Semua Bab 40 Hari Setelah Kematian Bapak: Bab 51 - Bab 60

102 Bab

Bab 51. Perlawanan

"Cukup...!"Murni yang sebelumnya tampak lemah tiba-tiba memancarkan energi yang tidak biasa. Tubuhnya memanas, menggeliat beberapa kali sebelum terdiam. Cairan merah masih mengalir dari sudut matanya, tetapi kini sorot matanya berubah tajam, penuh kekuatan. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berbisik, "Prana, bantu aku!"Hawa di ruangan itu berubah drastis. Udara yang sejak tadi rasa dingin dan menusuk kini berganti menjadi panas yang teramat sangat, seolah kekuatan lain mulai bangkit dari dalam tubuh Murni. Aji yang memegangi kakaknya tertegun, tangannya gemetar, tetapi ia tidak melepaskan pegangannya pada Murni meskipun dirinya juga merasakan sensasi panas itu menjalar ke telapak tangannya."Mbak...?" Aji memanggil dengan suara bergetar, tetapi Murni sama sekali tidak menjawab panggilan itu. Secara perlahan, ia bangkit, meskipun tubuhnya masih terlihat lemah.Lasmi yang berdiri di ambang pintu memperhatikan perubahan ini dengan mata menyipit, senyum liciknya memudar. "A-apa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

Bab 52. Menawarkan Bantuan

Malam itu, setelah pertarungan sengit di rumah Kyai Hasan, suasana desa terasa lebih mencekam daripada biasanya. Angin dingin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang jatuh. Murni duduk bersandar di dinding rumah Kyai Hasan, tubuhnya terasa berat dan lemah. Cahaya bulan yang menyelinap dari sela-sela atap memberi sedikit penerangan di ruangan itu. Di pangkuannya, Aji tertidur dengan tenang. Wajah adiknya yang polos dan lelah itu membuat hati Murni bergetar. Ia mengusap rambut Aji dengan lembut, menghilangkan debu dan sisa keringat dari pertempuran tadi. Meski Aji terlihat tenang dalam tidurnya, Murni lah yang paling tahu jika ketakutan yang baru saja mereka alami pasti masih membekas untuknya. Dari luar rumah, Kyai Hasan berdiri memperhatikan kegelapan malam. Suara jangkrik terdengar samar, tetapi angin dingin yang menusuk tulang membawa rasa tidak nyaman di hatinya. Kyai Hasan menyipitkan mata, seolah mencoba menangkap tanda-tanda bahaya di balik kegelapan yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Bab 53. Sebuah Pilihan

"Apa kamu lupa akan hal itu, Murni?" tanya Prawiro dengan senyumnya yang sangat sulit untuk diartikan. Kyai Hasan memotong, suaranya tegas. "Prana telah menjadi bagian dari dirinya saat ini. Aku akan membimbingnya." Prawiro tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Hasaaan... Hasan, kau selalu berpikir bahwa cahaya adalah jawabannya untuk segalanya. Tapi Sangkalana bukan hanya kegelapan biasa. Dia adalah pembawa kehancuran. Dan Prana senidiri... ia adalah gabungan dari kekuatan duniawi dan supranatural. Kau tidak akan bisa melindungi gadis ini hanya dengan sebuah doa." Murni menoleh ke Kyai Hasan, mencari penjelasan. "Kyai... apakah dia benar?" Kyai Hasan menghela napas panjang. "Iya, ada kebenaran dalam kata-katanya, Nduk. Tapi aku tidak setuju dengan caranya." Prawiro kembali berbicara. "Dengar, Murni. Aku berada di sini bukan untuk memaksamu. Tapi jika kamu ingin mengendalikan Prana, kamu butuh bimbingan yang berbeda. Aku bisa membantumu. Tapi tentu saja, jalanku tidak akan mu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Bab 54. Pergi

