Home / Horor / 40 Hari Setelah Kematian Bapak / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of 40 Hari Setelah Kematian Bapak: Chapter 21 - Chapter 30

102 Chapters

Bab 21. Dia Datang

"Aku harus ke sana, segera!" seru Lasmi kemudian.Mbok Tumini mengangguk dengan berat hati. "Baik, Ndoro. Tapi kita harus hati-hati." Bukan tanpa alasan, tapi Mbok Tum merasakan jika ada sesuatu yang tidak wajar dengan hujannya Aji.Lasmi menoleh ke arah Murni. "Nduk, Ibu akan kembali secepatnya. Kamu tunggu di sini bersama Simbok, ya?"Namun, Murni hanya diam dan kembali masuk ke kamarnya tanpa menjawab. Hal itu membuat Lasmi semakin gelisah. Tapi ia menepis perasaannya dan segera melangkah keluar bersama Mbok Tumini, menuju kuburan dengan langkah cepat meskipun hati mereka diliputi ketakutan.Lasmi berjalan cepat meninggalkan rumah, sementara angin pagi yang dingin menerpa wajahnya. Dengan napas yang terasa berat dan penuh kekhawatiran, ia menelusuri jalan kecil yang mengarah ke kuburan desa. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Hati kecilnya terus berharap agar Aji baik-baik saja.Namun, semakin jauh ia melangkah, suasana semakin sunyi. Pohon-poh
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 22. Jebakan

"Tini, kita harus keluar dari sini," ujar Lasmi dengan suara tegas, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Sekarang juga!"Namun, sebelum mereka sempat melangkah keluar, pintu kamar tiba-tiba tertutup dengan keras, membuat Lasmi dan Tini terkejut. Hati Lasmi mulai berpacu, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi apa yang sedang terjadi."Dengar," kata Lasmi dengan suara bergetar, "kita harus mencari jalan keluar. Apa pun yang ada di sini, kita harus pergi sekarang!"Tini hanya mengangguk, meskipun tubuhnya masih gemetar. Namun saat mereka berbalik dan mencoba membuka pintu, terdengar suara gemeretak yang menakutkan dari arah luar. Seperti sesuatu yang berat sedang bergerak mendekat. Mereka berdua menoleh ke arah suara itu, dan Lasmi melihat bayangan yang bergerak cepat di koridor.Pocong... Pocong Raharjo sudah berdiri di sana.Lasmi merasa napasnya terhenti sejenak. Bayangan itu bergerak dengan sangat cepat, seperti mengejar mereka. Dengan reflek yang hampir tanpa sadar, Lasm
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 23. Tertelan Makam

Langkah Lasmi tertatih-tatih, kakinya terasa seperti terikat oleh beban yang tak terlihat. Tubuhnya lemas, namun ketakutan yang terus menggerogoti hatinya membuatnya tak bisa berhenti. Keinginan untuk melarikan diri, untuk menghindari apa pun yang mengancamnya, tetap memaksanya berjalan. Namun, semakin ia berjalan, semakin ia merasa ada sesuatu yang menariknya kembali, menariknya menuju tempat yang sebenernya paling ia takuti. Kuburan Raharjo. Lasmi menatap tanah yang berdebu di bawah kakinya, mencoba mencari jawaban di antara bebatuan kecil yang bertebaran di sepanjang jalan sempit itu. Suara langkah pocong Raharjo yang terus melompat mengejarnya masih terus terdengar. Hatinya semakin panas. Perasaan marah yang tak terungkapkan kini menguasai dirinya. Mengapa? Mengapa semuanya harus menjadi seperti ini? Mengapa dia harus terjebak dalam permainan setan? Di mana Tini? Dari semuanya itu, pikiran Lasmi kini hanya tertuju pada Aji, dan hanya Aji. Dengan keteguhan yang hampir tak bi
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 24. Selamat dari Maut

