Share

Bab 27. Buntalan Putih

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 16:49:42

"Murni!"

"Murni!"

Seru warga bersahut-sahutan melihat Murni yang kini sudah berada di dalam makam. Murni terengah-engah, tubuhnya hampir terjerembab di dalam liang kubur yang sudah terbuka lebar. Tanah yang lembap dan bau anyir semakin membuatnya merasa tercekik. Meski tangannya terasa kotor dan lelah, ia terus menggali, mengais tanah yang terasa berat di bawah jarinya. Setiap kali ia mengangkat tangan, tanah berjatuhan kembali, seolah kuburan itu menolak kehadirannya.

"Aji... Aji, ndak ada apa-apa di sini!" teriaknya, suaranya tersendat di antara tangisan. "Tapi kenapa ini kosong?!"

Keringat mengalir deras di wajahnya, tubuhnya gemetar, bukan hanya karena takut, tetapi juga karena rasa putus asa yang mendalam. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan makam ini, dengan kejadian ini. Namun, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang mengancam mereka semua?

Aji yang berdiri di luar makam itu, wajahnya pucat pasi, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Mbak Murni, keluar
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (50)
goodnovel comment avatar
Santih
makin rumit ya, semoga segera nemu titik terang
goodnovel comment avatar
Erisa Zulfa
aduh kan makin besar masalahnya..
goodnovel comment avatar
Yasna Malaika
astaghfirullah apa lagi itu kenapa gelasnya pecah sndiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 28. Kutukan

    Lasmi menoleh cepat setelah mendengar suara keras gelas yang terjatuh ke lantai. Segera iamenghampiri Murni, matanya membelalak saat melihat pecahan gelas yang berserakan di lantai. Ia berjongkok, hendak memungut serpihan kaca, namun tangannya berhenti ketika menyadari pola aneh yang terbentuk di lantai dari retakan gelas itu. Simbol itu menyerupai lingkaran dengan garis-garis rumit di dalamnya, seperti sebuah gambar yang.... dia tak asing. “Murni, apa ini?” Lasmi bertanya dengan suara bergetar. Murni tidak menjawab. Tubuhnya membeku, matanya terpaku pada serpihan-serpihan gelas yang berserak di lantai. Aji, yang berdiri di dekat pintu, juga mendekat, keningnya berkerut dalam kebingungan. “Mbak, ini... ini bukan kebetulan. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan apa yang kita temukan di makam tadi?” Murni menggeleng perlahan, matanya berkaca-kaca. “Mbak ndak tahu, Ji. Tapi... rasanya seperti ada sesuatu yang mengikuti kita sejak saat itu.” Lasmi menoleh ke arah Aji. “Apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 29. Menemui Kyai Hasan

    Murni mundur perlahan, menatap ibunya dengan mata membelalak. “Jadi... Bapak... dia—” “Dia telah melakukan sesuatu yang begitu besar, Murni,” potong Lasmi. “Dan sekarang apa yang dulu ia simpan, kembali untuk menuntut balas.” Aji menggertakkan giginya, mencoba mengatasi rasa takut yang semakin besar. “Kalau memang yang diambil Mbak Murni itu adalah segel, itu artinya kita bisa mengembalikannya, kan, Bu? Kita harus mengakhiri semua ini.” “Tidak sesederhana itu, Aji,” jawab Lasmi, suaranya mulai gemetar. “Segel itu telah rusak, dan semua jiwa yang terpenjara itu, kini terbebas. Satu-satunya cara adalah mencari cara untuk menenangkan mereka... atau kita semua akan binasa.” Murni terduduk di lantai, menggenggam erat kain ujung bajunya. Apa yang telah dilakukannya? pikirnya. "Baiklah, jika memang itu yang harus dilakukan. Aji, ayo ikut Mbak!" Murni

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 30. Rumah Tua

    "Apakah aku mengatakan jika Murni harus pergi?" sela Kyai Hasan. "Dan kamu, Murni. Apakah aku mengizinkan kamu membuka buntalan itu? Atau mengizinkan kamu kembali ke tempat itu lagi? Tidak kan?" tegas Kyai Hasan. "Tapi kenapa, Kyai?" tanya Murni. "Karena bukanlah hal itu yang aku inginkan," jawab Kyai Hasan santun. Aji maju mundur, ia ingin percaya pada sang Kyai, tapi rasa ragu pun kini juga telah hinggap di hatinya. "Tapi, Kyai.... Pak Kasnan...." Melihat ekspresi sedih dan juga takut di wajah Aji, Kyai Hasan segera bertanya, "Kasnan? Kenapa Kasnan?" "Pak Kasnan meninggal, Kyai," jawab Aji. "Jasadnya masih di rumah, dan sungguh Kyai... dia mati dengan mengerikan." "Astaghfirullah... Kenapa kalian baru mengatakanya sekarang?" Kyai Hasan berucap. "Sekarang kita ke rumahmu, Aji." "Untuk apa?" sergah Lasmi dengan suara meninggi. "Kamu senang, kan?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 31. Karsono

