Beranda / Romansa / I'm Sorry Laras / Mereka tahu Laras Hamil

Share

Mereka tahu Laras Hamil

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 15:52:28

Maryam menatap Laras lekat-lekat, matanya seperti menusuk. Ia menghela napas panjang, lalu perlahan melangkah mundur, seolah sedang mempertimbangkan. Wajahnya kemudian berubah menjadi seringai kejam. "Baiklah," ucapnya dingin. "Kali ini aku ampuni kau. Tapi dengar baik-baik, Laras!" Maryam membungkuk, mendekatkan wajahnya ke Laras yang masih terduduk, menatapnya dengan ketakutan.

"Kalau aku melihatmu berada di dekat Damar lagi, atau bahkan mendengar namamu disebut di hadapannya, aku pastikan anak yang ada dalam kandunganmu itu tidak akan pernah melihat dunia ini. Kau paham?!" Ancaman itu terdengar dingin, tanpa ragu, menusuk telinga Laras seperti belati.

Laras membeku, tubuhnya gemetar hebat. Ia hanya bisa mengangguk pelan, terlalu takut untuk berkata apa-apa. Maryam berdiri tegak, menatapnya dengan penuh penghinaan sebelum akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Laras sendirian di lahan kosong itu.

Begitu Maryam menghilang dari pandangannya, Laras terisak keras, tangannya melindungi p
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • I'm Sorry Laras   Pembuat onar

    Laras memegangi pipinya yang kini memerah. Namun, ia menatap Ratna dengan mata yang berkaca-kaca, menahan air matanya agar tidak jatuh. "Bu, kalau Ibu datang ke sini hanya untuk menyakiti saya, lebih baik Ibu pergi saja. Saya sudah berusaha menjauh dari keluarga Ibu, sesuai dengan permintaan Ibu. Tapi kenapa Ibu tetap datang dan mengusik hidup saya?"Ratna mendengus, melipat tangannya di depan dada. "Aku ke sini sebenarnya hanya ingin memastikan dengan mata kepalaku sendiri, apakah kau benar-benar hamil atau tidak. Tapi karena kau sudah berani kurang ajar padaku, jadi jangan salahkan aku kalau aku tadi bertindak kasar padamu."Laras berdiri tegak, meskipun tubuhnya masih terasa gemetar. "Sekarang Ibu sudah tahu, kan? Kalau Saya benar-benar hamil. Kalau begitu, silakan sekarang Ibu pergi dari sini."Maryam maju selangkah, matanya menyipit dengan penuh kebencian. "Jangan sombong kau, Laras. Wanita miskin seperti kau tidak punya hak untuk mengusir kami. Apa kau mau tanganku juga melayang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • I'm Sorry Laras   damar tqhu

    Maryam yang mendengar gumaman itu segera melirik keluar jendela, mencoba memastikan siapa pria yang disebut Ratna. "Faris? Siapa dia, Bu? Apa Ibu mengenalnya?" tanyanya dengan nada penasaran.Ratna menoleh ke arah Maryam, matanya tajam dan penuh perhitungan. "Dia itu sahabatnya Damar. Orang yang aku gunakan untuk menjebak Laras," ucap Ratna tanpa ragu.Maryam tersentak, mulutnya sedikit terbuka. "Oh, jadi dia orangnya? Orang yang Ibu suruh untuk menfitnah Laras di depan Damar?" tanyanya lebih penasaran.Ratna mengangguk pelan, tetapi wajahnya masih menyiratkan kebingungan bercampur kewaspadaan. "Iya, dia orangnya. Tapi... apa tujuannya datang ke sini? Mau apa dia?" gumam Ratna, lebih untuk dirinya sendiri daripada menjawab Maryam.Maryam, yang kini semakin penasaran, melirik lagi ke arah Faris yang masih berdiri di depan gerbang rumah Laras. "Apa mungkin dia mau menceritakan semuanya pada Laras? Kalau dia hanya menjalankan perintah Ibu untuk menjebak dia di depan Damar?" Maryam berspe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • I'm Sorry Laras   15 tahun kemudian

