Share

Bab 78

Author: BELLA
Sudut pandang Mark:

Belakangan ini, pikiranku terus terganggu. Setiap kali pikiranku melayang dan aku teringat tendangan yang kurasakan di perut Bella, jantungku seperti berhenti sejenak. Aku hampir seperti bisa merasakan lagi bagaimana rasanya di telapak tanganku, seperti aku menghidupkan kembali momen itu. Itu seperti pengingat harian bahwa aku akan segera menjadi seorang ayah.

Aku akan menjadi ayah bagi seorang anak yang bahkan aku tidak tahu apakah aku menginginkannya. Seorang wanita yang mulai membuat perasaanku kacau sedang mengandung anakku dan aku tidak tahu harus bagaimana menghadapinya. Aku merasa terjebak.

Aku pernah berpikir bahwa aku mencintai Bella dan aku siap melakukan apa saja untuk bersamanya. Akhirnya, aku bisa bersamanya, tapi kini aku tidak begitu yakin lagi apakah aku masih mencintainya. Jantungku tidak lagi berdebar ketika melihatnya ataupun senyumannya. Aku tidak merasa di rumah setiap kali dia ada di dekatku, malah aku merasa ... sesak, dan tiba-tiba hanya ing
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dani Srikandi
duuuh...jd kcewa lok bella hamil anakx mark.apakh itu bner anakx mark
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 79

    Hari itu, saat aku berpakaian rapi dan bersiap untuk bekerja, sepanjang perjalanan hingga aku duduk di kursi kantorku, ada rasa gelisah yang menggerogoti hatiku.Jadi, ketika Bella datang kepadaku dua bulan kemudian sambil membawa laporan USG dan meletakkan tangannya di perut datarnya, sorot matanya bersinar dengan campuran harapan, ketakutan, dan kebahagiaan. Sejujurnya aku tidak terlalu terkejut."Mark, aku hamil," suaranya bergetar, hampir tidak terdengar.Aku hanya duduk diam dan menatapnya. Entah bagaimana, jauh di lubuk hati, aku sudah tahu dia hamil.Namun, tetap saja reaksiku muncul tanpa bisa kucegah. Wajahku pucat saat menyadari bahwa ketakutan terbesarku telah menjadi kenyataan. "Bukannya sudah kusuruh kamu minum pil KB!" bentakku marah, tanpa berpikir atau mempertimbangkan perasaannya.Seperti yang kuduga, air mata mulai menggenang di matanya saat dia menatapku. "Aku sudah minum," suaranya gemetar, "Tapi mungkin pilnya tidak bekerja. Ini kecelakaan, oke? Aku juga tidak men

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 80

    Sudut pandang Sydney:Aku menutup laptop dengan keras, membuat beberapa peserta mengangkat alis. Aku tersenyum pada mereka dan kembali memusatkan perhatian pada pembicara hari itu. Hari ini sangat melelahkan sejak pagi. Pekerjaan terus berdatangan, begitu juga rapat-rapat yang tidak ada habisnya.Sesi pertama seminar desain perhiasan yang diadakan di perusahaan kami baru saja selesai. Untungnya, ada jeda singkat sebelum sesi kedua dimulai. Aku berjalan ke kantorku, melemparkan laptop ke meja, lalu keluar dari kompleks gedung dengan perasaan lelah. Aku hanya ingin menyendiri dan menghirup udara segar setelah berjam-jam terjebak di ruang konferensi.Aku melangkah menuju kafe di sebelah gedung kantor untuk membeli secangkir kopi. Kafe itu tempat yang sempurna untuk bersembunyi tanpa harus bertemu karyawan lain yang mungkin akan mengajakku berbicara—sesuatu yang saat ini tidak kuinginkan.Setelah memesan kopi, aku duduk di sudut jauh kafe, tepat di samping dinding kaca.Awalnya, pikiranku