Dalam sekejap, tanah di sekitar kuburan itu retak, dan dari kedalaman bumi, sesuatu yang lebih besar mulai muncul. Itu adalah tubuh Raharjo yang membusuk, bergerak dengan gerakan yang mengerikan, seolah tubuhnya dipaksa untuk hidup kembali. Lasmi menutup matanya, berusaha menahan rasa takut yang merambat dalam dirinya. Tangan kedua muncul, menarik lebih keras. Kepala muncul berikutnya—sebuah wajah yang menyerupai Raharjo, tapi kulitnya sudah robek di beberapa bagian, memperlihatkan tulang putih di balik daging yang membusuk. Matanya kosong, hanya dua lubang hitam yang memancarkan hawa dingin dan kematian. Lasmi ingin mundur, tapi tubuhnya terasa beku. Dia hanya bisa menatap, menyaksikan makhluk itu perlahan bangkit dari liang kubur. Sosok Raharjo berdiri, tinggi, dengan tubuhnya yang tidak utuh lagi. Bau busuk semakin pekat, membuat Lasmi terbatuk dan hampir muntah. “Lasmi...” suara itu berat dan serak, seperti berasal dari neraka. “Kamu memanggilku... dan aku datang... bojoku..
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 25. Kembalinya Aji

Lasmi menyeret kakinya yang pincang, berusaha menahan perih di lututnya yang robek. Rasa lelah mendera tubuhnya, tetapi tekad untuk pulang mengalahkan semua rasa sakit itu. Malam semakin larut, dan suara jangkrik menjadi satu-satunya iringan perjalanan Lasmi di jalan setapak yang penuh kerikil. "Murni... Aji...," gumamnya yang terus melangkah menyeret kakinya. Sungguh, kakinya terasa begitu berat, seolah setiap langkahnya membawa kenangan buruk dari makam Raharjo. Hatinya masih dipenuhi rasa takut dan bingung—siapa sosok yang telah menyelamatkannya? Dan mengapa ia harus menghadapi teror Raharjo sendirian? Namun, semua pertanyaan itu tersingkir oleh wajah Murni dan Aji. Ketika ia melihat atap rumahnya dari kejauhan, rasa lega mulai mengisi dadanya. Tapi rasa lega itu segera berubah menjadi tangis yang tertahan ketika ia mendekati pintu. Di sana, Aji berdiri, memandang ibunya dengan wajah pucat penuh kekhawatiran. "Ibu?" suara Aji serak, gemetar. Lasmi jatuh berlutut di tanah.
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 26. Gempar

Suara kentongan yang terus dipukul berkali-kali mengisi udara pagi Desa Juwono. Ketukan itu tak hanya memanggil perhatian warga, tetapi juga memancing rasa takut yang tiba-tiba mencengkeram. Suara-suara panik terdengar bersahut-sahutan dari luar, membuat Aji bergegas ke pintu, meninggalkan ibunya yang masih duduk di tempat tidur."Bu, Aji ke luar sebentar, ya," ujar Aji sebelum berlari keluar rumah tanpa menunggu jawaban.Lasmi ingin menyusul, tetapi tubuhnya masih terlalu lemah. Dengan susah payah, ia turun dari tempat tidur dan berjalan terpincang-pincang ke ruang tengah. Jantungnya berdegup kencang, terlebih saat mendengar suara teriakan warga semakin jelas dari luar."Apa yang terjadi?" gumamnya, lebih pada dirinya sendiri.Aji sudah berdiri di sana, di depan pintu kayu jati berukir dan menatap pada banyaknya orang yang berkerumun di jalan."Mak—makam Raharjo rusak! Hancur!" teriak seseorang dari ujung jalan."Tapi... siapa yang melakukannya?" suara lain menyusul dengan kekhawatir
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 27. Buntalan Putih

"Murni!" "Murni!" Seru warga bersahut-sahutan melihat Murni yang kini sudah berada di dalam makam. Murni terengah-engah, tubuhnya hampir terjerembab di dalam liang kubur yang sudah terbuka lebar. Tanah yang lembap dan bau anyir semakin membuatnya merasa tercekik. Meski tangannya terasa kotor dan lelah, ia terus menggali, mengais tanah yang terasa berat di bawah jarinya. Setiap kali ia mengangkat tangan, tanah berjatuhan kembali, seolah kuburan itu menolak kehadirannya. "Aji... Aji, ndak ada apa-apa di sini!" teriaknya, suaranya tersendat di antara tangisan. "Tapi kenapa ini kosong?!" Keringat mengalir deras di wajahnya, tubuhnya gemetar, bukan hanya karena takut, tetapi juga karena rasa putus asa yang mendalam. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan makam ini, dengan kejadian ini. Namun, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang mengancam mereka semua? Aji yang berdiri di luar makam itu, wajahnya pucat pasi, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Mbak Murni, keluar
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 28. Kutukan

