โYa siapa lagi kalau bukan anaknya Faris!โ Ratna menjawab dengan cepat, suaranya penuh keyakinan yang dibuat-buat. โKamu lihat sendiri kan bagaimana wajah mereka seperti bahagia di dalam foto itu?โ Ia menunjuk layar ponsel lagi, menekankan kata-katanya dengan nada penuh sindiran.Damar kembali memperhatikan foto itu dengan lebih teliti. Dalam gambar itu, Laras dan Faris memang terlihat sedang berbicara dengan ekspresi yang tampak akrabโFaris memegang tangan Laras dengan lembut, sementara Laras tersenyum kecil, wajahnya penuh ketenangan meski perutnya membesar. Bagi Damar, yang sudah terbakar oleh cemburu dan fitnah yang ditanamkan Ratna selama ini, gambar itu seperti pukulan telak di hatinya. โMereka benar-benar keterlaluan,โ geramnya, suaranya penuh kemarahan. โMereka berdua benar-benar sudah menusukku dari belakang!โโMakanya, Damar, kamu tidak usah pedulikan Laras lagi!โ Ratna memotong dengan cepat, suaranya penuh dorongan. โKamu kan sudah punya Sofia sekarang, yang siap selalu bera
Setelah bertahun-tahun berusaha sendiri tanpa hasil, Indira akhirnya menyewa seorang detektif swasta dengan reputasi baik untuk membantu mengungkap masa lalunya. Detektif itu bekerja keras, menelusuri jejak-jejak tipis yang tersisa, hingga akhirnya berhasil menemukan alamat yang sesuai dengan potongan informasi di foto Indira, dengan harapan yang membuncah, segera pergi ke alamat tersebut, membayangkan bahwa ia akhirnya akan bertemu dengan ibunya setelah sekian lama terpisah. Namun, ketika sampai di sana, harapannya pupus. Rumah itu sudah berganti pemilik. Pasangan muda yang kini tinggal di sana mengatakan bahwa mereka membeli rumah itu dari seseorang beberapa tahun lalu, dan mereka tak tahu ke mana pemilik lama pergi. Indira meninggalkan rumah itu dengan hati yang hampa, namun tekadnya tak goyah.Dengan sisa-sisa ingatan masa kecilnya yang samar, Indira tiba-tiba teringat pada rumah kakeknya, yang berada di Sukamulya. Ia ingat beberapa kali ibunya mengajaknya menginap di sana, rumah s
Bu Maryam terkejut, wajahnya kembali memucat. Ia tidak menyangka akan disuruh mengantar Indira ke makam Larasโsesuatu yang jelas tak ada karena Laras sebenarnya masih hidup. Agar sandiwaranya tidak ketahuan, ia segera mencari alasan lain, pikirannya berputar cepat untuk menutupi kebohongannya. โMakamnya sudah dipindahkan,โ ucapnya dengan cepat, suaranya dibuat penuh penyesalan. โAku tidak tahu dia dimakamkan di mana sekarang. Dulu dia dimakamkan di kampung ini, tapi karena tidak ada yang pernah mengurus makamnya dan dia tidak punya keluarga lagi, jadi tidak ada yang tahu makamnya dipindah ke mana.โIndira yang mendengar itu kembali menangis tersedu-sedu, tangisannya kini lebih keras, penuh kepedihan yang tak tertahankan. โIbuโฆ kenapa semua jadi seperti iniโฆโ ratapnya, tubuhnya limbung seolah kehilangan pijakan. Dewi segera memeluknya lebih erat, mencoba memberikan kekuatan meski ia sendiri mulai merasa curiga dengan sikap Bu Maryam yang terlalu defensif.Tangisan Indira yang keras itu
