Home / Romansa / Milyader, Mari Bercerai / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Milyader, Mari Bercerai: Chapter 71 - Chapter 80

210 Chapters

Bab 71

"Richie.""Bu Sydney," sahutnya. Aku tidak bisa menahan tawa pahit yang keluar dari tenggorokanku. Bukankah dia dengan santai memanggilku "Sydney" kemarin? Sekarang, apa maksudnya dengan "Bu"?"Beri tahu aku, Richie, apa untungnya bagimu menyewa pembunuh bayaran yang menyamar sebagai pemasok untuk membunuhku?"Sekarang, semuanya mulai masuk akal saat kami membahas fitur baru untuk Luxe Vogue. Sebagai kepala departemen, Bran tentu hadir dalam diskusi itu, termasuk para kepala departemen lainnya yang ikut memberikan pendapat.Bibirnya bergetar sedikit. "Apa? Pembunuh? Apa maksudmu? Aku nggak ngerti," dalih dia dengan suara gemetar, berusaha berpura-pura tidak tahu.Namun, aku bisa melihat semuanya dengan jelas. Jemarinya yang gelisah, bibirnya yang gemetar, alisnya yang terus berkedut, dan tatapan matanya yang menyipit. Semuanya tanda-tanda bersalah yang begitu nyata.Aku mengangkat alisku. "Jadi, ini caramu mencoba lari dari masalah? Dengan berpura-pura nggak tahu apa-apa?"Kerutan alis
Read more

Bab 72

Setelah memastikan Richie telah dibawa pergi, aku mengadakan rapat kecil dengan seluruh karyawan. Dengan nada tegas, aku memberikan peringatan kepada mereka semua. Jika mereka merasa belum siap untuk bekerja, lebih baik mereka segera menyerahkan surat pengunduran diri.Aku tidak lagi terjebak dalam pernikahan yang penuh batasan. Era tanpa pengawasan ketat dan konsisten telah berakhir. Aku lalu memberi instruksi kepada tim HR untuk segera memulai proses rekrutmen untuk mencari pengganti yang paling cocok untuk posisi Richie.Setelah rapat selesai, aku segera menuju rumah sakit. Ini adalah hari di mana Grace akhirnya diperbolehkan pulang. Akhirnya, dia bisa keluar dari ranjang rumah sakit yang sangat tidak nyaman itu.Dalam perjalanan keluar kantor, aku bertemu dengan kepala keamanan dan memberinya instruksi agar tempat itu tetap dijaga dengan ketat. Siapa yang tahu berapa banyak "Bran" lain yang mungkin dimiliki Richie.Aku mengemudi menuju rumah sakit. Dalam perjalanan, aku singgah seb
Read more

Bab 73

Senyuman pria itu memudar dan wajahnya tampak menjadi kaku jika dilihat lebih dekat. Sydney tidak menyangka jika pria itu akan begitu memperhatikannya atau langsung mengungkapkan kecurigaannya.Pria itu tertawa canggung. Dia berusaha meredakan suasana yang tegang itu, tetapi sudah terlambat. "Ayolah, Bu. Kami cuma mau bicara sama Grace. Kami juga mau mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak," katanya.Aku menyeringai ketika sorot matanya sejenak tampak melunak. Orang-orang seperti mereka tidak mungkin menyerah. Aku berkata dengan dingin, "Maaf, aku cuma bisa bilang kalau Nona Grace tidak akan mencabut gugatan itu. Bagusan kalian pulang saja."Tiba-tiba, pintu kamar pasien perlahan terbuka. Aku mundur selangkah lalu Grace berjalan keluar. Pria berjas itu langsung melempar tatapan penuh kebencian padaku, kemudian mengalihkan pandangannya ke kamar pasien.Grace melihat pria itu, lalu berkata, "Aku Grace. Masuklah, mari kita minum kopi sambil kalian jelaskan apa saja syarat yang
Read more

