Home / Romansa / I'm Sorry Laras / Curhatan hati Damar

Share

Curhatan hati Damar

Author: mangpurna
last update Last Updated: 2025-01-04 15:52:28
Laras mendongak tiba-tiba, matanya membelalak penuh kejutan. “Ya Tuhan, kenapa saya bisa lupa, Bu, dengan rumah masa kecil saya?” ucapnya, suaranya penuh keheranan pada dirinya sendiri. “Saya terlalu fokus dengan masalah saya hingga melupakannya.” Pikirannya melayang ke rumah kecil itu—rumah sederhana dengan dinding kayu dan atap genteng yang penuh kenangan masa kecilnya bersama orang tua. Rumah itu memang tak pernah dijual, tapi setelah menikah dengan Damar, ia jarang kembali ke sana, bahkan hampir melupakannya sepenuhnya.

“Ibu benar,” lanjut Laras, suaranya mulai bersemangat meski masih lemah. “Sejak saya menikah, saya tidak lagi pernah ke sana.”

Bu Yuni tersenyum kecil, lega melihat sedikit semangat kembali di wajah Laras. “Itu karena kamu sudah tidak pernah ke sana, Laras. Mungkin karena itu kamu sedikit lupa,” ucapnya lembut. “Ya sudah, kamu istirahat dulu sekarang, biar bisa cepat sembuh. Setelah itu, kamu bisa langsung ke sana.”

Laras mengangguk pelan, matanya yang basah kini me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • I'm Sorry Laras   Awal baru untuk Laras

    Damar duduk sendirian, rokok di tangannya kini hanya menyisakan abu yang jatuh ke lantai. Ia menatap gelas kosong di depannya, pikirannya penuh dengan bayangan Laras—wanita yang ia cintai selama delapan tahun, yang kini pergi entah ke mana. “Laras…” gumamnya lagi, suaranya nyaris hilang, penuh penyesalan yang tak bisa ia ungkapkan. Di dalam hatinya, ia tahu keputusan ini terasa salah, namun tekanan dari ibunya dan rasa bersalah atas Sofia membuatnya terjebak dalam pilihan yang tak ia inginkan. Malam itu, ia terus meratapi kepergian Laras, tenggelam dalam hampa dan penyesalan, sementara rencana Ratna terus berjalan, meninggalkan Damar di persimpangan antara cinta yang hilang dan tanggung jawab yang memaksanya melangkah ke arah yang tak ia yakini.Beberapa hari kemudian, Laras akhirnya diizinkan keluar dari rumah sakit. Tubuhnya masih terasa lemah, namun semangatnya perlahan kembali menyala berkat kebaikan Bu Yuni yang tak henti mendampinginya. Dengan bantuan Bu Yuni, yang menyangga leng

    Last Updated : 2025-01-05
  • I'm Sorry Laras   Kedatangan tamu tak di undang

    Saat sampai di depan, Laras melihat Bu Maryam sudah berdiri di halaman kecil rumahnya, tangannya terlipat di dada, wajahnya memasang ekspresi sombong yang khas. “Jadi benar kalau kamu tinggal di gubuk ini sekarang,” ucap Bu Maryam sambil melangkah mendekat, suaranya penuh ejekan yang tak disembunyikan. Ia melirik rumah kayu tua itu dengan tatapan merendahkan, lalu melanjutkan, “Rumah ini memang cocok buatmu. Memang seharusnya kamu tinggal di sini, bukan di rumah besar seperti milik Damar atau milikku.”Laras memutar bola matanya, jengah mendengar nada suara bibinya yang penuh hinaan. “Kalau Bibi datang ke sini hanya untuk menghinaku, lebih baik Bibi pulang saja karena aku masih sibuk,” ucapnya tegas, suaranya penuh kejengkelan yang ia tak lagi coba sembunyikan.“Eh, Laras, jangan kurang ajar, ya, kamu! Main usir orang saja!” bentak Bu Maryam, matanya menyipit penuh kemarahan, tangannya terangkat seolah ingin menunjukkan otoritasnya.“Aku bukan mengusir Bibi,” balas Laras, suaranya teta