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 81

    "Aku meninggikan nadaku karena aku berhak melakukannya! Aku tidak akan membiarkanmu menikah sama pria lain sementara kamu lagi hamil anakku!""Itu-itu mulu yang kamu lakukan." Bella mendengkus. "Berkoar-koar. Kamu berbicara seolah akan mengarungi api dan lautan, tapi kamu bahkan nggak punya cara untuk merawat anak yang kamu akui milikmu."Alisku terangkat tinggi, mataku membelalak. Wow, apa yang sedang terjadi di sini? Bukankah Bella seharusnya mengandung anak Mark? Apakah mungkin Bella telah menjadikan Mark seorang suami yang dikhianati? Aku menutup mulutku, tertawa kecil.Mereka terus berdebat. Aku yakin, suara mereka terdengar oleh setengah dari pejalan kaki dan tamu kafe. Aku tidak ingin mendengar lebih jauh karena aku tahu, mengetahui lebih banyak tentang Bella hanya akan membawa masalah tak berujung, tidak ada yang lain.Aku kembali ke tempat dudukku dan bersiap untuk meninggalkan kafe. Namun, saat aku berbalik untuk pergi, aku menyadari bahwa Bella dan pria itu entah bagaimana t

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 82

    "Apa-apaan ini!" Aku terkejut, mencoba menenangkan napasku. "Kenapa kamu tiba-tiba muncul gitu saja? Kamu nyaris bikin aku kena serangan jantung."Dia merapatkan bibirnya. "Aku juga nyaris kena serangan jantung waktu lihat kamu duduk di sini." Dia menaikkan alisnya yang ramping. "Kamu mengikutiku? Aku yakin 'pengintaian' hari ini sukses karena kamu dengar semuanya, 'kan?"Aku menatapnya. "Kamu … kamu …."Senyum dingin terbentuk di bibirnya. "Kamu apa? Jangan bilang kamu nggak dengar apa-apa." Dia mendecak, alisnya mengerut seolah sedang berkonsentrasi. "Jangan bohong lagi, Sydney."Aku menghela napas. "Maksudku itu, kamu harusnya nggak minum terlalu banyak kopi, kamu lagi hamil."Bella terkekeh sementara aku bertanya-tanya apa yang lucu dari ucapanku. Namun kemudian, dia menjadi serius, menghela napas, dan bertanya, "Siapa yang suruh kamu pesan kopi?"Aku melongo, kehilangan kata-kata. Kopi itu dipesan untukku! Aku tidak mengundangnya duduk dan berbagi minuman, tapi aku tidak ingin ber

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 83

    Aku mencoba berbicara dengan logis padanya. "Setidaknya ...," kataku sambil menunjuk ke ponsel di genggamannya. "Seperti yang pasti sudah kamu lihat, aku nggak pernah berhubungan sama ...," lanjutku mengangkat alis dan membuat tanda kutip di udara dengan jari-jariku. "Cowokmu sejak perceraian. Jadi, aku bukan ancaman bagimu."Namun, tak peduli apa yang kukatakan, Bella tetap mencengkeram ponsel itu erat-erat sambil berkata, "Duduklah dan minum kopi bareng, lalu aku akan kembalikan." Apa-apaan!"Aku nggak mau duduk dan minum kopi denganmu. Kembalikan saja ponselku!" tegasku dengan nada kesal sambil menahan diri untuk tidak menerjangnya. "Oke," katanya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi dan menyelipkan ponsel itu ke dalam sakunya. Dia melirikku dengan senyum manis yang penuh tipu daya. "Kamu boleh pergi."Napasku menggebu-gebu karena menahan amarah. Sayangnya, dia sedang hamil. Kalau tidak, aku tidak akan ragu untuk melampiaskan rasa frustrasiku padanya. Aku tahu dia juga memanfaatkan

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 84

    'Dia pernah punya anak?' pikirku, tubuhku sedikit menegang. Sama sekali tidak pernah kuharapkan kabar seperti itu.Kapan ini terjadi? Apakah saat tiga tahun panjang yang tak berujung itu, ketika dia menghilang tanpa jejak? Meskipun banyak pertanyaan berkecamuk di benakku, aku tetap berusaha bersikap tenang, mengatur ekspresiku menjadi datar tanpa emosi.Aku memusatkan perhatian pada riak-riak kecil yang hampir tak terlihat di permukaan kopiku, mengaduk perlahan cairan panas itu. "Aku nggak mau dengar," ucapku datar, seolah tak peduli.Sejujurnya, aku tidak terlalu tertarik mendengar cerita tentang masa lalunya yang suram, meskipun dulu sempat ada waktu di mana aku ingin mengetahuinya. Apa gunanya mengungkit cerita-cerita itu sekarang?Di belakang, di tempat kami duduk, aku mendengar suara orang bercakap-cakap dan dentingan alat makan. Namun, semuanya terasa menjauh seperti bisikan samar, sementara tatapan Bella menusukku seperti paku. Jari-jarinya melingkari cangkirnya sendiri, lalu di