Bab 74

"Kurasa ini udah bagus, Grace. Kamu nampak memesona. Waktu kamu nggak sadarkan diri di ranjang pun tetap cantik," puji aku ke Grace.Grace mendengus dan memutar bola matanya, "Ah, jangan ingatkan aku soal dulu. Waktu kulihat wajahku macam itu stress banget. Aku takut kalau bekas lukanya nggak bakal hilang."Aku tertawa pelan sambil mendekat, melihatnya menyesuaikan gaunnya, lalu membantunya memasangkan kalung zamrud yang kubuatkan untuknya. "Bekas lukanya udah hilang kok."Grace mematung sejenak, lalu tiba-tiba berteriak dan memelukku erat-erat. "Kamu menemukannya!""Nenek itu memakainya, tapi kucuri diam-diam.""Mungkin bagusan kamu cekik dia pakai itu," usul Grace. Kami berdua pun tertawa terbahak-bahak."Janganlah, aku nggak mau dipenjara macam Richie. Aku yakin ayahnya bakal buat aku meringkuk di penjara," kataku di tengah tawa."Mark nggak mungkin membiarkan itu," jawabnya sambil mengerlingkan alis.Aku memutar bola mataku. "Sudahlah, itu sudah berlalu." Lucunya, sejak kami berdua
Read more

Bab 75

Aku menyeruput anggurku setelah sedikit sadar, mataku terfokus pada kedua orang yang tampak di atas tepi gelas anggurku. "Sejujurnya, tadi kukira kalian lagi mabuk. Tapi setelah kuliat baik-baik, kalian cuma nunjukkin kebodohan kalian kayak biasanya," ucapku dengan tajam sambil mengamati keduanya.Mereka sudah berhenti tertawa dan kini menatap kami dengan tatapan tajam. Mata Sandra seolah-olah bisa membunuhku."Pecundang menyebut orang lain pecundang. Waktu kalian pikir bukan cuma kalian satu-satunya pecundang, rasanya lega sekali, 'kan? Sandra, biar kamu paham, kamu lah pecundangnya, bukan kami.""Kamu adalah pecundang terbesar yang pernah kutemui dalam hidupku. Maksudku, cuma kamu sendiri pecundang di usiamu yang pulang ke rumah, menangis meminta orang tuanya untuk membereskan kekacauan yang kamu buat. Bukankah begitu, Nona Sandra?"Aku mengangkat alis pada Sandra, lalu melanjutkan, "Ayolah, harusnya kamu berterima kasih sama ayahmu si anggota kongres itu. Dia udah capek-capek memban
Read more

Bab 76

Enam bulan kemudian.Aku mengambil kunci mobilku sambil berbicara di telepon yang terjepit antara telinga dan bahu, "Bilang ke pilotnya untuk pelan sedikit, aku masih di rumah."Grace tertawa. "Kukasi telepon ini aja langsung ke pilotnya biar kamu bisa bicara langsung sama dia, bodoh."Aku tertawa keras, hampir membuat telepon itu terlepas dari bahuku. "Dasar! Semoga lidahmu bukan satu-satunya yang makin tajam selama perjalanan itu.""Jemput aku, nanti kamu bakal tahu."Ada jeda sejenak dari suaranya. Namun, aku bisa mendengar suara orang-orang di latar belakang serta suara seseorang yang cukup jelas mengeluarkan instruksi dengan lembut. Itu pasti pramugari. "Mohon matikan ponsel Anda dan pastikan semua barang Anda karena kami akan mendarat dalam beberapa menit lagi.""Oke, aku harus mematikan telepon, kami hampir mendarat. Jangan buat aku menunggu, Sydney!" kata Grace dengan suara serak."Siap, Bos," jawabku meskipun teleponnya sudah terputus.Aku menyimpan segala sesuatu yang mungkin
Read more

Bab 77

Aku tersenyum lebar pada Grace. "Kamu cantik sekali, Sis."Wajahnya merona dan dia memelukku lagi. "Oh, sudahlah, kamu juga makin cantik kok," katanya sambil menarik diri."Sydney!"Grace dan aku saling bertatapan ketika mendengar namaku dipanggil. Lalu kami berdua menoleh ke arah datangnya suara itu.Aku mengangkat alisku saat melihat orang-orang yang mendekat. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang tak kusangka akan bertemu, Mark dan Bella. Ini benar-benar mengejutkan.Setelah Grace pergi ke Paris, aku yang harus menangani urusan perusahaan. Aku sangat sibuk memastikan segalanya berjalan dengan baik serta membersihkan perusahaan dari pegawai-pegawai yang tidak peduli dengan kemajuan perusahaan. Aku hampir tidak punya waktu untuk memikirkan Mark atau Bella atau siapa pun, bahkan apa pun yang tidak berhubungan dengan perkembangan perusahaan.Bahkan saat aku berada di GT Group, aku tidak pernah bertemu dengan Mark. Sekarang, aku mulai bertanya-tanya bagaimana bisa itu terjadi. Maksudku
Read more

