Share

Damar Bimbang

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-28 16:11:16

Bu Yuni menggeleng pelan, wajahnya menunjukkan ekspresi iba bercampur prihatin. "Ibu tidak heran, Nak. Semua tetangga juga sudah tahu bagaimana sikap keluargamu itu, terutama Bibimu. Mereka selalu merasa lebih tinggi dari pada orang lain, sombong, dan arogan. Padahal, kenyataannya, hidup mereka juga tidak jauh berbeda dengan kita, bahkan mungkin lebih pas-pasan. Tapi mereka selalu ingin terlihat seperti orang kaya."

Kata-kata Bu Yuni membuat Laras semakin sadar betapa berat perjuangannya melawan orang-orang seperti bibinya. Namun, di tengah perasaan itu, Bu Yuni melanjutkan dengan suara penuh keyakinan. "Laras, soal tempat tinggal... Mohon maaf, Nak, ibu belum bisa membantu banyak. Rumah ibu sendiri kecil, dan ibu tinggal dengan keluarga besar. Tapi, ibu teringat sesuatu. Ayahmu dulu pernah cerita kalau rumah masa kecil kalian, yang lama, masih belum dijual. Rumah itu mungkin sudah tak terawat, tapi setidaknya kamu bisa tinggal di sana untuk sementara waktu. Bagaimanapun juga, itu kan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • I'm Sorry Laras   Kabar yang mengejutkan

    Laras menghela napas panjang sebelum melangkah keluar. "Ini rumah saya, Bu. Tapi kenapa rasanya seperti tempat yang tidak lagi saya kenal?"Ibu Yuni memegang pundak Laras, memberikan kekuatan. "Mungkin karena Rumah ini sudah lama ditinggalkan, Laras. Tapi ibu yakin, di dalamnya pasti masih tersimpan semua kenangan indahmu bersama ayah dan ibumu. Tempat ini masih bisa menjadi tempat yang penuh kehangatan lagi, asal kamu mau memulainya lagi."Laras terdiam. Matanya menatap pintu gerbang yang penuh debu, mengingat momen saat ia kecil, berlari-lari bersama almarhum ayahnya di halaman itu. Ia melangkah perlahan ke arah pintu, tangannya menyentuh gagang yang dingin dan penuh karat. Saat pintu terbuka dengan suara derit panjang, udara lembap bercampur aroma debu menyambutnya."Dulu rumah ini selalu terasa hangat, Bu," bisik Laras dengan suara yang bergetar. "Tapi sekarang... rasanya kosong. Bahkan dingin."Ibu Yuni tersenyum tipis, mencoba menguatkannya. "Rumah ini hanya butuh sedikit sentu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • I'm Sorry Laras   Berita pernikahan Damar

    Laras terkejut, langkahnya terhenti. "Apa?" gumamnya dengan suara lirih. Wajahnya berubah pucat. "Mas Damar akan menikah? Aku tahu dia akan menikahi Sofia, tapi... kenapa secepat ini? Kami juga belum bercerai..." gumamnya lagi, setengah bicara pada dirinya sendiri.Maryam yang masih berdiri di sana mendengar gumaman Laras dan menyeringai lebih lebar. "Oh, kasihan sekali kamu Laras. Jadi kamu belum tahu, ya kalau Damar akan menikah? Sepertinya Damar sudah tak peduli lagi soal perceraian itu. Yang dia pedulikan sekarang hanya Sofia. Dan kau? Kau tinggal sejarah yang akan di lupakan Damar."Laras merasakan dadanya sesak. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan air mata yang sudah menggenang. Ia ingin melawan kata-kata Maryam, tapi hatinya terlalu hancur untuk berbicara. Maryam tersenyum puas melihat reaksi Laras, lalu melangkah pergi sambil berkata dengan nada dingin, "Kuharap kau bisa menghadapi kenyataan, Laras. Bagaimanapun juga, hidupmu memang selalu di bawah kami."Ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • I'm Sorry Laras   Laras Datang