    Last Updated : 2025-01-07
  • I'm Sorry Laras   Mengacaukan pernikahan Damar

    Hari pernikahan Damar pun tiba. Suasana di rumah besar itu terasa sederhana namun penuh ketegangan yang terselubung. Tidak banyak tamu yang hadir, hanya keluarga dari kedua pihak—pihak Damar dan Sofia—yang datang untuk menyaksikan upacara kecil ini. Ruang tamu yang biasanya ramai kini dihias ala kadarnya dengan bunga-bunga sederhana dan kain putih yang tergantung di beberapa sudut, mencoba menciptakan suasana pernikahan meski terasa hambar. Damar duduk di kamarnya, mengenakan kemeja putih dan sarung yang rapi, namun wajahnya jauh dari rona bahagia yang seharusnya dimiliki seorang pengantin pria. Matanya kosong, alisnya mengerut, dan bibirnya terkatup rapat, menunjukkan ketidaksemangatan yang tak bisa ia sembunyikan.Ratna, yang berdiri di ambang pintu kamar, memperhatikan anaknya dengan tatapan penuh ketidaksabaran. Ia melangkah masuk, tangannya terlipat di dada, wajahnya mengeras melihat ekspresi muram Damar. “Damar,” panggilnya dengan nada tegas, suaranya memotong keheningan yang men

    Last Updated : 2025-01-08
  • I'm Sorry Laras   Talak

    Laras mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Bu Maryam, namun tenaganya terlalu lemah dibandingkan kemarahan bibinya. “Lepaskan saya, Bi!” teriaknya, suaranya penuh perlawanan, matanya menatap Bu Maryam dengan campuran kemarahan dan kepedihan. “Saya punya hak untuk bicara!”Semua orang di ruangan itu kini berdiri, suara-suara berisik semakin memenuhi udara. Keluarga Sofia berbisik dengan nada panik, beberapa di antaranya menatap Damar dengan tatapan penuh tanya, sementara Raka melangkah mendekati Ratna, wajahnya penuh kekhawatiran namun juga kemarahan. Sofia tetap duduk di kursi pengantin, wajahnya pucat, tangannya mencengkeram kebaya dengan erat, matanya beralih dari Damar ke Laras dengan ekspresi campur aduk, kecewa, takut, dan marah.Damar akhirnya bangkit dari kursinya, langkahnya ragu-ragu namun matanya tak lepas dari Laras. “Laras…” ucapnya lirih, suaranya nyaris tenggelam di tengah keriuhan, penuh kebingungan dan rasa bersalah yang tak bisa ia sembunyikan lagi. Namun, seb

    Last Updated : 2025-01-09
  • I'm Sorry Laras   Penderitaan Laras berlanjut

    Kata-kata itu menggema di ruangan, menghantam hati Laras seperti palu yang menghancurkan sisa harapan yang pernah ada. Laras mengangguk pelan, matanya kembali berkaca-kaca, namun ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh lagi. "Terima kasih, Mas," katanya dengan suara gemetar, suaranya nyaris hilang di tengah kepedihan yang menyelimuti hatinya. Meski talak itu memberinya kebebasan yang ia minta, rasanya seperti kehilangan terakhir dari apa yang pernah menjadi hidupnya bersama Damar.Isak tangis Sofia semakin keras, membuat perhatian semua orang kembali terarah padanya. Sofia berlutut di lantai, menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya gemetar hebat. Pisau yang tadi dipegangnya sudah tidak lagi menjadi ancaman, tergeletak di meja prasmanan, tetapi luka di hatinya jelas belum terobati. Ratna segera menghampiri Sofia, memeluknya dengan penuh drama, seolah ingin menenangkan. "Sofia, sekarang kamu tenang ya, Nak," ucapnya, suaranya dibuat lembut namun penuh perhitungan. "Lihat

    Last Updated : 2025-01-10
  • I'm Sorry Laras   Kekecewaan Sofia

    Aku capek, Sofia,” jawab Damar tanpa berhenti, suaranya datar dan penuh kelelahan. “Aku mau ke kamar dan langsung tidur.”Sofia mengerutkan kening, wajahnya menunjukkan kekecewaan yang tak bisa disembunyikan. “Jangan tidur dulu, Mas,” ucapnya, suaranya sedikit meninggi, penuh keberatan. “Ini kan hari pernikahan kita! Dan masih ada banyak tamu di sini. Masak kamu mau ninggalin begitu saja?”Damar berhenti sejenak di tangga, menoleh sekilas ke arah Sofia, namun matanya kosong tanpa semangat. “Itu semua kan hanya keluargamu,” ucapnya, suaranya tetap datar. “Bilang saja kalau aku sedang tidak enak badan. Kamu saja yang menemani mereka semua.” Tanpa menunggu jawaban, ia melanjutkan langkahnya, menghilang di ujung tangga, meninggalkan Sofia yang berdiri dengan wajah kesal dan bingung.“Ih… Mas Damar kok gitu sih,” gumam Sofia, suaranya penuh kekesalan, tangannya mencengkeram ujung kebaya dengan jengkel. Ia kembali duduk di kursi dengan wajah cemberut, pandangannya kosong menatap tamu-tamu ya