Indira segera menyuruh Dewi untuk membukakan pintu mobil. โBuka pintunya, Wi,โ ucapnya, suaranya rendah namun penuh harapan kecil yang tiba-tiba muncul. Dewi mengangguk, lalu dengan cepat membukakan pintu mobil, memungkinkan wanita tua itu mendekat.Wanita tua itu menunduk sedikit, wajahnya yang penuh kerutan menunjukkan ekspresi penuh perhatian. โMaaf, Nak, Nenek mengganggu,โ ucapnya, suaranya lembut namun penuh keberanian. โTadi Nenek tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan Maryamโฆ kalau kamu adalah anaknya Laras yang hilang itu.โIndira terperangah, matanya membelalak penuh kejutan mendengar ucapan itu. Jantungnya berdegup kencang, seolah harapan yang sempat padam kembali menyala. โNenek siapa?โ tanyanya cepat, suaranya penuh harapan bercampur kecurigaan. โApakah Nenek kenal dengan ibu saya?โWanita tua itu tersenyum kecil, senyum itu penuh kehangatan yang tulus. โPerkenalkan, nama Nenek Yuni,โ ucapnya, suaranya lembut namun penuh keyakinan. โIya, Nenek tahu ibu kamu, Lara
Bu Yuni mendesah panjang, wajahnya yang penuh kerutan menunjukkan ekspresi campur aduk antara simpati dan kemarahan yang terselubung. Ia menatap Indira dengan penuh kelembutan, tangannya yang keriput memegang tangan Indira dengan lembut untuk memberikan sedikit kekuatan. โWanita itu namanya Maryam,โ ucapnya, suaranya rendah namun penuh penegasan. โDia sebenarnya bibinya ibumu. Secara tidak langsung, kamu masih punya hubungan keluarga dengan dia.โIndira mengerutkan kening, kebingungan jelas terpancar di wajahnya. โBibi ibu saya?โ ulangnya, suaranya penuh keheranan. โTapi kenapa dia sepertinya tidak suka dengan saya ataupun ibu saya?โBu Yuni mengangguk kecil, matanya menatap keluar jendela sejenak, seolah mengingat kembali masa lalu yang penuh intrik. โMaryam itu sejak dulu memang tidak senang dengan ibumu, Laras,โ ucapnya, suaranya penuh penyesalan. โJadi tidak heran kalau dia tidak suka melihat kamu bertemu kembali dengan ibumu.โIndira semakin penasaran, alisnya terangkat penuh pert
Laras berdiri di dekatnya, wajahnya penuh air mata, tangannya mencoba menahan lengan pria itu dengan lelet. โTolongโฆ janganโฆโ ucapnya lagi, suaranya tersendat oleh tangis. Namun, pria itu tak peduli, terus menarik TV itu dengan kasar.โTidak bisa! Aku akan tetap mengambil TV itu sebelum kamu bisa melunasi utang-utangmu padaku!โ ucap Surti geram, suaranya penuh intimidasi, tangannya terlipat di dada dengan ekspresi penuh kesombongan. Emas-emas yang melingkar di leher dan tangannya berkilauan di bawah cahaya lampu ruang tamu yang redup, menambah kesan angkuh pada penampilannya.Laras memandang Surti dengan mata penuh ketidakpercayaan, wajahnya yang pucat kini memerah karena campuran antara kesedihan dan kemarahan. โBukankah utang-utang saya sudah lunas minggu lalu saat saya melunasinya?โ ucap Laras, suaranya bergetar penuh kebingungan, tangannya masih mencoba menahan lengan Joko, pria bertato yang berusaha mengangkat TV kecil itu dari meja kayu tua.Surti mendengus, wajahnya memasang eks
Bu Yuni tersenyum kecil, tangannya mengelus pundak Laras dengan lembut. โNanti juga kamu akan tahu, Laras,โ ucapnya, suaranya penuh kehangatan. โBiarkan dia menyelesaikan masalahmu dengan Surti dulu. Kamu tenang saja.โLaras hanya mengangguk kecil, meski kebingungan masih terpancar di matanya. Ia lalu memperhatikan perdebatan yang terjadi di depannya, antara Surti dan wanita asing yang sepertinya sangat peduli padanya.Surti melipat tangannya di dada, wajahnya kembali memasang ekspresi angkuh. โKalau begitu, suruh dia bayar utang-utangnya kalau tidak mau kami sakiti!โ bentaknya, suaranya penuh intimidasi, matanya melirik Laras dengan tatapan merendahkan sebelum kembali menatap Indira.Indira tak gentar, ia menatap Surti dengan tatapan penuh kemarahan namun tetap terkontrol. โMemang berapa utangnya? Biar aku lunasi!โ ucapnya, suaranya tegas, tangannya sudah mencengkeram tas mahalnya, siap mengeluarkan apa pun yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini.Laras yang mendengar itu ters