    Damar menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca, tetapi ia tahu perdebatan ini sia-sia. Dengan berat hati, ia mengangguk dan melangkah keluar kamar, meninggalkan ibunya.Di ruang tamu rumah Damar, dekorasi sederhana tapi elegan menghiasi setiap sudut. Sofia duduk dengan gelisah di kursi pengantin, mengenakan gaun putih yang berkilauan di bawah lampu gantung. Namun, senyum di wajahnya tampak dipaksakan. Tatapannya terus melirik ke pintu, menunggu Damar muncul.Ketika Damar akhirnya tiba, langkahnya lambat, hampir enggan. Semua mata tertuju padanya, tetapi ia tidak peduli. Dalam hatinya, ia merasa seperti boneka yang dipaksa mengikuti perintah orang lain.Sofia berdiri dan menyambut Damar dengan senyum kecil. "Mas," panggilnya lembut. "Apa... apa kamu baik-baik saja?"Damar hanya mengangguk singkat tanpa menatap Sofia. "Ya... Aku baik," jawabnya pelan, nyaris tak terdengar.Acarapun dimulai dengan doa dari pemuka agama yang diundang secara khusus. Namun, saat ijab kabul hendak diucapkan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • I'm Sorry Laras   Laras Kalah

    Sofia! Jangan lakukan itu! Cepat letakkan pisaunya!" teriak Damar dengan wajah penuh ketegangan. Ia maju beberapa langkah, mencoba mendekati Sofia.Namun Sofia memundurkan langkahnya dengan mata yang tajam dan berair. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan pisau ini sebelum Mas berjanji akan menikahiku sekarang juga!" teriaknya."Jangan bodoh, Sofia! Kamu bisa melukai dirimu sendiri!" ucap Damar, suaranya terdengar panik.Sofia menatap Damar dengan mata yang memerah, bibirnya bergetar menahan tangis. "Biar saja! Lebih baik aku mati! Aku tidak akan sanggup menanggung malu kalau Mas Damar membatalkan pernikahan ini. Aku tidak sanggup melihat kedua orang tuaku menanggung malu karena aku!"Ratna segera maju, tangannya terangkat seolah ingin menenangkan Sofia. "Sofia... sayang... tenang, ya, Nak. Jangan lakukan hal bodoh. Damar pasti akan menikahimu. Ibu janji, Nak."Ratna kemudian berbalik ke arah Damar dengan wajah memerah penuh amarah. "Damar! Ibu tidak mau tahu! Hari ini juga kamu harus men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • I'm Sorry Laras   Mereka tahu Laras Hamil

    Maryam menatap Laras lekat-lekat, matanya seperti menusuk. Ia menghela napas panjang, lalu perlahan melangkah mundur, seolah sedang mempertimbangkan. Wajahnya kemudian berubah menjadi seringai kejam. "Baiklah," ucapnya dingin. "Kali ini aku ampuni kau. Tapi dengar baik-baik, Laras!" Maryam membungkuk, mendekatkan wajahnya ke Laras yang masih terduduk, menatapnya dengan ketakutan."Kalau aku melihatmu berada di dekat Damar lagi, atau bahkan mendengar namamu disebut di hadapannya, aku pastikan anak yang ada dalam kandunganmu itu tidak akan pernah melihat dunia ini. Kau paham?!" Ancaman itu terdengar dingin, tanpa ragu, menusuk telinga Laras seperti belati.Laras membeku, tubuhnya gemetar hebat. Ia hanya bisa mengangguk pelan, terlalu takut untuk berkata apa-apa. Maryam berdiri tegak, menatapnya dengan penuh penghinaan sebelum akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Laras sendirian di lahan kosong itu.Begitu Maryam menghilang dari pandangannya, Laras terisak keras, tangannya melindungi p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • I'm Sorry Laras   Pembuat onar

    Laras memegangi pipinya yang kini memerah. Namun, ia menatap Ratna dengan mata yang berkaca-kaca, menahan air matanya agar tidak jatuh. "Bu, kalau Ibu datang ke sini hanya untuk menyakiti saya, lebih baik Ibu pergi saja. Saya sudah berusaha menjauh dari keluarga Ibu, sesuai dengan permintaan Ibu. Tapi kenapa Ibu tetap datang dan mengusik hidup saya?"Ratna mendengus, melipat tangannya di depan dada. "Aku ke sini sebenarnya hanya ingin memastikan dengan mata kepalaku sendiri, apakah kau benar-benar hamil atau tidak. Tapi karena kau sudah berani kurang ajar padaku, jadi jangan salahkan aku kalau aku tadi bertindak kasar padamu."Laras berdiri tegak, meskipun tubuhnya masih terasa gemetar. "Sekarang Ibu sudah tahu, kan? Kalau Saya benar-benar hamil. Kalau begitu, silakan sekarang Ibu pergi dari sini."Maryam maju selangkah, matanya menyipit dengan penuh kebencian. "Jangan sombong kau, Laras. Wanita miskin seperti kau tidak punya hak untuk mengusir kami. Apa kau mau tanganku juga melayang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • I'm Sorry Laras   damar tqhu