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 85

    "Aku memeluk anakku dan menangis tersedu-sedu di atas ranjang persalinan."Aku kehilangan kata-kata saat itu. Apa yang harus kulakukan? Apa yang seharusnya kukatakan padanya? Jelas, bukan ucapan belas kasih yang mendalam, karena meskipun kisahnya sedikit menyentuhku, sebagian besar diriku tidak merasa begitu iba. Aku bersandar di kursiku, cangkir kopi di tanganku sudah kosong. "Cerita yang bagus," ucapku sambil mengibaskan tangan."Tapi itu nggak membuat kita jadi teman. Dengar, wanita yang mengusik pernikahan orang lain itu pelakor, dan kamu memilih untuk mengusik pernikahanku, berarti kamu juga pelakor. Apa pun yang baru saja kamu ceritakan, benar atau salah, penderitaanmu bukan disebabkan olehku. Sebaliknya, aku harus menghadapi akibat dari kecerobohanmu, jadi aku nggak akan bersimpati denganmu."Raut wajah Bella berubah marah, lubang hidungnya mengembang dan mengempis saat dia mencengkeram cangkir kopinya lebih erat, urat-urat menonjol di punggung tangannya."Aku nggak butuh belas

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 86

    Sudut pandang Mark:Setelah resmi bercerai dengan Sydney, Doris mentransfer sisa sahamnya kepadaku. Aku menjadi pemegang saham terbesar dan secara de facto orang yang bertanggung jawab atas GT Group dengan memegang 46% saham.Dengan perkembangan baru ini, resume pemegang saham diperbarui secara resmi. Seperti yang diharapkan, kekayaan bersihku melambung. Publik mencium kabar itu dan gelombang permintaan wawancara pun datang bertubi-tubi dari stasiun TV, penerbit surat kabar, hingga jurnalis yang selalu siaga menangkapku di luar.Posisiku di GT Group sekarang sudah kokoh dan tidak lagi bergantung pada siapa pun. Namun, aku tahu harus tetap berhati-hati terhadap mereka yang mungkin akan bersatu menjual saham mereka kepada satu orang untuk menjatuhkanku.Ketika permintaan wawancara terus berdatangan tanpa henti, akhirnya aku memerintahkan asistenku untuk menerima salah satu permintaan wawancara. Aku memilih saluran TV ekonomi paling terkenal, dengan tujuan agar semua orang mendapat sediki

Latest chapter

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 300

    Sudut pandang Dennis:"Dia ada di sini, di Eclipse?" tanyaku. "Bukan bermaksud menyinggung, tapi kamu yakin info yang kamu punya sudah benar?"Detektif itu tersenyum. "Ya, Pak Dennis. Kami nggak akan berada di sini kalau kami nggak yakin.""Bisa kamu kasih tahu siapa orang itu? Mungkin aku tahu kalau dia memang sering ke sini."Dia menggeleng dengan raut wajah menyesal dan menyatukan tangannya di atas meja. "Aku nggak bisa memberi tahu lebih dari yang sudah aku sampaikan. Tapi aku jamin kamu nggak perlu khawatir. Kamu nggak berada dalam masalah apa pun.""Keberadaan kami di sini bukanlah suatu kesalahan, kami sudah memastikan itu. Meskipun belum ada bukti kalau si pembunuh benar-benar ada di klub ini, tapi kemungkinannya cukup besar."Saat mendengar penjelasan detektif itu, aku berada di antara rasa lega dan cemas. Dia baru saja bilang tidak ada bukti, tetapi kemudian bilang ada kemungkinan besar."Sebenarnya, apa yang kamu butuhkan?"Dia melepas genggaman tangannya dan menaruh kedua t

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 299

    Tidak bisa berkata-kata, aku hanya tersenyum dan mengangguk untuk menerima rasa terima kasihnya. Saat memikirkan situasi itu lebih dalam, aku sadar bahwa aku sebenarnya tidak berpikir saat berteriak menghentikannya.Argh, ada apa denganku? Sekarang semua orang mencuri pandang ke arahku."Bagaimana kamu tahu kalau dia punya alergi?" Salah satu rekan timku memanfaatkan kedekatannya denganku untuk bertanya.Hanya ada satu cara untuk menghindari pertanyaan itu. Aku langsung mengabaikannya dan pura-pura tidak mendengar sambil fokus memperhatikan para juri yang mencicipi makanan, seolah-olah mereka sedang melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar membuka mulut, memasukkan makanan dengan sendok atau garpu, lalu mengunyah dengan sadar untuk menilai rasa.Tanpa kendali, mataku melirik ke arah Aiden, tetapi aku segera mengalihkan pandanganku. Meski begitu, pikiranku tetap tertuju padanya.Aku bergidik membayangkan apa yang akan terjadi jika aku tidak tanpa sengaja mendengar mereka membicarakan r