Laras menutup mulutnya dengan tangan, air matanya kembali mengalir lebih deras mendengar cerita itu. โYa Tuhan, anakku,โ gumamnya, suaranya penuh kepedihan, tangannya mencengkeram tangan Indira lebih erat seolah ingin menghapus semua penderitaan yang pernah dialami anaknya.โIndira diselamatkan oleh orang baik, Bu,โ lanjut Indira, suaranya sedikit lebih tenang meski masih tersendat oleh tangis. โAda seorang pengusaha yang kebetulan lewat, dia membawa Indira ke dokter, lalu dia mengadopsi Indira. Dia orang baik, Bu. Dia memberikan Indira kesempatan untuk sekolah tinggi. Indira belajar di Eropa dan sekarang Indira punya perusahaan sendiri, Lunara Skin Essence. Tetapi selama ini, Indira tidak pernah lupa sama Ibu. Indira selalu mencari Ibu, hanya saja tidak tahu caranya.โLaras mendengarkan dengan penuh perhatian, air matanya tak hentinya mengalir, namun kini ada kebanggaan yang terselip di matanya saat mendengar cerita tentang kesuksesan anaknya. โKamu, kamu jadi orang hebat sekarang, Na
Sofia menerobos masuk ke rumahnya dengan langkah penuh amarah, pintu depan terdorong keras hingga berderit nyaring, mencerminkan badai emosi yang masih berkecamuk di dadanya setelah konfrontasi dengan Damar di rumah sakit. Wajahnya pucat, matanya merah karena air mata yang ditahan, dan napasnya tersengal. Asisten rumah tangga yang buru-buru membukakan pintu hanya menunduk, tak berani mengangkat wajah, apalagi bertanya apa yang membuat nyonyanya begitu muram. Sofia tak mempedulikan keheningan canggung itu. โIbu dan Raka ada di mana?โ tanyanya kepada asisten, suaranya tajam namun bergetar, seolah menahan lautan kemarahan yang siap meluap.โMereka berdua sedang ad di ruang tamu, Nyonya,โ jawab asisten itu dengan suara pelan, nyaris berbisik, lalu mundur cepat, seolah tak ingin terseret ke dalam pusaran emosi majikannya.Sofia tak menunggu. Langkahnya cepat dan tegas menuju ruang tamu, sepatunya bergema di lantai marmer, mencerminkan tekadnya yang membara meski hatinya remuk. Di ruang tam
Tanpa basa-basi, Sofia berhenti di sisi ranjang, tangannya terlipat di dada. โMas, sekarang katakan kepadaku, siapa wanita yang meneleponku tadi, mengatakan kalau kamu sedang berada di Rumah Sakit ini?โ Suaranya tajam, penuh tuduhan, seperti anak panah yang ditembakkan untuk melukai. Damar mengerutkan kening, wajah pucatnya menegang. Tubuhnya masih rapuh, namun sikap Sofia membangkitkan percikan kemarahan di dadanya. โApa maksudmu berbicara seperti itu, Sofia?โ balasnya, suaranya rendah namun bergetar kesal. โAku baru saja pingsan, nyaris kehilangan nyawa. Kamu datang bukannya menanyakan kabarku, malah menuduhku yang tidak-tidak? Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?โ Sofia tak bergeming. Ia melangkah lebih dekat, matanya menatap Damar dengan kecurigaan yang membakar. โJangan coba-coba mengalihkan pembicaraan, Mas!โ bentaknya, suaranya meninggi, menggema di ruangan kecil itu. โAku tahu kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Aku dengar suara wanita itu di telepon tadiโdan jangan bilang