    Ratna mendesah, matanya melirik Damar dengan kesal. "Itu tidak penting! Seharusnya kamu fokus pada siapa yang ada di foto itu bersama Laras," ucapnya, nadanya tajam.Damar mengalihkan pandangannya ke foto itu lagi. Matanya membelalak lebih lebar ketika menyadari siapa pria yang berdiri di samping Laras. "Ini... Faris? Apa yang dia lakukan bersama Laras?" tanyanya dengan nada penuh kebingungan.Ratna langsung memukul lengan anaknya dengan geram. "Damar! Jangan pura-pura pikun! Faris itu kan selingkuhannya Laras. Apa kamu lupa?" teriak Ratna.Damar mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan ibunya. "Iya, Bu... Tapi kenapa dia ada bersama Laras di sana? Apa yang mereka lakukan?"Ratna mendengus kesal. "Tentu saja sekarang mereka bebas bisa bersama setelah kamu menceraikan Laras. Kamu itu terlalu bodoh, Damar. Semenjak Laras mengkhianatimu, kamu jadi kehilangan akal!" ucap Ratna dengan nada tinggi.Ucapan itu seperti menusuk Damar. Ia merasakan amarahnya kembali membara. Perasaan cemburu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • I'm Sorry Laras   Mencari keberadaan Laras

    Indira, di usianya yang masih muda, adalah pendiri dan CEO dari brand skincare terkenal bernama "Lumea Glow", yang telah merevolusi dunia kecantikan. Lumea Glow bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di pasar internasional, dengan produk-produk unggulannya yang fokus pada bahan alami dan ramah lingkungan. Mulai dari serum wajah, pelembap, hingga masker premium, semua produk buatannya menjadi incaran banyak selebriti dan influencer terkenal.Kesuksesan Indira bukan datang secara instan. Di balik kemewahan dan prestasinya, tersimpan kisah perjuangan dan kerja keras. Setelah meninggalkan masa kecilnya yang penuh luka, ia tumbuh menjadi gadis yang gigih. Ia memulai Lumea Glow ketika masih berusia 18 tahun, hanya bermodalkan pengetahuan skincare yang ia pelajari secara otodidak, tekad yang besar, dan sedikit modal hasil beasiswa kuliahnya di bidang bisnis.Kini, Lumea Glow memiliki lebih dari 30 cabang offline di seluruh Indonesia, serta ribuan mitra reseller yang tersebar hingga ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • I'm Sorry Laras   Sandiwara Maryam dan Desi

    Maryam meneguk ludah, tahu ini saatnya memberikan pukulan terakhir. “Dia sudah mati,” ucapnya cepat, suaranya datar, seperti menusukkan belati dingin ke hati Indira.Indira tertegun. Ia mundur selangkah, tubuhnya kehilangan keseimbangan, hampir terjatuh. Syukurlah asistennya dengan sigap menangkap tubuhnya, memegangi bahunya agar ia tidak terjatuh ke tanah.“Apa... apa yang Ibu katakan?” bisik Indira dengan suara parau, hampir tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. “Ibu saya... sudah meninggal?”"Iya, dia sudah meninggal 10 tahun lalu," ucap Maryam, suaranya dingin dan penuh keyakinan, meski ada gemetar halus yang berusaha disembunyikannya. Senyum licik terselip di sudut bibirnya, namun dengan cepat ia berusaha menyamarkannya.Indira membeku. Kata-kata Maryam seperti petir yang menyambar di siang bolong. "Tidak... ini tidak mungkin... Ibu saya tidak mungkin meninggal!" suaranya pecah, tubuhnya limbung seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tangannya gemetar, mencengkeram e

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • I'm Sorry Laras   Secercah Harapan

    Indira duduk di dalam mobil, wajahnya masih menampilkan ekspresi penuh tekad meski hatinya diliputi kegalauan. Lamunannya buyar saat mendengar ketukan lembut di jendela mobil. Dengan alis yang berkerut, ia menoleh ke arah suara dan melihat seorang wanita tua berdiri di luar, wajahnya tampak penuh kerutan namun memancarkan kehangatan."Dewi, bukakan pintunya," ucap Indira singkat. Dewi segera keluar dan membuka pintu bagi wanita tua itu."Maaf, Nak, kalau nenek mengganggu," kata wanita itu dengan suara lirih. "Tadi nenek tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan Maryam. Apakah benar kamu anaknya Laras yang selama ini hilang?"Indira terperangah mendengar nama ibunya disebut. Matanya melebar, sementara hatinya melonjak dengan harapan. "Iya, Nek, saya Indira. Apakah nenek kenal dengan ibu saya?"Wanita itu tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Nama nenek Yuni. Tentu saja nenek kenal ibumu. Bahkan, nenek sangat mengenalnya."Indira dan Dewi saling berpandangan, tatapan mereka dipenuh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • I'm Sorry Laras   Awal pertemuan