    Last Updated : 2025-01-11
  • I'm Sorry Laras   Mendatangi Laras

    Dengan wajah malas dan hati penuh kewaspadaan, Laras melangkah mendekat untuk membukakan pintu gerbang. Ia berdiri di ambang pintu, tangannya masih memegang keranjang kosong, matanya menatap Ratna dan Bu Maryam dengan dingin. “Ibu mau apa lagi datang kemari?” tanyanya, suaranya tajam namun penuh kelelahan. “Kita sudah tidak punya urusan lagi.”Ratna mendengus, melangkah masuk tanpa permintaan, seolah rumah itu adalah miliknya. “Laras, kau jangan kurang ajar, ya!” bentaknya, matanya menyipit penuh kemarahan. “Bukannya disuruh masuk dulu, malah sudah berkata kurang ajar seperti ini!”“Iya, Bu Ratna,” Bu Maryam menimpali dengan nada penuh ejekan, melangkah di belakang Ratna dengan wajah penuh kebencian. “Anak ini memang tidak pernah diajarkan sopan santun sama orang tuanya.”Laras yang mendengar orang tuanya yang sudah meninggal disebut-sebut menjadi geram. Matanya menyala penuh kemarahan, tangannya mengepal erat di samping tubuh. “Bi, jangan pernah berkata seperti itu tentang orang tua s

    Last Updated : 2025-01-12
  • I'm Sorry Laras   Fitnah Ratna

    Bu Maryam yang mendengar gumaman Ratna segera melirik keluar jendela, matanya mencari-cari sosok yang dimaksud. “Faris? Siapa dia, Bu? Apa Ibu mengenalnya?” tanyanya, suaranya penuh rasa penasaran, alisnya terangkat tinggi.Ratna menoleh ke arah Bu Maryam, matanya menyipit penuh perhitungan sebelum menjawab. “Dia itu sahabatnya Damar,” ucapnya, suaranya rendah namun penuh makna. “Orang yang selingkuh dengan Laras.”“Oh, jadi dia orang yang Ibu suruh untuk menfitnah Laras?” tanya Bu Maryam, suaranya penuh rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan, wajahnya menunjukkan ekspresi penuh minat.“Iya, dia orangnya,” jawab Ratna, anggukan kecil mengiringi kata-katanya. Namun, tatapannya kembali tertuju pada sosok Faris yang kini melangkah perlahan di sisi jalan, seolah sedang mencari-cari sesuatu. “Tapi mau apa dia ke mari, ya?” gumamnya lagi, kali ini lebih kepada dirinya sendiri, suaranya penuh kecurigaan.Bu Maryam melirik Ratna dengan ekspresi penuh dugaan. “Apa mungkin dia mau menceritak

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • I'm Sorry Laras   dhgdvdgv

    “Laras, aku juga masih sayang sama kamu,” lanjut Damar, suaranya nyaris seperti bisikan yang rapuh, setiap kata terucap dengan beban emosi yang dalam. “Aku salah… aku terlalu lama tenggelam dalam bayang-bayang masa lalu. Aku pikir kamu… tapi sekarang aku tahu, aku gak mau kehilangan kamu lagi.” Matanya berkaca-kaca, dan air mata pertama setelah bertahun-tahun terpendam akhirnya jatuh, membasahi pipinya yang pucat. Damar menarik napas dalam dengan susah payah, berusaha mengumpulkan kekuatan di tubuhnya yang lemah. “Aku janji, Laras… aku akan perbaiki semuanya. Kita mulai lagi, ya?” pintanya, suaranya penuh harap yang terselip di antara kerapuhan, matanya memohon meski pandangannya mulai buram.Laras tersentak. Hatinya terguncang hebat, seperti ada badai yang mengoyak dadanya. Cinta lama yang tak pernah padam membakar jiwa nya, namun di saat yang sama, luka dan kenyataan menusuknya tajam. Ia tak bisa begitu saja menerima