    Murni menggigit bibirnya, mencoba menahan gemetar di tubuhnya. Ia melangkah masuk lebih dalam ke rumah itu, sementara Kyai Hasan menyalakan lebih banyak lampu minyak, menerangi ruangan yang penuh dengan bayangan mencekam. Murni menatap setiap sudut, merasakan kehadiran yang berat, seolah-olah rumah itu mengawasinya. "Bagaimana aku harus menghadapi mereka, Kyai?" tanya Murni dengan suara bergetar. "Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana." Kyai Hasan mengeluarkan sebuah kain lusuh dari dalam tasnya. Di dalamnya terdapat sebuah cincin kuno berwarna keemasan, dihiasi batu merah yang memancarkan kilau aneh di bawah cahaya lampu. "Ini," ucap Kyai Hasan sambil menyerahkan cincin itu pada Murni. "Ini adalah milik Karsono. Cincin ini menyimpan jejak perjanjiannya. Ia adalah kunci untuk membuka jalanmu berhadapan dengan mereka." Murni menatap cincin itu dengan ngeri. "Apa yang harus aku lakukan dengan ini?" "Pakailah," jawab Kyai Hasan. "Cincin ini akan membantumu memanggil mereka. Tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 32. Tipu Muslihat

    “Itu… itu suara Bapak, Kyai. Tapi… bagaimana mungkin?” Dari sudut ruangan yang gelap, muncul sesosok bayangan samar. Bayangan itu perlahan membentuk pocong Raharjo. “Murni… kau sudah terlalu jauh dalam perjalanan ini,” ucap Harjo dengan suara lembut. “Aku tahu kau ingin mengakhiri kutukan keluarga kita, tapi kau tak perlu mengorbankan dirimu seperti ini.” Murni terisak. “Bapak… Bapak tahu apa yang keluarga kita alami. Semua ini karena perbuatan Kakek. Aku harus menyelesaikannya. Kalau tidak, kutukan ini akan terus menghantui kita!” Raharjo mengangguk perlahan, kemudian kembali membuka mulutnya lebar-lebar. “Aku tahu, Nak. Tapi dengarkan aku. Apa yang kau lawan bukan hanya Karsono atau arwah-arwah ini. Ada kekuatan yang jauh lebih besar, sesuatu yang bahkan Kakekmu sendiri tidak bisa kendalikan.” Murni memandang ayahnya dengan bingung. “Apa maksud Bapak? Apa yang lebih besar dari ini semua?” "Apa yang dia berikan padamu, bukan hanya kunci untuk memanggil mereka. Sedangkan apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 33. Kebenaran

    Suara lonceng perak itu terhenti di udara. Raharjo, dengan kain kafan yang tersibak angin, berdiri di hadapan Lasmi yang kini terpojok di bawah bayangan pohon tua. Tubuh Lasmi gemetar, tetapi sorot matanya masih dipenuhi ambisi yang menyala. "Kau pikir bisa menghentikan aku, Raharjo? Aku adalah pewaris sejati kekuatan ini! Kau hanya bayangan yang tersisa dari salah satu.... hmmm... tumbal!" serunya dengan suara melengking, yang kemudian diikuti oleh tawa yang terdengar nyaring. "Hahhahaha!!" Raharjo mendekat perlahan, suara langkah kakinya yang berat terdengar seperti genderang kematian. "Lasmi, ini bukan tentang siapa yang pantas atau tidak. Kekuatan ini... adalah kutukan, bukan warisan. Dan kau telah menyalahgunakannya untuk hal yang lebih buruk daripada yang pernah Karsono lakukan." Lasmi tertawa getir, meskipun caira merah menetes dari sudut bibirnya karena efek serangan balik dari Raharjo yang memakan boneka kain itu. "Kau tidak mengerti, Raharjo. Aku tidak takut pada kutuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 34. Belum Usai

