Baik, Bu. Aku akan menikahi Sofia." Keputusannya meluncur seperti belati yang menusuk hati Laras. Ia tahu ini akan terjadi, tetapi mendengarnya langsung dari mulut suaminya membuat dadanya terasa sesak.Laras terkesiap. Namun, ia menolak menunjukkan kelemahannya. Dengan suara lirih, namun penuh tekad, ia berkata, "Baik, Mas Damar. Kalau itu keputusanmu, Kalau begitu aku akan pergi dari rumah ini. Aku minta tolong segera urus perceraian kita."Damar memandang Laras dengan sorot mata yang dingin, namun di balik itu tersimpan kebimbangan. "Terserah kalau kau mau pergi, aku tidak akan menghalangimu," ujarnya dengan nada dingin, "tapi yang jelas jangan pernah berharap kalau aku akan menceraikanmu. Aku tidak akan membiarkanmu bahagia dengan lelaki lain. Karena Aku yakin, jika aku menceraikanmu, kau pasti akan menemui selingkuhanmu itu, dan me jalin hubungan yang lebih serius karena tidak ada lagi yang menghal
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Masalah Baru

Wanita itu tampak ragu-ragu, seolah ingin melarikan diri. Laras langsung berlari ke arahnya, penuh harapan, meskipun kakinya hampir goyah karena kelelahan."Bu! Tunggu, tolong jangan pergi! Saya hanya ingin bicara!" teriak Laras, suaranya memohon. Wanita itu tampak ketakutan, melangkah mundur, namun akhirnya berhenti setelah mendengar nada putus asa Laras.Saat Laras tiba di depannya, ia terengah-engah, mencoba menenangkan napasnya. "Bu... saya bukan orang jahat. Tolong, ibu tidak perlu takut sama saya," ucapnya sambil mengatur napas. Wanita itu memandang Laras dengan waspada, namun tatapannya melembut saat melihat air mata di wajah Laras."Saya hanya ingin tahu... apa yang terjadi di panti ini? Apa ibu tahu ke mana anak-anaknya pergi? Tolong, anak saya, Indira, dititipkan di sini. Saya hanya ingin tahu dia selamat atau tidak," kata Laras dengan suara yang hampir patah. Tatapannya memohon, penuh harap, berharap wanita di depannya bisa memberikan jawaban."Mbak mencari anak mbak, ya?" t
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Laras terusir

Laras tertegun. Ia ingat kejadian itu. “Ya Tuhan, Bi... itu cuma sekali aku tidak membantu Bibi. Itupun alasannya karena Bibi mau meminjam uang sebanyak dua puluh juta hanya untuk pesta ulang tahun Desi, anak Bibi. Sebelumnya, sudah sering Bibi meminjam uang dan tidak pernah mengembalikannya. Aku tidak pernah mempermasalahkannya. Tapi waktu itu, alasannya terlalu tidak masuk akal,” ucap Laras, mencoba menjelaskan.“Iya, tapi gara-gara kamu tidak mau meminjamkan uang, Desi jadi malu sama teman-temannya! Dia sudah terlanjur bilang akan mengadakan pesta ulang tahun besar-besaran. Karena pestanya batal, dia jadi bahan ejekan teman-temannya! Kamu tahu itu?!” bentak Mariyam, matanya menyala penuh kemarahan.Laras menggeleng pelan, air matanya mulai jatuh. “Bi, itu bukan salah aku. Desi sendiri yang terlalu tinggi angan-angannya tanpa melihat kemampuan. Saya tidak punya kewajiban untuk membiayai itu, apalagi hanya untuk kesenangan semata.”“Kurang ajar kamu, Laras!” Mariyam menunjuk wajah Lar
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Berita yang tak terduga

Melihat itu, Bu Yuni langsung berteriak ke arah kerumunan tetangga yang sudah berkumpul sejak mendengar keributan sebelumnya. "Tolong! Tolong bantu saya! Laras pingsan, kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga!"Beberapa pria yang berada di dekat situ segera bergegas mendekat. "Cepat, kita angkat dia ke mobil," kata salah satu dari mereka. Dua pria dengan sigap mengangkat tubuh Laras, sementara Bu Yuni terus menggenggam tangan Laras yang dingin.Mobil tetangga yang kebetulan terparkir tak jauh dari sana langsung dijadikan tumpangan darurat. "Bu Yuni, ayo naik. Kami bawa Laras ke rumah sakit!" ucap seorang pria sambil membuka pintu mobil.Bu Yuni mengangguk cepat, air matanya hampir menetes. "Terima kasih, Pak. Laras, bertahanlah, Nak. Kita akan segera ke rumah sakit," bisiknya penuh doa, sambil mengelus punggung tangan Laras yang terkulai lemah.Di dalam mobil, suasana begitu tegang. Wajah Laras terlihat begitu pucat, seolah warna kehidupan telah hilang dari dirinya. Hanya n
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Damar Bimbang