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 298

    Sudut pandang Anastasia:Pikiranku langsung melayang ke saat persiapan masih berlangsung dan setiap tim sibuk bolak-balik mengumpulkan bahan-bahan mereka.Meski aku sedang sibuk memikirkan jumlah dan jenis bahan yang harus kuambil, aku sempat mendengar sekilas percakapan anggota tim di sebelahku. "Kenapa kita nggak tambahin wijen?" Salah satu dari mereka mengusulkan.Temannya menjawab, tetapi aku tidak sempat menangkap jelas apa jawabannya.Beberapa saat kemudian, aku mendengar anggota tim yang lain bertanya, "Butuh bubuk wijen sebanyak apa?"Temannya hanya mengangkat bahu sambil tetap fokus pada wortel yang sedang dia ukir. "Nggak tahu. Tambahin aja secukupnya. Kita cuma butuh rasa wijennya terasa."Saat itu, aku sempat mencatatnya dalam pikiranku tanpa sadar, tetapi aku tidak terlalu memikirkannya. Kupikir, itu bukan urusanku karena setiap tim pasti akan membacakan bahan-bahan yang mereka gunakan sebelum juri mencicipi camilan mereka. Namun, saat mereka memaparkan bahan-bahan yang di

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 297

    "Kamu yakin?" tanyaku ragu-ragu sambil memotong daun dill dan mint segar yang akan dicampurkan ke dalam yogurt lembut yang sedang dia aduk dengan cekatan.Dia tertawa. "Percaya deh, kamu nggak akan pernah salah kalau pakai yogurt," katanya dengan wajah berbinar. Aku tidak bisa menahan pikiran bahwa dia benar-benar menikmati membuat yogurt.Aku mengangkat bahu. "Aku cuma nggak mau jadi terlalu berlebihan, kamu tahu, 'kan?" Aku melirik ke sekeliling dan melihat semua orang melakukan yang terbaik untuk mengesankan para juri.Meskipun tidak ada hadiah uang, rasanya menyenangkan bisa berkotor-kotoran dengan pekerjaan kami di dunia nyata, bukan cuma di balik layar. Selain itu, aku juga melihat beberapa orang di sini memang punya bakat alami di dapur.Mungkin itu juga alasan kenapa mereka melamar kerja di PT Tasoron. Aku yakin mereka agak kecewa saat tahu kalau bagian "Teknik" di nama perusahaan ini tidak sekeren yang mereka bayangkan.Jujur saja, kami memang lebih banyak berurusan dengan tek

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 296

    Sudut pandang Anastasia:"Kalian semua harus benar-benar menggunakan bahan-bahan yang tersedia di peternakan ini," kata pembicara, matanya menyapu kami satu per satu. Dia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap sebelum melanjutkan."Tolong, demi kebaikan kalian, patuhi aturan ini," lanjutnya dengan nada memperingatkan."Para juri akan menilai setiap kreasi berdasarkan kreativitas, rasa, penyajian, dan seberapa baik kalian mengolah bahan-bahan segar dari peternakan ini ke dalam hidangan kalian." Dia mengedipkan mata, membuat sebagian besar dari kami tersenyum karena sikapnya yang santai."Itu tadi adalah sebuah petunjuk, jadi pikirkan baik-baik bagaimana cara terbaik untuk menonjolkan keunikan bahan-bahan lokal ini dalam hidangan kalian," katanya dengan nada menggoda."Siapa tahu, kreasi tim kalian bukan hanya jadi pemenang, tapi mungkin juga akan diadopsi sebagai camilan resmi perusahaan." Kata-katanya langsung memicu bisikan antusias dari para peserta.Setelah memberikan sem