  • I'm Sorry Laras   Pengakuan Laras

    Damar melangkah mendekat, setiap langkahnya terasa berat namun penuh makna. Matanya terkunci pada wajah Laras, wajah yang dulu begitu ia kenal, yang kini tampak lebih tua namun tetap membawa kehangatan yang sama. Ia ingin sekali merengkuh Laras dalam pelukannya, merasakan kembali keintiman yang pernah mereka miliki. Tapi ia menahan diri,rasa sakit dari masa lalu masih membayang, meski rindu itu kini lebih kuat, mengikis dinding penghalang di hatinya. Laras bukan istrinya lagi, hanya kenangan yang hidup di depan matanya.Laras pun merasakan hal yang sama. Ia ingin berlari ke pelukan Damar, menangis di dadanya seperti dulu, tapi kenyataan bahwa mereka kini adalah dua dunia yang berbeda menghentikan langkahnya. Matanya memperhatikan Damar dengan penuh perasaan.

  • I'm Sorry Laras   Hukuman untuk Ningsih

    Mata Indra mengikuti arah yang ditunjuk adiknya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa yang ditunjuk adalah bosnya sendiri. Dengan cepat, ia berjalan mendekati Indira. “Bu Indira…” ucapnya gugup, suaranya sedikit bergetar. “Ibu sudah lama di sini?”“Cukup lama untuk dihina oleh adikmu itu,” jawab Indira dengan nada sinis, matanya tajam menatap Indra.Indra menoleh ke arah Ningsih dengan tatapan kesal. “Menghina? Maksud Ibu apa?” tanyanya, ketakutan mulai terasa dalam suaranya.“Tanyakan saja pada adikmu itu apa yang sudah dia katakan kepada saya dan keluarga saya,” ucap Indira, suaranya dingin namun tegas.Indra memanggil adiknya dengan nada keras. “Ningsih, cepat ke sini kamu! Apa yang sudah kamu lakukan pada bu Indira?” teriaknya.Ningsih mendekat dengan langkah ragu. “Ma… maaf, Kak. Aku tidak tahu kalau mereka itu pemilik butik ini,” ucapnya, suaranya pelan dan penuh ketakutan. “Soalnya yang sering datang ke sini kan Ibu Dewi. Dan Aku tidak pernah melihat dia,” tambahnya, m

  • I'm Sorry Laras   Penghinaan Ningsih

    Dika menoleh, sedikit canggung tapi tetap berusaha sopan. “Maaf, Mbak, saya cuma mau ambil baju ini biar bisa dicoba sama ibu saya,” ucapnya, tangannya menunjuk ke arah pakaian yang ia incar.“Tidak bisa!” potong Ningsih cepat, nadanya tegas dan tak ramah.Dika mengerutkan kening, tak mengerti. “Loh, kenapa tidak bisa, Mbak? Kami ke sini kan mau beli,” protesnya, suaranya mulai naik karena bingung dengan sikap pegawai itu.Ningsih mendengus, memandang mereka dengan ekspresi meremehkan. “Tidak bisa ya tidak bisa! Saya tidak mau baju ini nanti kotor. Ini harganya mahal, saya tidak mau disuruh ganti kalau kalian berdua membuatnya kotor,” ucapnya dengan nada sombong, tangannya terlipat di dada seolah menegaskan otoritasnya.Dika tak terima. “Apa maksud Mbak berkata seperti itu? Baju ini tidak akan kotor kalau cuma saya pegang. Nih, lihat, tangan kami bersih semua!” balasnya, sedikit kesal sambil menunjukkan telapak tangannya yang memang bersih, diikuti Laras yang juga mengangguk membenark

  • I'm Sorry Laras   Mall

    Dika mendekati kakaknya, berdiri di samping Indira dengan sikap mendukung. Ia menatap Indira dengan kekaguman, tangannya menyentuh lengan kakaknya pelan sebagai tanda solidaritas. Sementara itu, Pak Suwandi hanya bisa memandang kejadian tadi dengan kebingungan, menggosok pelipisnya seolah tak percaya situasi bisa menjadi begitu kacau.Indira menoleh ke Pak Suwandi, lalu berkata dengan nada sopan, “Mohon maaf atas kejadian tadi, Pak. Mengenai permasalahan adik saya, saya berjanji dia tidak akan mengulanginya lagi, kecuali ada orang yang terlalu keterlaluan dan memulainya lebih dulu. Saya berani pastikan bahwa Dika tidak akan pernah memulai pertengkaran tanpa sebab.”Pak Suwandi menghela napas panjang, wajahnya menunjukkan kelelahan. “Sebenarnya saya tahu, Bu Indira. Banyak saksi yang mengatakan bahwa Doni-lah yang memulai. Tapi saya tidak bisa berbuat banyak. Keluarga Doni memiliki pengaruh besar di yayasan sekolah Gemilang Nusantara. Yang saya khawatirkan, beasiswa yang diterima Dika

