Momen itu tak berlangsung lama. Rasanya seperti surga dibandingkan makanan sisa yang biasa kami dapatkan di panti asuhan. Perutku yang rakus pun semakin bergemuruh. Di dapur itu, ada makanan yang benar-benar disiapkan dengan baik, buah-buahan, sayuran, susu, anggur, steik .... Apa pun yang bisa kamu bayangkan, mereka memilikinya."Siapa kamu?" Salah satu apel yang setengah kumakan jatuh dari tanganku dan aku terdiam. Perlahan, aku berbalik dan berhadapan dengan seorang anak laki-laki berambut keriting di kursi roda. Jika usianya tidak sama denganku, dia mungkin lebih tua satu atau dua tahun. Meski mulutku penuh makanan, aku berhasil tersenyum dan mengangkat tangan dengan canggung. "Hai," gumamku.Anak laki-laki itu hanya menatapku, lalu pandangannya turun ke apel di tanganku. Malu, aku menyembunyikan apel itu di belakang punggungku, sementara pandanganku tertuju pada roda kursi rodanya. "Aku bersumpah, aku bukan ...." Aku mulai bicara, tetapi terputus ketika kursinya bergerak. Awalnya,
Baca selengkapnya