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 295

    Aku terkekeh, tetapi aku merasa ingin segera menanyakan alasan Sharon menelepon agar dia bisa segera menjelaskannya dan panggilan itu bisa segera berakhir.Alih-alih langsung ke inti alasan dia menelepon, Sharon mengerucutkan bibirnya. "Ayo beri aku pemandangan yang lebih baik. Aku bahkan seharusnya nggak perlu minta!""Kamu harus belajar untuk nggak hilang fokus, Sharon. Itu salah satu aturan penting dalam bisnis dan hidup secara umum," kataku dengan berpura-pura serius. "Kenapa kamu menelepon?"Sharon terkikik, menutupi mulutnya dengan tangan. Kemudian, dengan gerakan tangannya, dia menjelajahi wajahku. "Kamu terlihat lebih seksi dengan ekspresi serius seperti itu." Dia mendesah, "Aku beruntung punya pacar setampan kamu, 'kan?"Aku mendesah, "Serius, Sharon, kenapa kamu menelepon?"Dia mengerucutkan bibir bawahnya. "Calon tunanganmu nggak perlu alasan untuk menelepon. Aku bisa menelepon kapan saja aku mau. Aku bisa menelepon hanya untuk mendengar suaramu. Kamu harus terbiasa dengan i

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 294

    Sudut pandang Aiden:Keluar dari kamar mandi, aku dengan cepat mengacak-acak rambut basahku dengan handuk lembut dari kain terry. Jari-jariku menyisir helaian rambut yang kusut dan merapikan simpul-simpulnya saat aku melakukannya.Entah kenapa, aku sepertinya lupa membawa handuk, dan handuk yang diberikan di sini lebih kecil daripada yang aku butuhkan. Mungkin seharusnya aku lebih menekankan bahwa aku bukan meminta handuk muka?Dengan pilihan yang terbatas, aku memutuskan untuk hanya menggunakan kain kecil itu untuk rambutku. Lagi pula, aku satu-satunya yang menempati ruangan ini, jadi aku punya kemewahan untuk menganginkan tubuhku tanpa rasa khawatir.Aku melangkah di atas karpet, kaki telanjangku tenggelam ke dalam serat-serat lembutnya saat aku berdiri di depan cermin yang terpasang di dinding.Aku kembali melanjutkan tugasku untuk merapikan rambut dengan handuk, mengamati helai-helai yang tadinya acak-acakan perlahan mulai teratur, saat mataku tanpa sengaja beralih dari cermin ke s

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 293

    Amie terlihat begitu lucu dan polos saat tidur nyenyak dan hatiku terasa sakit saat aku bertanya-tanya apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Meskipun dia mungkin melihat hal-hal seperti itu, apa yang membuatnya menggambarnya?"Aku harus membuat penjelasan panjang besok," kata Clara sambil tertawa pelan, menggaruk-garuk rambutnya. "Aku nggak tahu apa yang akan kukatakan kepadanya saat dia bertanya. Sebelum aku memutuskan untuk merobek halaman itu, aku sudah mencari-cari alasan apa yang akan kukatakan saat dia tahu tentang halaman yang hilang itu."Aku mengangkat bahu sambil mencoba mencari-cari alasan yang bisa dia berikan kepada Amie. "Kamu bisa bilang kalau itu menakutkanmu."Dia menatapku, berkedip. "Serius, Dennis?""Apa?" Aku mengangkat bahu dengan sikap defensif. "Kamu bisa bilang begitu, atau kamu bisa bilang kalau kamu sedang melihat gambar-gambar itu saat makan dan mereka kena noda atau basah. Itu akan berhasil, percayalah."Dia menggelengkan kepala dan aku sudah tahu dia ak

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 292

    Sudut pandang Dennis:"Oh!" seru Clara, matanya melebar sebesar cawan. "Kamu kembali."Aku menatapnya tanpa berkedip, dengan sengaja menahan diri untuk tidak merespons kekagetannya seperti yang mungkin dia harapkan. Kami tetap terkunci dalam tatapan yang tidak tergoyahkan selama beberapa detik yang terasa seperti selamanya, dan meskipun aku berusaha sekuat tenaga, aku tidak bisa menahan pikiran yang berlarian dengan kecepatan luar biasa dalam pikiranku.Meskipun Clara terus menatapku, sikapnya memancarkan kecemasan yang nyata. Telapak tangannya menggenggam erat halaman yang dirobeknya dari buku gambar Amie.Aku menatapnya dengan tatapan bertanya, mataku berpindah-pindah antara wajahnya yang terlihat penuh kecemasan yang sulit disembunyikan dan kepalan tangannya yang sedikit gemetar di bawah pengamatanku.Clara sepertinya menyadari pertanyaan tidak terucap dalam tatapanku karena dia tiba-tiba mengeluarkan tawa canggung yang terdengar seperti cegukan tertahan. Mengangkat kedua kepalan ta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status