  • I'm Sorry Laras   Rasa penasaran Doni

    “Jadi kamu anaknya Laras, ya?!” bentak Sofia, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Dika, penuh amarah. “Berani-beraninya kamu nyakitin anakku! Dulu udah bikin malu Doni di ulang tahunnya, sekarang kamu hajar dia sampe gini?!” Suaranya menggema di ruangan, penuh luapan emosi yang tak terkendali.Dika terdiam, tak membalas. Bukan karena takut, tapi karena ia menahan diri. Menurut ajaran ibunya, ia tak boleh melawan orang yang lebih tua, apalagi dengan cara kasar. Ia hanya menunduk sedikit, menjaga sikap sopan meski di dalam hatinya ia merasa tak bersalah atas apa yang terjadi di kantin dan lapangan kemarin.Pak Suwandi mengangkat tangan, mencoba menenangkan suasana. “Ibu Sofia, mohon tenang dulu. Kita tunggu wali Dika datang, lalu kita bicarakan ini dengan kepala dingin,” ucapnya dengan nada yang tetap baku, meski ada sedikit kete

  • I'm Sorry Laras   Sebuah Rahasia

    Mendengar kata-kata itu, Sofia langsung bergerak cepat dan menutup mulut Raka dengan tangannya, matanya membelalak penuh kewaspadaan. “Sst, Mas Raka! Jangan bicara seperti itu di ruang tamu! Takutnya ada orang yang dengar. Kalau sampai ada yang tahu, bisa hancur kita semua. Aku gak mau rahasia ini terbongkar,” tegurnya, suaranya rendah tapi penuh ketegasan, matanya melirik ke sekeliling ruangan yang luas itu.Ratna juga segera menimpali dengan nada serius, “Benar, Raka. Kau tidak boleh bicara soal kamu adalah ayah biologis Doni di depan umum. Jangan sampai ada yang tahu, terutama Damar. Sudah bagus dia menganggap Doni adalah anak kandungnya.”Raka menghela napas, lalu tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan. “Sofia, Ibu, kalian gak perlu khawatir. Toh, Damar gak ada di sini sekarang,” ucapnya santai, tangannya terbuka s

  • I'm Sorry Laras   Ruang keluarga yang memanas

    Di kediaman Doni yang mewah, suasana malam itu tiba-tiba berubah mencekam. Teriakan nyaring Sofia menggema di ruang tamu, mengagetkan semua penghuni rumah. “Doni! Apa yang terjadi padamu?!” jeritnya, suaranya penuh kepanikan bercampur amarah, memecah keheningan rumah bergaya modern itu.Ratna dan Raka, yang sedang berada di ruang keluarga, segera berlari mendekati Sofia. Mereka terpaku melihat pemandangan di depan mereka. Sofia berdiri dengan wajah pucat, tangannya menunjuk Doni yang tampak sangat menyedihkan. Bagaimana tidak? Anak kesayangan Sofia itu kini berdiri dengan wajah babak belur—mata kirinya memar keunguan, hidungnya berdarah kering, dan bibirnya pecah. Bajunya yang tadi pagi masih rapi kini penuh kotoran tanah, robek di beberapa bagian, membuatnya tampak seperti habis bertarung di lumpur.“Ada apa

  • I'm Sorry Laras   Ruang BK yang memanas

    Tiba-tiba, suara keras memecah suasana. “Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!” Pak Siswanto, guru olahraga yang kebetulan lelet di dekat lapangan, berlari mendekat dengan wajah marah. Ia mendorong kerumunan murid yang menonton, lalu berdiri di tengah Dika dan Doni. “Kalian gila?! Ini sekolah, bukan tempat tarung jalanan!” bentaknya, suaranya menggema.Wisnu buru-buru maju, menarik Dika yang masih di atas Doni. “Dik, udah! Tenang!” serunya, berusaha menahan sahabatnya. Tenaga Dika begitu besar, Wisnu sempat kewalahan, pertama kali melihat Dika begitu hilang kendali. “Dik, stop! Guru dateng!” tambahnya, akhirnya berhasil menarik Dika mundur.Pak Siswanto menatap Doni yang terkapar, lalu Dika yang napasnya tersengal. “Kalian berdua, ke ruang BK sekarang!” perintahnya tegas, tangannya menunjuk ke gedung sek

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status