โTidak semudah itu,โ ucap Dika dengan tegas. โAnda tidak tahu apa yang telah dilakukan keluarga Anda kepada ibu saya selama ini. Memfitnahnya dan memisahkannya dari orang yang dicintainya, benar-benar membuat hidup ibu saya seperti di neraka. Sedangkan Anda, apa yang Anda lakukan? Tidak ada. Anda tidak melakukan apa pun untuk mencari ibu saya atau berusaha mendengar penjelasannya. Yang Anda lakukan hanyalah tidak peduli kepadanya, dan sekarang dengan mudahnya Anda minta untuk dimaafkan? Jangan bermimpi, Pak Damar,โ ucap Dika, suaranya penuh kekesalan dan amarah yang membara. Damar menatap anak yang baru ia ketahui itu, matanya penuh penyesalan. โAyah memang salah, Dika,โ ucapnya, suaranya serak oleh rasa bersalah. โAyah tahu dosa Ayah sangat besar kepada kalian. Tapi tolong mengerti, saat itu keadaan Ayah sangat terpukul ketika melihat dengan mata kepala sendiri ibu kalian tidur bersama laki-laki lain di kamar kami. Ayah akui, saat itu Ayah dibutakan oleh rasa cemburu dan terluka seh
Saat Laras hendak melanjutkan penjelasannya, tiba-tiba pintu kamar rawat Damar terbuka perlahan. Indira dan Dika masuk, wajah mereka menunjukkan ketegangan dan ekspresi yang tidak bersahabat. Laras menoleh ke arah pintu, senyum tipis muncul di bibirnya meskipun matanya masih basah oleh air mata. Ia telah mengabari kedua anaknya tentang kondisi Damar. Awalnya, Indira menolak keras untuk datang, tetapi Laras memaksa mereka, dan kini keduanya berdiri di hadapannya.Damar terkejut melihat Indira dan Dika. Pikirannya berputar cepat, mencoba menyambungkan potongan informasi yang baru ia dengar. Laras tadi menyebut anaknya bernama Dikaโdan adik Indira juga bernama Dika. Lalu ada Indira, nama yang begitu akrab di hatinya. Ia teringat anak kecil yang dulu pernah memanggilnya โAyahโ dengan penuh kasih, sebelum tes DNA menyatakan bahwa Indira bukan darah dagingnya dan menghancurkan segalanya. Jantungnya berdetak kencang, firasat buruk bercampur harapan menguasai benaknya.โIndira, Dikaโฆ akhirnya
โLaras, aku juga masih sayang sama kamu,โ lanjut Damar, suaranya nyaris seperti bisikan yang rapuh, setiap kata terucap dengan beban emosi yang dalam. โAku salahโฆ aku terlalu lama tenggelam dalam bayang-bayang masa lalu. Aku pikir kamuโฆ tapi sekarang aku tahu, aku gak mau kehilangan kamu lagi.โ Matanya berkaca-kaca, dan air mata pertama setelah bertahun-tahun terpendam akhirnya jatuh, membasahi pipinya yang pucat. Damar menarik napas dalam dengan susah payah, berusaha mengumpulkan kekuatan di tubuhnya yang lemah. โAku janji, Larasโฆ aku akan perbaiki semuanya. Kita mulai lagi, ya?โ pintanya, suaranya penuh harap yang terselip di antara kerapuhan, matanya memohon meski pandangannya mulai buram. Laras tersentak. Hatinya terguncang hebat, seperti ada badai yang mengoyak dadanya. Cinta lama yang tak pernah padam membakar jiwa nya, namun di saat yang sama, luka dan kenyataan menusuknya tajam. Ia tak bisa begitu saja menerima Damar kembali, meski rindu dan sayang itu masih hidup, membakar se
Damar melangkah mendekat, setiap langkahnya terasa berat namun penuh makna. Matanya terkunci pada wajah Laras, wajah yang dulu begitu ia kenal, yang kini tampak lebih tua namun tetap membawa kehangatan yang sama. Ia ingin sekali merengkuh Laras dalam pelukannya, merasakan kembali keintiman yang pernah mereka miliki. Tapi ia menahan diri,rasa sakit dari masa lalu masih membayang, meski rindu itu kini lebih kuat, mengikis dinding penghalang di hatinya. Laras bukan istrinya lagi, hanya kenangan yang hidup di depan matanya.Laras pun merasakan hal yang sama. Ia ingin berlari ke pelukan Damar, menangis di dadanya seperti dulu, tapi kenyataan bahwa mereka kini adalah dua dunia yang berbeda menghentikan langkahnya. Matanya memperhatikan Damar dengan penuh perasaan.