    Yuni menghela napas panjang, wajahnya penuh dengan rasa sedih. "Maryam mengusir ibumu, Nak. Dia mengatakan bahwa rumah itu sekarang adalah miliknya. Dia bahkan mencaci ibumu, menyebut Laras sebagai wanita yang tidak tahu diri, meski ibumu yang sudah menyelamatkannya dari kehancuran dulu."Indira tidak bisa menahan air matanya lagi. Tubuhnya bergetar menahan kemarahan dan kesedihan yang bercampur aduk. "Bagaimana mungkin... bagaimana mungkin ada orang sekejam itu? Ibu saya sudah melakukan banyak hal untuknya. Kenapa dia membalasnya dengan cara seperti itu?"Yuni mengusap bahu Indira dengan lembut. " itu karena Maryam sudah dibutakan oleh rasa iri dan dendam, Nak. Dia merasa kalau ibumu terlalu sempurna, bisa mendapatkan segalanya yang tidak pernah bisa dia miliki. Ketika ibumu jatuh, Maryam lah yang paling merasa puas. Dia ingin memastikan Laras selalu menderita."Indira menggenggam tangan Yuni erat, air matanya terus mengalir. "Lalu, bagaimana ibu saya bisa bertahan selama ini, Nek? A

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • I'm Sorry Laras   Pertemuan kembali

    "Tidak bisa! Aku akan tetap mengambil TV ini sebelum kau melunasi semua hutang hutangmu itu," ujar Surti geram, suaranya menggema dengan nada penuh intimidasi.Laras berdiri di depan TV tua itu, berusaha melindunginya dengan tubuhnya yang mulai lemah. "Tapi... bukankah hutang-hutang saya sudah lunas minggu lalu saat saya membayarnya?" tanyanya tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca.Surti mendengus sinis, melipat tangannya dengan angkuh. "Enak saja kau bilang lunas. Yang kau bayar kemarin itu hanya bunganya saja. Sedangkan pokoknya belum kau lunasi sama sekali!"Kata-kata Surti membuat Laras tertegun, seluruh tubuhnya terasa lemas. "Itu tidak mungkin... saya yakin kalau saya sudah membayar semuanya. Bahkan dengan bunga bunganya sekalian," jawabnya hampir berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Surti tertawa kecil, lalu mendekat dengan ekspresi penuh kemenangan. "Yang kau bayar itu hanya bunganya 3%, sedangkan bunga di tempatku itu adalah 15%! Jadi kau masih berhutang ban

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • I'm Sorry Laras   Hati yang sakit

    Dika mengusap sudut bibirnya yang terasa perih. Namun, bukannya mundur, dia justru tersenyum miring. Senyum yang membuat Doni sedikit terkejut, seolah Dika tidak merasakan sakit sama sekali.Doni semakin panas. Dia maju dengan serangan bertubi-tubi. Dika menghindari beberapa pukulan, tapi satu pukulan telak mengenai perutnya, membuatnya sedikit terhuyung mundur. Penonton semakin gaduh, beberapa siswa mulai berteriak memberi semangat.Doni yang melihat itu tersenyum miring. "Apa lo pikir bisa ngelawan gue, hah?" suaranya penuh ejekan. "Lo masih anak miskin yang nggak ada harganya, Dika. Kakak lo boleh kaya, tapi lo tetap sampah dimata gue!"Dika mengepalkan tangan. Kata-kata Doni baginya bukanlah hal baru. Sudah bertahun-tahun dia diperlakukan seperti ini. Tapi hari ini, dia tidak akan diam saja.Tanpa aba-aba, Don

  • I'm Sorry Laras   Pertempuran dimulai

    Dika terdiam sejenak. Dalam benaknya, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk mengakhiri permusuhannya dengan Doni sekaligus memberi pelajaran kepada bocah angkuh itu. Tapi ada satu hal yang mengganjal—Doni adalah saudara tirinya, meskipun mereka berbeda ibu. Bagaimana mungkin ia memukul saudara kandungnya sendiri?Doni melihat keraguan di wajah Dika dan tersenyum miring. "Jangan-jangan lo takut sama gue, Dik? Makanya lo lama mikirnya."Dika mengangkat wajahnya, menatap Doni dengan tatapan tajam penuh ketegasan. "Takut sama lo? Nggak ada dalam kamus hidup gue. Gue terima tantangan ini!"Meskipun ada perasaan tak nyaman dalam hatinya, Dika tahu bahwa Doni butuh diberi pelajaran. Jika ini satu-satunya cara untuk membuatnya sadar, maka ia akan melakukannya.Nadine yang sejak tadi mendengarkan perdebatan itu mulai merasa ragu. Ia menggigit bibirnya dan berkata, "Apa-apaan sih kalian? Harus banget adu jotos segala?"Namun Doni segera menatapnya dengan tajam. "Nadine, lo nggak usah