Bu Yuni menggeleng pelan, wajahnya menunjukkan ekspresi iba bercampur prihatin. "Ibu tidak heran, Nak. Semua tetangga juga sudah tahu bagaimana sikap keluargamu itu, terutama Bibimu. Mereka selalu merasa lebih tinggi dari pada orang lain, sombong, dan arogan. Padahal, kenyataannya, hidup mereka juga tidak jauh berbeda dengan kita, bahkan mungkin lebih pas-pasan. Tapi mereka selalu ingin terlihat seperti orang kaya."Kata-kata Bu Yuni membuat Laras semakin sadar betapa berat perjuangannya melawan orang-orang seperti bibinya. Namun, di tengah perasaan itu, Bu Yuni melanjutkan dengan suara penuh keyakinan. "Laras, soal tempat tinggal... Mohon maaf, Nak, ibu belum bisa membantu banyak. Rumah ibu sendiri kecil, dan ibu tinggal dengan keluarga besar. Tapi, ibu teringat sesuatu. Ayahmu dulu pernah cerita kalau rumah masa kecil kalian, yang lama, masih belum dijual. Rumah itu mungkin sudah tak terawat, tapi setidaknya kamu bisa tinggal di sana untuk sementara waktu. Bagaimanapun juga, itu kan
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Kabar yang mengejutkan

Laras menghela napas panjang sebelum melangkah keluar. "Ini rumah saya, Bu. Tapi kenapa rasanya seperti tempat yang tidak lagi saya kenal?"Ibu Yuni memegang pundak Laras, memberikan kekuatan. "Mungkin karena Rumah ini sudah lama ditinggalkan, Laras. Tapi ibu yakin, di dalamnya pasti masih tersimpan semua kenangan indahmu bersama ayah dan ibumu. Tempat ini masih bisa menjadi tempat yang penuh kehangatan lagi, asal kamu mau memulainya lagi."Laras terdiam. Matanya menatap pintu gerbang yang penuh debu, mengingat momen saat ia kecil, berlari-lari bersama almarhum ayahnya di halaman itu. Ia melangkah perlahan ke arah pintu, tangannya menyentuh gagang yang dingin dan penuh karat. Saat pintu terbuka dengan suara derit panjang, udara lembap bercampur aroma debu menyambutnya."Dulu rumah ini selalu terasa hangat, Bu," bisik Laras dengan suara yang bergetar. "Tapi sekarang... rasanya kosong. Bahkan dingin."Ibu Yuni tersenyum tipis, mencoba menguatkannya. "Rumah ini hanya butuh sedikit sentu
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Berita pernikahan Damar

Laras terkejut, langkahnya terhenti. "Apa?" gumamnya dengan suara lirih. Wajahnya berubah pucat. "Mas Damar akan menikah? Aku tahu dia akan menikahi Sofia, tapi... kenapa secepat ini? Kami juga belum bercerai..." gumamnya lagi, setengah bicara pada dirinya sendiri.Maryam yang masih berdiri di sana mendengar gumaman Laras dan menyeringai lebih lebar. "Oh, kasihan sekali kamu Laras. Jadi kamu belum tahu, ya kalau Damar akan menikah? Sepertinya Damar sudah tak peduli lagi soal perceraian itu. Yang dia pedulikan sekarang hanya Sofia. Dan kau? Kau tinggal sejarah yang akan di lupakan Damar."Laras merasakan dadanya sesak. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan air mata yang sudah menggenang. Ia ingin melawan kata-kata Maryam, tapi hatinya terlalu hancur untuk berbicara. Maryam tersenyum puas melihat reaksi Laras, lalu melangkah pergi sambil berkata dengan nada dingin, "Kuharap kau bisa menghadapi kenyataan, Laras. Bagaimanapun juga, hidupmu memang selalu di bawah kami."Ke
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

Laras Datang

Damar menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca, tetapi ia tahu perdebatan ini sia-sia. Dengan berat hati, ia mengangguk dan melangkah keluar kamar, meninggalkan ibunya.Di ruang tamu rumah Damar, dekorasi sederhana tapi elegan menghiasi setiap sudut. Sofia duduk dengan gelisah di kursi pengantin, mengenakan gaun putih yang berkilauan di bawah lampu gantung. Namun, senyum di wajahnya tampak dipaksakan. Tatapannya terus melirik ke pintu, menunggu Damar muncul.Ketika Damar akhirnya tiba, langkahnya lambat, hampir enggan. Semua mata tertuju padanya, tetapi ia tidak peduli. Dalam hatinya, ia merasa seperti boneka yang dipaksa mengikuti perintah orang lain.Sofia berdiri dan menyambut Damar dengan senyum kecil. "Mas," panggilnya lembut. "Apa... apa kamu baik-baik saja?"Damar hanya mengangguk singkat tanpa menatap Sofia. "Ya... Aku baik," jawabnya pelan, nyaris tak terdengar.Acarapun dimulai dengan doa dari pemuka agama yang diundang secara khusus. Namun, saat ijab kabul hendak diucapkan,
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status