Mata Indra mengikuti arah yang ditunjuk adiknya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa yang ditunjuk adalah bosnya sendiri. Dengan cepat, ia berjalan mendekati Indira. โBu Indiraโฆโ ucapnya gugup, suaranya sedikit bergetar. โIbu sudah lama di sini?โโCukup lama untuk dihina oleh adikmu itu,โ jawab Indira dengan nada sinis, matanya tajam menatap Indra.Indra menoleh ke arah Ningsih dengan tatapan kesal. โMenghina? Maksud Ibu apa?โ tanyanya, ketakutan mulai terasa dalam suaranya.โTanyakan saja pada adikmu itu apa yang sudah dia katakan kepada saya dan keluarga saya,โ ucap Indira, suaranya dingin namun tegas.Indra memanggil adiknya dengan nada keras. โNingsih, cepat ke sini kamu! Apa yang sudah kamu lakukan pada bu Indira?โ teriaknya.Ningsih mendekat dengan langkah ragu. โMaโฆ maaf, Kak. Aku tidak tahu kalau mereka itu pemilik butik ini,โ ucapnya, suaranya pelan dan penuh ketakutan. โSoalnya yang sering datang ke sini kan Ibu Dewi. Dan Aku tidak pernah melihat dia,โ tambahnya, m
Dika menoleh, sedikit canggung tapi tetap berusaha sopan. โMaaf, Mbak, saya cuma mau ambil baju ini biar bisa dicoba sama ibu saya,โ ucapnya, tangannya menunjuk ke arah pakaian yang ia incar.โTidak bisa!โ potong Ningsih cepat, nadanya tegas dan tak ramah.Dika mengerutkan kening, tak mengerti. โLoh, kenapa tidak bisa, Mbak? Kami ke sini kan mau beli,โ protesnya, suaranya mulai naik karena bingung dengan sikap pegawai itu.Ningsih mendengus, memandang mereka dengan ekspresi meremehkan. โTidak bisa ya tidak bisa! Saya tidak mau baju ini nanti kotor. Ini harganya mahal, saya tidak mau disuruh ganti kalau kalian berdua membuatnya kotor,โ ucapnya dengan nada sombong, tangannya terlipat di dada seolah menegaskan otoritasnya.Dika tak terima. โApa maksud Mbak berkata seperti itu? Baju ini tidak akan kotor kalau cuma saya pegang. Nih, lihat, tangan kami bersih semua!โ balasnya, sedikit kesal sambil menunjukkan telapak tangannya yang memang bersih, diikuti Laras yang juga mengangguk membenark
Dika mendekati kakaknya, berdiri di samping Indira dengan sikap mendukung. Ia menatap Indira dengan kekaguman, tangannya menyentuh lengan kakaknya pelan sebagai tanda solidaritas. Sementara itu, Pak Suwandi hanya bisa memandang kejadian tadi dengan kebingungan, menggosok pelipisnya seolah tak percaya situasi bisa menjadi begitu kacau.Indira menoleh ke Pak Suwandi, lalu berkata dengan nada sopan, โMohon maaf atas kejadian tadi, Pak. Mengenai permasalahan adik saya, saya berjanji dia tidak akan mengulanginya lagi, kecuali ada orang yang terlalu keterlaluan dan memulainya lebih dulu. Saya berani pastikan bahwa Dika tidak akan pernah memulai pertengkaran tanpa sebab.โPak Suwandi menghela napas panjang, wajahnya menunjukkan kelelahan. โSebenarnya saya tahu, Bu Indira. Banyak saksi yang mengatakan bahwa Doni-lah yang memulai. Tapi saya tidak bisa berbuat banyak. Keluarga Doni memiliki pengaruh besar di yayasan sekolah Gemilang Nusantara. Yang saya khawatirkan, beasiswa yang diterima Dika