Chapter: Bab 147. TAMATLaras & Sopir Truk: Lolos dari Teror PocongSopir truk itu menggertakkan giginya, tangannya mencengkeram setir erat-erat. Laras menutup matanya rapat-rapat, tubuhnya bergetar hebat. Keduanya sama-sama tahu bahwa mereka sedang dikejar oleh sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini.Jalanan semakin menurun tajam, membuat truk melaju lebih kencang. Namun, ketika sopir menoleh ke spion, jantungnya hampir berhenti berdetak.Sosok pocong itu masih ada di sana. Melompat-lompat, mendekat semakin cepat. Tubuhnya yang membusuk bergerak tidak wajar, sementara mulutnya yang menganga terus mengeluarkan suara parau:"Kembaaliii... Kembaaliiii...."Laras mencengkeram sabuk pengamannya erat-erat, air mata mulai menggenang di matanya. "Pak, jangan berhenti! Tolong, jangan berhenti apa pun yang terjadi!"Sopir truk mengangguk cepat, meskipun keringat dingin sudah membasahi dahinya. "Saya nggak akan berhenti, Mbak! Pegangan yang kuat!"Truk terus melaju di jalanan gelap, melewati tikungan demi tiku
Last Updated: 2025-03-06
Chapter: Bab 146. PerjalananSopir truk itu mengguncang tubuh Laras dengan cemas. "Mbak! Sadar, Mbak! Kamu dari mana?! Kok tiba-tiba muncul dari hutan?!" Laras terhuyung sedikit, kesadarannya masih berkabut. Nafasnya memburu, tubuhnya gemetar hebat. Ketakutan masih mencengkeram pikirannya. Ia menatap sopir itu dengan mata kosong, sebelum akhirnya berbisik dengan suara serak. "Tolong ... Bawa saya pergi dari sini, Pak." Sopir itu mengerutkan kening, jelas kebingungan. "Mbak, kamu kenapa? Kamu kelihatan kayak habis lihat setan!" Laras menelan ludah, tubuhnya masih bergetar. Bayangan Joni, Rani, dan Damar masih jelas di pikirannya. Bisikan-bisikan itu masih terngiang di telinganya. Ia merasa lelah, begitu lelah, dan satu-satunya yang ia inginkan hanyalah pergi sejauh mungkin dari tempat terkutuk itu. "Aku nggak mau ada di sini lagi." suaranya lirih, hampir seperti rintihan. "Tolong, Pak ... Cepat pergi." Sopir itu menatapnya ragu sejenak, lalu mengangguk. "Ya sudah, ayo naik. Tapi, kita mau ke mana, Mbak?" "P
Last Updated: 2025-03-04
Chapter: Bab 145. KeluarLaras berdiri di depan rumah kecil Pak Warso, merapikan tas ransel yang menggantung di punggungnya. Malam masih menyisakan sisa dingin, dan kabut tipis mengambang di antara pepohonan desa.Pak Warso menghela napas panjang, menatap Laras dengan mata penuh pemahaman. “Jadi, kamu benar-benar mau pergi?”Laras mengangguk. “Saya sudah nggak punya alasan untuk tetap tinggal di sini, Pak.” Suaranya bergetar, meski ia berusaha terdengar tegar.Darto dan Giman, yang berdiri tak jauh darinya, saling bertukar pandang sebelum akhirnya Darto bicara, “Laras, kami ngerti, Nduk. Setelah kedua temanmu, Joni dan Rani …” Ia berhenti, tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Nama kedua temannya itu kini hanya tinggal bayang-bayang di tempat terkutuk yang tak boleh lagi mereka datangi.“Dan sekarang Damar juga menghilang.” Suara Laras semakin kecil. Hatinya terasa berat. Damar adalah satu-satunya harapan yang tersisa, satu-satunya alasan untuk tetap bertahan. Tapi kini ia juga sudah pergi, entah hilang dalam
Last Updated: 2025-03-03