    Maryam yang mendengar gumaman itu segera melirik keluar jendela, mencoba memastikan siapa pria yang disebut Ratna. "Faris? Siapa dia, Bu? Apa Ibu mengenalnya?" tanyanya dengan nada penasaran.Ratna menoleh ke arah Maryam, matanya tajam dan penuh perhitungan. "Dia itu sahabatnya Damar. Orang yang aku gunakan untuk menjebak Laras," ucap Ratna tanpa ragu.Maryam tersentak, mulutnya sedikit terbuka. "Oh, jadi dia orangnya? Orang yang Ibu suruh untuk menfitnah Laras di depan Damar?" tanyanya lebih penasaran.Ratna mengangguk pelan, tetapi wajahnya masih menyiratkan kebingungan bercampur kewaspadaan. "Iya, dia orangnya. Tapi... apa tujuannya datang ke sini? Mau apa dia?" gumam Ratna, lebih untuk dirinya sendiri daripada menjawab Maryam.Maryam, yang kini semakin penasaran, melirik lagi ke arah Faris yang masih berdiri di depan gerbang rumah Laras. "Apa mungkin dia mau menceritakan semuanya pada Laras? Kalau dia hanya menjalankan perintah Ibu untuk menjebak dia di depan Damar?" Maryam berspe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • I'm Sorry Laras   15 tahun kemudian

    Ratna mendesah, matanya melirik Damar dengan kesal. "Itu tidak penting! Seharusnya kamu fokus pada siapa yang ada di foto itu bersama Laras," ucapnya, nadanya tajam.Damar mengalihkan pandangannya ke foto itu lagi. Matanya membelalak lebih lebar ketika menyadari siapa pria yang berdiri di samping Laras. "Ini... Faris? Apa yang dia lakukan bersama Laras?" tanyanya dengan nada penuh kebingungan.Ratna langsung memukul lengan anaknya dengan geram. "Damar! Jangan pura-pura pikun! Faris itu kan selingkuhannya Laras. Apa kamu lupa?" teriak Ratna.Damar mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan ibunya. "Iya, Bu... Tapi kenapa dia ada bersama Laras di sana? Apa yang mereka lakukan?"Ratna mendengus kesal. "Tentu saja sekarang mereka bebas bisa bersama setelah kamu menceraikan Laras. Kamu itu terlalu bodoh, Damar. Semenjak Laras mengkhianatimu, kamu jadi kehilangan akal!" ucap Ratna dengan nada tinggi.Ucapan itu seperti menusuk Damar. Ia merasakan amarahnya kembali membara. Perasaan cemburu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan dengan Dika

    Indira tersentak. Matanya melebar, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Adik? Ibu... aku punya adik?" tanyanya, suaranya hampir berbisik.Laras mengangguk pelan, matanya mulai basah. "Iya, Nak. Kau punya adik laki-laki. Namanya Dika. Saat kau... hilang dulu, Ibu sedang mengandungnya."Indira masih sulit memproses kenyataan bahwa ia memiliki seorang adik. Pikirannya berputar-putar, mencoba menghubungkan semua yang baru saja ia dengar. Ia mengusap matanya yang masih basah dan bertanya lirih, "Ibu, kalau begitu... Dika di mana sekarang? Aku ingin bertemu dengannya."Laras tersenyum lembut, mengusap rambut Indira penuh kasih. "Sekarang Dika sedang sekolah, Nak. Jam segini dia pasti ada di kelas."Indira mengangguk pelan, mencoba menenangkan dirinya. "Kalau begitu, aku akan menunggu sampai dia pulang. Aku tidak sabar bertemu dengannya, Bu. Aku ingin melihat wajah adikku sendiri."Laras tersenyum lebih lebar, meski matanya tetap basah. "Dia pasti sangat senang kalau ta