Aji menggeleng kuat, air mata mengalir deras di pipinya. "Mbak, jangan. Kalau Mbak kenapa-kenapa, aku mau hidup sama siapa, Mbak?"Murni memeluk adiknya itu dengan erat, mencoba menenangkan tangisnya meski hatinya sendiri bergejolak hebat. "Aji, Mbak janji, Mbak nggak akan ninggalin kamu. Tapi Mbak juga nggak bisa diam saja. Kalau Lasmi sampai mendapatkan Sangkalana, kita semua akan hancur." Aji masih memandangnya dengan penuh kekhawatiran, tetapi Murni bisa melihat ada keraguan dalam mata adiknya. Namun, meski hatinya penuh dengan rasa takut, Murni tahu bahwa ini adalah langkah yang harus ia ambil. Dalam hening itu, Murni merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—sebuah kekuatan yang telah lama terkubur, kini mulai terasa berdenyut. Sesuatu yang harus ia pelajari, jika ia ingin melindungi orang-orang yang ia cintai.Kyai Hasan melangkah mendekat, tangannya yang renta menyentuh bahu Murni dengan lembut. "Jika itu keputusanmu, Nduk, aku akan tetap di sini untuk mendukungmu. Namun,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bab 55. Kelahiran Sang Penerus

“I-ini... tidak mungkin,” desisnya. Murni ternganga. Rumah tua yang tadi berdiri seperti bangunan hampir roboh kini menjelma menjadi rumah besar yang utuh. Dinding kayu yang mengilap memantulkan cahaya samar dari langit senja, jendela-jendela lebar dengan kaca bening memancarkan kesan kehangatan, dan atap rumbia yang tampak baru menambah kemegahan rumah itu. Udara di sekitarnya berubah; aroma kayu segar dan tanah basah menyeruak, membawa sensasi yang aneh namun begitu familiar. Jantung Murni berdegup kencang. Ia melangkah mundur, matanya masih terpaku pada rumah tersebut. Namun, langkahnya terhenti saat tubuhnya tiba-tiba terasa ringan, seolah-olah sebuah kekuatan tak kasat mata menariknya maju. Ia ingin berbalik, berlari menjauh, tetapi kakinya tidak merespons. Napasnya memburu, matanya membelalak, dan tubuhnya bergerak tanpa ia kendalikan. Hingga tanpa sadar, ia sudah berdiri di depan sebuah pintu besar yang berderit terbuka perlahan, memperlihatkan bagian dalam rumah. Dingin
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bab 56. Melawan Takdir

Semua terasa begitu membingungkan untuk Murni, kini ia menyadari jika dirinya memang sudah ditautkan dengan Sangkalana sejak kecil. Di tengah kemelut yang saat ini melanda hatinya, Murni hanya dapat memejamkan kedua matanya seraya menghela napas cukup panjang. Namun, tak lama kemudian, suara seorang lelaki yang teramat dia kenali membuatnya tersentak kaget. "Dia anakku!" Murni tertegun mendengar suara itu. Seketika, ia membuka matanya kembali, dan pemandangan di depannya berubah sekali lagi. Kini ia telah berada di sebuah ruangan lain, lebih kecil dari kamar awal yang tadi ia tempati. Di tengah ruangan itu, seorang pria berdiri, wajahnya penuh emosi yang bergejolak. Tangannya menggenggam erat bayi kecil yang baru saja lahir, wajahnya memancarkan campuran kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan. "Dia adalah anakku!" seru pria itu dengan suara yang bergetar. Jayus menoleh cepat, s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bab 57. Melangkah Pergi

Raharjo menatap istrinya dalam diam, mencoba mencari kejujuran dalam tatapan penuh luka itu. Matanya yang berkaca-kaca menggambarkan betapa berat keputusan ini baginya. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara Jayus terdengar menggema dari belakang mereka, memecah keheningan. "Ah, Lasmi, betapa menyedihkannya kau," ujar Jayus, muncul di ambang pintu ruangan dengan senyuman dingin. "Aku memberimu segala hal, dan ini balasanmu? Kau memohon-mohon pada lelaki yang tidak pernah pantas menjadi suamimu?" Lasmi berdiri dengan cepat, menempatkan dirinya di depan Raharjo dan bayi mereka seolah tubuhnya adalah benteng terakhir. "Bapak, cukup! Aku selalu menuruti apa pun yang Bapak mau. Tapi aku mencintai suamiku, Pak. Aku ndak mau jika Mas Harjo pergi, bersama anak ini." Jayus memicingkan matanya, senyum dingin di wajahnya berubah menjadi tatapan penuh amarah. "Diam kau, Lasmi! Kau lupa kau anak siapa? Kau adalah keturunan Karsono, Lasmi! Darah keluarga kita membawa kekuatan, dan itu harus
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bab 58. Permainan Lasmi