    Malam itu, meskipun Murni telah menemukan sedikit kedamaian dalam pelukan Kyai Hasan, bayangan kelam dari apa yang telah terjadi masih menghantui pikirannya. Ia merasa seperti ada sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap yang sedang mengintai, menunggu untuk menghancurkan apa pun yang menjadi penghalang. Sementara itu, di luar rumah, hujan turun deras, seolah ikut meratapi nasib yang tak dapat dihindari. Lasmi, yang sebelumnya telah terpojok dalam cengkeraman Sangkalana, kini masih berdiri di bawah pohon tua yang bersaksi bisu atas kekalahan besarnya. Namun, hatinya yang penuh ambisi dan kebencian tidak akan mudah menyerah begitu saja. Ia telah memanggil Sangkalana, makhluk kegelapan yang begitu kuat, dan meskipun makhluk itu menghancurkan banyak harapannya, Lasmi tidak pernah berniat untuk menyerah. Di tengah kabut pekat yang mulai menyelimuti di sekelilingnya, tubuh Lasmi yang terluka terbungkus dalam kekosongan yang dalam. Ia berbisik, mengucapkan mantra yang telah lama ia simpan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 35. Sangkalana

    Malam semakin larut, tapi ketenangan yang diharapkan di rumah Lasmi tak kunjung datang. Murni duduk di sudut ruangan, berusaha menghilangkan beban pikirannya. Ia memeluk lututnya, pandangannya kosong menatap jendela. Hujan mulai reda, namun suara rintik yang tersisa menciptakan irama yang seolah mencemooh keputusasaan di dalam rumah itu. Lasmi, setelah memastikan Aji sudah tertidur di kamarnya, melangkah pelan menuju dapur. Namun, alih-alih menyiapkan sesuatu, ia hanya berdiri di sana, menatap pisau dapur yang tergantung di dinding. Matanya kosong, tapi ada sebuah kilatan gelap yang bersembunyi di balik pupilnya. Ia tak memedulikan bayangan kelam yang semakin nyata di sudut ruangan. Sangkalana ada di sana, bersembunyi dalam bayang-bayang, memerhatikan dan menunggu. "Lasmi," suara berat itu menggetarkan udara di sekitarnya. Lasmi berbalik dengan cepat, meski ia sudah menduga siapa yang memanggilnya. Sosok Sangkalana, meskipun hanya berupa bayangan samar, tampak semakin nyata. Mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16

Bab terbaru

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 102. Bahagia

    Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 101. Kalah

    Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 100. Lindung Sukma

    Kabut semakin tebal saat mereka melangkah menuju makam tua yang disebut Kyai Hasan. Hutan itu terasa seperti labirin yang hidup, dengan suara-suara aneh yang terdengar dari segala arah. Pohon-pohon besar melengkung seperti sosok yang mengintai, dan udara dingin mencubit kulit mereka.“Kyai, apa yang sebenarnya ada di makam itu?” tanya Aji, mencoba memecah kesunyian yang menyesakkan.“Lindung Sukma adalah roh penjaga yang diciptakan untuk melindungi tanah ini di masa lalu,” jelas Kyai Hasan. “Namun, ketika keserakahan manusia menghancurkan keseimbangan alam, roh itu berubah menjadi kekuatan gelap. Sekarang, ia menjadi sumber dari semua kutukan ini.”“Apa mungkin kita bisa mengalahkan sesuatu yang sekuat itu?” tanya Murni ragu.“Kita harus mencobanya,” jawab Kyai Hasan tegas. “Kita tidak punya pilihan lain.”Setelah berjalan beberapa jam, mereka tiba di depan sebuah gerbang batu yang besar dan berlumut. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran simbol-simbol aneh, mirip dengan yang mereka lihat

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 99. Ketemu

    Murni dan Aji terus melangkah, meninggalkan rumah yang penuh tipuan itu. Mereka tahu perjuangan belum selesai. Desa Juwono masih dipenuhi misteri yang membelit, dan setiap sudutnya mengintai bahaya tak terduga.Kabut semakin pekat, membuat pandangan mereka terbatas. Langkah-langkah kecil terasa berat karena tanah berlumpur yang seakan menahan kaki mereka. Namun, tekad untuk menghentikan kutukan yang melanda desa terus memacu keberanian mereka.Saat mereka menyusuri jalan setapak yang sepi, terdengar suara-suara bisikan aneh dari arah pepohonan. Murni dan Aji berhenti, menatap sekitar dengan waspada. Pohon-pohon besar yang menjulang tampak seperti sosok hidup, ranting-rantingnya melambai-lambai seolah ingin menangkap mereka.“Jangan menoleh ke belakang, Ji,” bisik Murni.Aji mengangguk, tetapi tubuhnya gemetar. Ia bisa merasakan sesuatu mengikuti mereka, namun ia berusaha fokus pada langkah di depannya. Tiba-tiba, angin dingin bertiup kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. D

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 98. Tipuan

    Murni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 97. Perlawanan

    Murni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 96. Raharjo Datang

    Murni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 95. Desa Misterius

    Murni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 94. Bantuan

    Di tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status