Bab 78

Sudut pandang Mark:Belakangan ini, pikiranku terus terganggu. Setiap kali pikiranku melayang dan aku teringat tendangan yang kurasakan di perut Bella, jantungku seperti berhenti sejenak. Aku hampir seperti bisa merasakan lagi bagaimana rasanya di telapak tanganku, seperti aku menghidupkan kembali momen itu. Itu seperti pengingat harian bahwa aku akan segera menjadi seorang ayah. Aku akan menjadi ayah bagi seorang anak yang bahkan aku tidak tahu apakah aku menginginkannya. Seorang wanita yang mulai membuat perasaanku kacau sedang mengandung anakku dan aku tidak tahu harus bagaimana menghadapinya. Aku merasa terjebak.Aku pernah berpikir bahwa aku mencintai Bella dan aku siap melakukan apa saja untuk bersamanya. Akhirnya, aku bisa bersamanya, tapi kini aku tidak begitu yakin lagi apakah aku masih mencintainya. Jantungku tidak lagi berdebar ketika melihatnya ataupun senyumannya. Aku tidak merasa di rumah setiap kali dia ada di dekatku, malah aku merasa ... sesak, dan tiba-tiba hanya ing
Read more

Bab 79

Hari itu, saat aku berpakaian rapi dan bersiap untuk bekerja, sepanjang perjalanan hingga aku duduk di kursi kantorku, ada rasa gelisah yang menggerogoti hatiku.Jadi, ketika Bella datang kepadaku dua bulan kemudian sambil membawa laporan USG dan meletakkan tangannya di perut datarnya, sorot matanya bersinar dengan campuran harapan, ketakutan, dan kebahagiaan. Sejujurnya aku tidak terlalu terkejut."Mark, aku hamil," suaranya bergetar, hampir tidak terdengar.Aku hanya duduk diam dan menatapnya. Entah bagaimana, jauh di lubuk hati, aku sudah tahu dia hamil.Namun, tetap saja reaksiku muncul tanpa bisa kucegah. Wajahku pucat saat menyadari bahwa ketakutan terbesarku telah menjadi kenyataan. "Bukannya sudah kusuruh kamu minum pil KB!" bentakku marah, tanpa berpikir atau mempertimbangkan perasaannya.Seperti yang kuduga, air mata mulai menggenang di matanya saat dia menatapku. "Aku sudah minum," suaranya gemetar, "Tapi mungkin pilnya tidak bekerja. Ini kecelakaan, oke? Aku juga tidak men
Read more

Bab 80

Sudut pandang Sydney:Aku menutup laptop dengan keras, membuat beberapa peserta mengangkat alis. Aku tersenyum pada mereka dan kembali memusatkan perhatian pada pembicara hari itu. Hari ini sangat melelahkan sejak pagi. Pekerjaan terus berdatangan, begitu juga rapat-rapat yang tidak ada habisnya.Sesi pertama seminar desain perhiasan yang diadakan di perusahaan kami baru saja selesai. Untungnya, ada jeda singkat sebelum sesi kedua dimulai. Aku berjalan ke kantorku, melemparkan laptop ke meja, lalu keluar dari kompleks gedung dengan perasaan lelah. Aku hanya ingin menyendiri dan menghirup udara segar setelah berjam-jam terjebak di ruang konferensi.Aku melangkah menuju kafe di sebelah gedung kantor untuk membeli secangkir kopi. Kafe itu tempat yang sempurna untuk bersembunyi tanpa harus bertemu karyawan lain yang mungkin akan mengajakku berbicara—sesuatu yang saat ini tidak kuinginkan.Setelah memesan kopi, aku duduk di sudut jauh kafe, tepat di samping dinding kaca.Awalnya, pikiranku
Read more
PREV
1
...
678910
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status