  • I'm Sorry Laras   Kantin yang penuh emosi

    Sorot mata Doni membara, penuh kemarahan saat melihat Nadine duduk begitu dekat dengan Dika. Rahangnya mengeras, otot-otot di lengannya menegang."Apa maksud lo duduk di sini sama dia, Nadine?!" suaranya bergetar menahan emosi.Nadine tersentak. Seketika, ia menggeser tubuhnya menjauh dari Dika, raut wajahnya berubah tegang. Namun, Dika? Ia sama sekali tidak bereaksi. Ia hanya melirik Doni sekilas, lalu dengan santai kembali menyuap baksonya.Sikap acuh tak acuh itu membuat Doni semakin berang. Ia merasa diremehkan, seolah Dika sama sekali tidak menganggapnya sebagai ancaman.Brak!Doni langsung mencengkeram kerah seragam Dika dan menariknya dengan kasar. Mata mereka kini hanya berjarak beberapa inci."Lo pikir lo siapa, hah?!" desis Doni dengan suara rendah namun penuh ancaman.Namun, alih-alih panik, Dika tetap tenang. Ia menatap Doni tanpa gentar, seolah tak terpengaruh sedikit pun. Detik berikutnya, dengan gerakan cepat, Dika menepis tangan Doni dengan keras, membuat pemuda itu se

  • I'm Sorry Laras   Rayuan Nadine

    Dika mengangkat alis, sementara Wisnu menoleh dengan ekspresi geli."Tumben banget," gumam Wisnu dengan nada menggoda. "Biasanya, lo kalo jalan ya jalan aja seolah-olah Dika ini nggak ada. Tapi sekarang kok malah nyamperin?"Nadine melirik Wisnu dengan sinis. "Gue ngomong sama Dika ya, bukan sama lo!"Wisnu terkekeh, menikmati situasi ini. "Dulu mah Dika lu cuekin? Sekarang ketika dia sudah berubah tambah ganteng, baru deh lo lirik."Nadine mendengus kesal, lalu mengabaikan Wisnu. Dia menatap Dika dengan senyum manis—senyum yang sama sekali tidak dipercaya oleh Dika.Wisnu hanya tertawa kecil, menikmati bagaimana Nadine yang biasanya angkuh kini justru berusaha menarik perhatian sahabatnya. Nadine kemudian kembali menoleh ke Dika, menatapnya dengan mata berbinar. "Kamu kok diem aja? Salam ku nggak dijawab?" Dika menatapnya datar, kemudian bersuara dengan nada dingin. "Apa sebenarnya maumu? Mau menghina aku lagi?" Nadine tersenyum manis—senyum yang tampak dibuat-buat di mata Dik

  • I'm Sorry Laras   Wisnu akhirnya tahu

    Laras tersentak. Matanya membulat, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Damar.. maksud ibu Ayah kalian… membelamu?” suaranya terdengar ragu.Indira mengangguk. “Ya. Dia berdiri di pihakku, meskipun di depan istri dan anaknya sendiri.”Laras terdiam, jemarinya meremas ujung bajunya. “Bagaimana keadaannya? Apakah dia sehat? Apakah dia… baik-baik saja?”Indira dan Dika saling berpandangan. Mereka bisa merasakan nada rindu yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan itu.“Ibu…” Indira menatap ibunya tajam. “Apa Ibu masih mencintai Ayah?”Laras menunduk, wajahnya memerah. “Ibu…” suaranya bergetar. “Ibu tidak bisa membohongi perasaan ibu, Nak. Meski bertahun-tahun sudah berlalu, meski ibu berusaha melupakan ayah mu, namun hati ini tetap menyimpan namanya.”Dika mendesah. “Tapi, Bu… Ayah sudah meninggalkan kita. Dia bahkan tidak pernah mencari ibu selama ini.”Indira menyusul, suaranya lebih dingin. “Bahkan ayah memilih menikah dengan wanita lain dan membiarkan Ibu mend