Murni menatap wajah ibunya yang samar di antara bayangan dan cahaya ruangan yang temaram. Kata-kata terakhir yang ia dengar menghantam jiwanya seperti badai yang mampu menghancurkan kekokohan hatinya, menciptakan kekacauan di dalam pikirannya. Lasmi berdiri diam, ia menoleh dengan kedua mata yang seolah tertuju pada Prawiro dan Murni yang berdiri di sana. "Aku tahu kalian di sini." Murni menoleh ke arah Prawiro yang berdiri di belakangnya, wajahnya tampak tegang. "Apa itu... Apa Ibu melihat kita?" Prawiro mengangguk perlahan, matanya menatap tajam ke kejauhan. "Dia bisa merasakan kehadiran kita. Meski berada di dimensi yang berbeda, Lasmi... memiliki ikatan yang tak bisa kau abaikan begitu saja." "Tapi bagaimana mungkin?" Murni bertanya, kebingungan menyelimuti wajahnya. "Bukankah kita berada di dunia yang tak sama dengan Ibu?" Prawiro menghela napas panjang, lalu mendekatkan tubuhnya pada Murni. "Ada sesuatu yang belum kukatakan padamu, Murni. Ibumu... dia telah mengikatkan jiw
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bab 59. Bangun

Langkah kaki Prawiro dan Murni terdengar tergesa-gesa di tengah kegelapan hutan yang hanya diterangi oleh sinar bulan pucat. Napas mereka tersengal, dan suara raungan Sangkalana terus menggema, seolah-olah makhluk itu berada di mana-mana sekaligus.“Pak Prawiro, apa kita bisa selamat dari ini?” tanya Murni, suaranya bergetar antara lelah dan takut.“Kita harus selamat,” jawab Prawiro singkat, matanya terus waspada memperhatikan jalan di depan. “Aku tidak akan membiarkanmu jatuh ke tangan Sangkalana.”Mereka terus berlari, melewati pepohonan yang menjulang tinggi. Suara dedaunan yang bergesekan dengan angin semakin menambah suasana mencekam. Tiba-tiba, sebuah bayangan besar muncul di antara pepohonan, bergerak cepat menuju mereka.“Dia ada di depan!” teriak Murni, berhenti sejenak dengan napas terengah-engah.“Jangan berhenti! Berlari terus!” seru Prawiro sambil menarik tangan Murni, memaksanya melanjutkan langkah.Namun Sangkalana bergerak lebih cepat dari dugaan mereka. Makhluk itu m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bab 60. Pengendalian

Langit malam mendadak terasa lebih kelam. Angin yang tadinya hanya berhembus pelan kini berubah menjadi badai kecil, menggoyangkan pepohonan di sekitar makam. Cahaya biru yang sebelumnya hanya melingkupi makam tua kini membesar, membentuk jaring-jaring cahaya yang memancar ke segala arah. Murni memegangi tangan Prawiro dengan erat, tubuhnya bergetar ketakutan sekaligus takjub melihat kejadian yang tak masuk akal itu. Gundukan tanah di sekitar mereka kini mulai retak, dan dari dalamnya, asap tipis keluar, mengeluarkan aroma tanah basah bercampur sesuatu yang terasa begitu asing. "Pak Prawiro... ini apa?" bisik Murni, suaranya nyaris tenggelam oleh gemuruh angin. "Prana telah bangkit, Murni!" jawab Prawiro dengan tegas. "Mereka tidak akan membiarkan Sangkalana membeiarka Sangkalana begitu saja." Tiba-tiba, dari setiap gundukan tanah, muncul sosok-sosok samar. Wajah-wajah mereka tidak jelas, hanya berupa bayangan hitam yang diselimutinkabut berwarna biru. Namun, dari tatapan koso
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status