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan yang mengharukan

    Laras melepaskan pelukan dari Indira, lalu berbalik menghadapi Surti dengan tatapan penuh kemarahan. "Surti, aku tidak akan membiarkanmu memaksa anakku membayar hutang yang sudah kulunasi. Kalau kau masih menginginkan TV itu, silakan...ambillah! Aku sudah tidak peduli lagi!"Surti hanya tertawa kecil, lalu melipat tangannya di dada dengan penuh kesombongan. "Tidak bisa, Laras. Tadinya aku memang hanya mengincar TV bobrokmu itu, tapi setelah melihat anakmu yang seperti 'dompet berjalan', aku berubah pikiran. Lebih baik kau suruh saja dia melunasi hutangmu sekarang juga."Yuni, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya maju dengan nada penuh kemarahan. "Surti! Jangan bicara seperti itu! Kau tidak tahu apa-apa soal keluarga ini, jadi jangan coba-coba memanfaatkan situasi demi keuntunganmu sendiri. Kau benar-benar keterlaluan!"Surti tersenyum sinis, tatapannya tak gentar sedikit pun. "Tentu saja aku memanfaatkan situasi ini. Aku ini adalah seorang pebisnis, Nek Yuni. Aku harus pintar meliha

  • I'm Sorry Laras   Rindu yang terbalas

    Dunia seolah berhenti berputar untuk Laras. Napasnya tertahan, tubuhnya gemetar hebat. "Indira...?" bisiknya, seolah nama itu membawa gelombang kenangan dan rasa sakit yang tak terkatakan. Air matanya mulai berjatuhan, deras, membasahi pipinya.Tanpa pikir panjang, Laras bangkit dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Ia berlari, nyaris tersandung, dan langsung merengkuh Indira dalam pelukan yang erat. "Anakku..." suaranya pecah oleh tangis yang membanjiri perasaannya. "Indira... ini benar kamu kan,

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan kembali

    "Tidak bisa! Aku akan tetap mengambil TV ini sebelum kau melunasi semua hutang hutangmu itu," ujar Surti geram, suaranya menggema dengan nada penuh intimidasi.Laras berdiri di depan TV tua itu, berusaha melindunginya dengan tubuhnya yang mulai lemah. "Tapi... bukankah hutang-hutang saya sudah lunas minggu lalu saat saya membayarnya?" tanyanya tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca.Surti mendengus sinis, melipat tangannya dengan angkuh. "Enak saja kau bilang lunas. Yang kau bayar kemarin itu hanya bunganya saja. Sedangkan pokoknya belum kau lunasi sama sekali!"Kata-kata Surti membuat Laras tertegun, seluruh tubuhnya terasa lemas. "Itu tidak mungkin... saya yakin kalau saya sudah membayar semuanya. Bahkan dengan bunga bunganya sekalian," jawabnya hampir berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Surti tertawa kecil, lalu mendekat dengan ekspresi penuh kemenangan. "Yang kau bayar itu hanya bunganya 3%, sedangkan bunga di tempatku itu adalah 15%! Jadi kau masih berhutang ban

  • I'm Sorry Laras   Awal pertemuan

    Yuni menghela napas panjang, wajahnya penuh dengan rasa sedih. "Maryam mengusir ibumu, Nak. Dia mengatakan bahwa rumah itu sekarang adalah miliknya. Dia bahkan mencaci ibumu, menyebut Laras sebagai wanita yang tidak tahu diri, meski ibumu yang sudah menyelamatkannya dari kehancuran dulu."Indira tidak bisa menahan air matanya lagi. Tubuhnya bergetar menahan kemarahan dan kesedihan yang bercampur aduk. "Bagaimana mungkin... bagaimana mungkin ada orang sekejam itu? Ibu saya sudah melakukan banyak hal untuknya. Kenapa dia membalasnya dengan cara seperti itu?"Yuni mengusap bahu Indira dengan lembut. " itu karena Maryam sudah dibutakan oleh rasa iri dan dendam, Nak. Dia merasa kalau ibumu terlalu sempurna, bisa mendapatkan segalanya yang tidak pernah bisa dia miliki. Ketika ibumu jatuh, Maryam lah yang paling merasa puas. Dia ingin memastikan Laras selalu menderita."Indira menggenggam tangan Yuni erat, air matanya terus mengalir. "Lalu, bagaimana ibu saya bisa bertahan selama ini, Nek? A