  • I'm Sorry Laras   Balas Dendam yang Terlambat

    Ratna tertegun. Dada tuanya bergemuruh hebat saat sosok Indira berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sorot mata yang begitu dingin, begitu menusuk. Ternyata, dugaannya memang benar—Indira yang kemarin datang ke pesta Doni adalah Indira, anak Laras yang telah lama hilang.Indira melangkah maju, matanya menyala penuh amarah. "Apa salah ibuku sampai kau tega menamparnya seperti itu?" suaranya menggema, tajam seperti pisau.Ratna mendengus, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Karena ibumu sudah berani kurang ajar padaku," jawabnya, penuh keangkuhan.Maryam mengangguk setuju, seolah ingin memperkuat kata-kata Ratna.Indira mendengus tidak percaya. "Ibuku tidak mungkin bertindak kurang ajar tanpa alasan!" Pandangannya menusuk, seakan mencoba menembus kebohongan yang mereka tutupi. ""Sepertinya aku harusnya bertanya oada kalian... siapa sebenarnya yang kurang ajar di sini? Dan apa sebenarnya tujuan kalian datang ke sini? Bukankah kalian sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan ibuk

  • I'm Sorry Laras   mendatangani Laras

    Di antara bayang-bayang meja dan kursi yang tertata rapi, sepasang mata mengawasi dengan napas tertahan. Tangan yang mengepal erat bergetar, bukan karena takut, tetapi karena amarah yang meluap-luap.Sosok itu menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan desakan untuk keluar dari persembunyian dan mengakhiri adegan terlarang yang sedang terjadi di depan matanya. Tidak pernah, sekalipun dalam mimpi terburuknya, ia membayangkan Raka dan Sofia akan berani melakukan hal sehina ini—di rumah ini, di bawah atap yang sama dengan suami Sofia, di tempat yang seharusnya menjadi simbol kehormatan keluarga.Dadanya naik turun, menyesakkan. Pandangannya kabur karena kemarahan yang berkecamuk. Setiap sentuhan, setiap desahan yang samar terdengar membuat hatinya semakin tercabik-cabik."Sebaiknya aku pergi dari sisni."Orang itu menelan kekecewaannya, memilih untuk tidak lagi menyaksikan adegan panas dari 2 orang yang berlainan jenis ini. Dengan langkah ringan namun cepat, ia mundur, menjauh dari pemandangan

  • I'm Sorry Laras   Perdebatan keluarga

    Setelah pesta ulang tahun yang berantakan itu berakhir, keluarga Damar kembali ke rumah mewah mereka. Malam yang seharusnya penuh kemeriahan berubah menjadi malam yang dipenuhi ketegangan.Begitu pintu utama tertutup, Sofia meledak.“Apa yang kau pikirkan, Mas Damar?!” suaranya melengking memenuhi ruangan, penuh kemarahan yang sejak tadi ia pendam. “Pesta Doni hancur gara-gara ulahmu! Seharusnya Mas Damar tidak mengundang Indira! Dan Dika?! Apa mas tidak tahu kalau dia adalah orang yang paling Doni benci di sekolah?!”Damar melepas jasnya dengan santai, seolah tidak terpengaruh. “Memangnya salahku kalau Doni tidak bisa mengendalikan emosinya?” jawabnya datar.Raka yang sejak tadi diam kini ikut maju. “Tapi, Kak, apa yang dikatakan Sofia benar. Kau seharusnya tidak membela orang asing dan malah mempermalukan Doni di depan semua tamunya. Kau pikir harga dirinya tidak hancur setelah itu?”D

  • I'm Sorry Laras   pesta yang berantakan

    Langkahnya tenang namun penuh tekanan saat ia mendekat. “Semua yang dikatakan Nona Indira benar,” ucapnya, suaranya tak terbantahkan. “Akulah yang memberikan undangan itu.”Sofia langsung melangkah maju, sorot matanya penuh kecurigaan. “Jadi benar?! Kau dan perempuan ini ada hubungan?!”Damar mendengus, tatapannya menusuk tajam. “Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan, Sofia? Aku dan Nona Indira hanya rekan bisnis. Tidak lebih.”Nada suaranya begitu tegas hingga tak seorang pun berani menyela.Doni yang sejak tadi menahan diri, akhirnya meledak. “Tapi aku tetap tidak terima, Pa! Kenapa mereka masih ada di sini?! Dia sudah menamparku! Harusnya Papa usir mereka!”Namun, yang terjadi justru kebalikan dari harapannya.Damar berbalik, menatapnya dengan mata yang kini penuh kekecewaan."Kalau kau sampai ditampar, itu artinya kau pantas mendapatkannya."Ruangan itu seketi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status