Lasmi menoleh cepat setelah mendengar suara keras gelas yang terjatuh ke lantai. Segera iamenghampiri Murni, matanya membelalak saat melihat pecahan gelas yang berserakan di lantai. Ia berjongkok, hendak memungut serpihan kaca, namun tangannya berhenti ketika menyadari pola aneh yang terbentuk di lantai dari retakan gelas itu. Simbol itu menyerupai lingkaran dengan garis-garis rumit di dalamnya, seperti sebuah gambar yang.... dia tak asing. “Murni, apa ini?” Lasmi bertanya dengan suara bergetar. Murni tidak menjawab. Tubuhnya membeku, matanya terpaku pada serpihan-serpihan gelas yang berserak di lantai. Aji, yang berdiri di dekat pintu, juga mendekat, keningnya berkerut dalam kebingungan. “Mbak, ini... ini bukan kebetulan. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan apa yang kita temukan di makam tadi?” Murni menggeleng perlahan, matanya berkaca-kaca. “Mbak ndak tahu, Ji. Tapi... rasanya seperti ada sesuatu yang mengikuti kita sejak saat itu.” Lasmi menoleh ke arah Aji. “Apa yang
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 29. Menemui Kyai Hasan

Murni mundur perlahan, menatap ibunya dengan mata membelalak. “Jadi... Bapak... dia—” “Dia telah melakukan sesuatu yang begitu besar, Murni,” potong Lasmi. “Dan sekarang apa yang dulu ia simpan, kembali untuk menuntut balas.” Aji menggertakkan giginya, mencoba mengatasi rasa takut yang semakin besar. “Kalau memang yang diambil Mbak Murni itu adalah segel, itu artinya kita bisa mengembalikannya, kan, Bu? Kita harus mengakhiri semua ini.” “Tidak sesederhana itu, Aji,” jawab Lasmi, suaranya mulai gemetar. “Segel itu telah rusak, dan semua jiwa yang terpenjara itu, kini terbebas. Satu-satunya cara adalah mencari cara untuk menenangkan mereka... atau kita semua akan binasa.” Murni terduduk di lantai, menggenggam erat kain ujung bajunya. Apa yang telah dilakukannya? pikirnya. "Baiklah, jika memang itu yang harus dilakukan. Aji, ayo ikut Mbak!" Murni
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 30. Rumah Tua

"Apakah aku mengatakan jika Murni harus pergi?" sela Kyai Hasan. "Dan kamu, Murni. Apakah aku mengizinkan kamu membuka buntalan itu? Atau mengizinkan kamu kembali ke tempat itu lagi? Tidak kan?" tegas Kyai Hasan. "Tapi kenapa, Kyai?" tanya Murni. "Karena bukanlah hal itu yang aku inginkan," jawab Kyai Hasan santun. Aji maju mundur, ia ingin percaya pada sang Kyai, tapi rasa ragu pun kini juga telah hinggap di hatinya. "Tapi, Kyai.... Pak Kasnan...." Melihat ekspresi sedih dan juga takut di wajah Aji, Kyai Hasan segera bertanya, "Kasnan? Kenapa Kasnan?" "Pak Kasnan meninggal, Kyai," jawab Aji. "Jasadnya masih di rumah, dan sungguh Kyai... dia mati dengan mengerikan." "Astaghfirullah... Kenapa kalian baru mengatakanya sekarang?" Kyai Hasan berucap. "Sekarang kita ke rumahmu, Aji." "Untuk apa?" sergah Lasmi dengan suara meninggi. "Kamu senang, kan?"
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more
PREV
123456
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status