  • I'm Sorry Laras   Secercah Harapan

    Indira duduk di dalam mobil, wajahnya masih menampilkan ekspresi penuh tekad meski hatinya diliputi kegalauan. Lamunannya buyar saat mendengar ketukan lembut di jendela mobil. Dengan alis yang berkerut, ia menoleh ke arah suara dan melihat seorang wanita tua berdiri di luar, wajahnya tampak penuh kerutan namun memancarkan kehangatan."Dewi, bukakan pintunya," ucap Indira singkat. Dewi segera keluar dan membuka pintu bagi wanita tua itu."Maaf, Nak, kalau nenek mengganggu," kata wanita itu dengan suara lirih. "Tadi nenek tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan Maryam. Apakah benar kamu anaknya Laras yang selama ini hilang?"Indira terperangah mendengar nama ibunya disebut. Matanya melebar, sementara hatinya melonjak dengan harapan. "Iya, Nek, saya Indira. Apakah nenek kenal dengan ibu saya?"Wanita itu tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Nama nenek Yuni. Tentu saja nenek kenal ibumu. Bahkan, nenek sangat mengenalnya."Indira dan Dewi saling berpandangan, tatapan mereka dipenuh

  • I'm Sorry Laras   Sandiwara Maryam dan Desi

    Maryam meneguk ludah, tahu ini saatnya memberikan pukulan terakhir. “Dia sudah mati,” ucapnya cepat, suaranya datar, seperti menusukkan belati dingin ke hati Indira.Indira tertegun. Ia mundur selangkah, tubuhnya kehilangan keseimbangan, hampir terjatuh. Syukurlah asistennya dengan sigap menangkap tubuhnya, memegangi bahunya agar ia tidak terjatuh ke tanah.“Apa... apa yang Ibu katakan?” bisik Indira dengan suara parau, hampir tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. “Ibu saya... sudah meninggal?”"Iya, dia sudah meninggal 10 tahun lalu," ucap Maryam, suaranya dingin dan penuh keyakinan, meski ada gemetar halus yang berusaha disembunyikannya. Senyum licik terselip di sudut bibirnya, namun dengan cepat ia berusaha menyamarkannya.Indira membeku. Kata-kata Maryam seperti petir yang menyambar di siang bolong. "Tidak... ini tidak mungkin... Ibu saya tidak mungkin meninggal!" suaranya pecah, tubuhnya limbung seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tangannya gemetar, mencengkeram e

  • I'm Sorry Laras   Mencari keberadaan Laras

    Indira, di usianya yang masih muda, adalah pendiri dan CEO dari brand skincare terkenal bernama "Lumea Glow", yang telah merevolusi dunia kecantikan. Lumea Glow bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di pasar internasional, dengan produk-produk unggulannya yang fokus pada bahan alami dan ramah lingkungan. Mulai dari serum wajah, pelembap, hingga masker premium, semua produk buatannya menjadi incaran banyak selebriti dan influencer terkenal.Kesuksesan Indira bukan datang secara instan. Di balik kemewahan dan prestasinya, tersimpan kisah perjuangan dan kerja keras. Setelah meninggalkan masa kecilnya yang penuh luka, ia tumbuh menjadi gadis yang gigih. Ia memulai Lumea Glow ketika masih berusia 18 tahun, hanya bermodalkan pengetahuan skincare yang ia pelajari secara otodidak, tekad yang besar, dan sedikit modal hasil beasiswa kuliahnya di bidang bisnis.Kini, Lumea Glow memiliki lebih dari 30 cabang offline di seluruh Indonesia, serta ribuan mitra reseller yang tersebar hingga ke

  • I'm Sorry Laras   15 tahun kemudian

    Ratna mendesah, matanya melirik Damar dengan kesal. "Itu tidak penting! Seharusnya kamu fokus pada siapa yang ada di foto itu bersama Laras," ucapnya, nadanya tajam.Damar mengalihkan pandangannya ke foto itu lagi. Matanya membelalak lebih lebar ketika menyadari siapa pria yang berdiri di samping Laras. "Ini... Faris? Apa yang dia lakukan bersama Laras?" tanyanya dengan nada penuh kebingungan.Ratna langsung memukul lengan anaknya dengan geram. "Damar! Jangan pura-pura pikun! Faris itu kan selingkuhannya Laras. Apa kamu lupa?" teriak Ratna.Damar mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan ibunya. "Iya, Bu... Tapi kenapa dia ada bersama Laras di sana? Apa yang mereka lakukan?"Ratna mendengus kesal. "Tentu saja sekarang mereka bebas bisa bersama setelah kamu menceraikan Laras. Kamu itu terlalu bodoh, Damar. Semenjak Laras mengkhianatimu, kamu jadi kehilangan akal!" ucap Ratna dengan nada tinggi.Ucapan itu seperti menusuk Damar. Ia merasakan amarahnya kembali membara. Perasaan cemburu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status