Chapter: Bab 144. MemilihDamar berdiri kaku di depan rumah tua itu. Ucapannya masih menggantung di udara, sementara Joni dan Rani menunggu tanpa sedikit pun bersuara—atau mungkin, dengan harapan licik bahwa Damar akan menyerah. Angin malam berembus pelan, membawa bisikan dari sebuah tempat gelap yang tak terlihat. Rumah tua itu seakan bernapas, meresapi kebimbangan Damar untuk memilih. "Setiap kutukan butuh penebus." Kata-kata yang terucap dari mulut Joni terus bergema di kepalanya. Apakah benar-benae harus seperti itu? Jika ingin bebas, ia harus menyerahkan seseorang lainnya sebagai gantinya. Satu nama pun seketika melintas di benaknya—Laras. Damar memejamkan mata, mengingat bagaimana Laras menatapnya dengan penuh cinta, tetapi juga sarat ketakutan. Ia tak ingin melihatnya ketakutan lagi. Ia tak ingin Laras menjadi bagian dari kegelapan yang saat ini membelenggunya. Alih-alih menjadikan Laras sebagai penebus, Damar justru berkeinginan untuk kembali bersamanya. Keinginan itu begitu kuat hingga mampu mem
Last Updated: 2025-03-02
Chapter: Bab 143. PerpisahanDarto menoleh cepat, matanya menajam ke arah Laras. “Apa maksudmu, Laras?”Laras menggigit bibir, suaranya bergetar saat berbicara. “Damar… dia ada di sini. Aku bisa merasakannya.”Mbah Rebo mengetukkan tongkat kayunya ke tanah tiga kali lagi. Suara ketukan itu menggema di udara, seolah memantul dari sesuatu yang tak terlihat. Angin semakin kencang, membuat dedaunan kering berputar-putar di sekitar mereka.“Jangan panik,” ujar Mbah Rebo tenang, meski matanya waspada. “Tetap dekat dan jangan sampai ada yang terpisah.”Tiba-tiba, dari balik pohon, terdengar suara gemerisik. Seperti seseorang yang berjalan di atas dedaunan kering.Giman menoleh cepat. “Siapa di sana?”Tak ada jawaban. Hanya suara langkah yang semakin mendekat.Laras menegang. Ia bisa merasakan hawa dingin menjalari tubuhnya. Perlahan, dari balik batang pohon yang besar, sesosok bayangan muncul.Damar.Pakaian yang dikenakannya sama seperti terakhir kali Laras melihatnya—kemeja putih yang kini lusuh dan sobek di beberapa
Last Updated: 2025-03-01
Chapter: Bab 142. Mencari PetunjukPagi menjelang dengan lambat, membawa serta kabut tipis yang menggantung di udara desa. Darto menguap lebar, matanya sembab karena semalaman tak bisa tidur. Warso duduk bersandar di dinding, wajahnya masih menyisakan ketegangan semalam. Sementara itu, Laras tertidur di tikar dengan nafas berat, tubuhnya masih terasa lemah setelah apa yang terjadi.Mbah Rebo, yang sedari tadi duduk bersila sambil memegang tongkat kayunya, menghela napas panjang. “Kita tak bisa berdiam diri. Meski makhluk itu sudah pergi, aku yakin ia belum benar-benar menyerah.”Warso mengangguk pelan. “Jadi apa yang harus kita lakukan, Mbah?”Orang tua itu menatap ke luar jendela. “Aku harus mencari tahu siapa makhluk itu dan mengapa ia begitu menginginkan Laras. Ada sesuatu yang belum terungkap.”Darto menelan ludah. “Mbah … tadi malam, sebelum makhluk itu muncul, Laras sempat menyebut nama Damar. Apakah mungkin … Damar benar-benar ada hubungannya dengan ini?”Mbah Rebo terdiam sejenak. “Mungkin. Kita harus mencari t
Last Updated: 2025-02-28
Chapter: 94. Pulang Kampung 94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd
Last Updated: 2023-12-30
Chapter: 93. Tanda MerahKinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees
Last Updated: 2023-12-30
Chapter: 92. Malam Pertama Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng
Last Updated: 2023-12-30
Chapter: 91. Pesta Pernikahan Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur
Last Updated: 2023-12-29
Chapter: 90. Es Krim Kopi90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad
Last Updated: 2023-12-28
Chapter: 89. Pergi ke Butik Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya
Last Updated: 2023-12-28
Chapter: 17. TercoretBrian merasakan campuran antara kemarahan dan keputusasaan saat mendengar kata-kata kasar dari ayahnya sendiri. Dia merasakan tamparan keras mendarat di wajahnya, menyakitkan fisiknya sekaligus mengguncang batinnya.Dengan hati yang berat, Brian menundukkan kepalanya, merasakan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Dia merasa terjepit di antara cinta dan keterpaksaan, tidak tahu harus berbuat apa lagi di tengah tekanan dan ancaman dari ayahnya yang kejam."Saya... saya tidak bisa, Papa," bisik Brian dengan suara gemetar, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap.Guntur Wirawan menatap Brian dengan tatapan dingin, tanpa belas kasihan. "Kamu tak punya pilihan, Brian. Kehormatan keluarga harus dijaga, apa pun caranya," ucapnya dengan suara tegas.Dengan perasaan hampa dan penuh penyesalan, Brian melihat Lita pergi dari hidupnya, meninggalkan seutas benang cinta yang putus di antara mereka. Dia merasa hancur oleh keputusannya untuk membiarkan Lita pergi, tetapi juga tidak bisa melawan
Last Updated: 2024-04-11
Chapter: 16. Tertangkap"Berhenti, Lita. Tunggu, biar aku saja!" cegah Brian.Brian bergerak cepat untuk mengambil pakaian dan mengenakannya dengan tergesa-gesa, hatinya berdebar-debar memikirkan siapa yang mungkin berada di balik pintu itu."Tenanglah, Brian. Aku akan melihat siapa di sana," ucap Lita dengan cukup halus, mencoba meredakan kegelisahan Brian.Lita melangkah ke arah pintu dan dengan hati-hati membukanya. Di belakangnya sudah berdiri Brian yang datang mengikuti. Di sana, mereka melihat seorang pria paruh baya dengan senyum ramah di wajahnya."Maaf mengganggu, saya dari layanan kebersihan vila. Saya datang untuk membersihkan vila ini seperti yang telah dijadwalkan," ucap pria tersebut dengan sopan.Brian menghela nafas lega, menyadari bahwa itu hanyalah seorang petugas kebersihan. "Terima kasih, kami lupa dengan jadwal pembersihan hari ini. Silakan masuk dan lakukan pekerjaanmu," ucap Brian dengan ramah.Setelah petugas kebersihan itu masuk dan mulai membersihkan vila, Brian dan Lita bernapas leg
Last Updated: 2024-04-10
Chapter: 15. Kenangan LamaDi dalam vila yang tenang, Brian dan Lita duduk di ruang tamu yang nyaman. Suasana hening memenuhi ruangan, hanya terdengar desiran angin yang lembut di luar.Brian memandang Lita dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan keputusasaan. "Lita, aku tahu semuanya terasa aneh dan membingungkan. Aku akan menjelaskan semuanya padamu sekarang."Lita menatap Brian dengan mata penuh penasaran, menunggu penjelasan yang sudah lama dinantikan. Hatinya berdebar-debar, siap menerima apapun yang akan diungkapkan Brian."Sebenarnya, Lita...," ujar Brian perlahan, mencoba merangkai kata-kata dengan hati-hati. "Sebenarnya, aku tidak bisa menjelaskan semuanya dengan mudah. Ada rahasia besar yang harus aku ungkapkan padamu."Lita mengangguk, menunjukkan bahwa dia siap mendengarkan."Kau tahu, kita berdua memiliki masa lalu yang terhubung jauh sebelum ini," lanjut Brian, matanya menatap jauh ke dalam ingatannya.Lita memicingkan mata, mencoba memahami apa yang Brian maksudkan. "Apa maksudmu, Brian?
Last Updated: 2024-04-09
Chapter: 14. Meninggalkan PestaJangankan untuk menoleh, Brian pun seolah tak mendengarkan teriakan sang ayah saat mencegahnya untuk pergi. Brian sama sekali tak mempedulikan itu semua, yang ada di pikirannya kini adalah Lita.Brian melihat sekelebat bayangan Lita di kejauhan. "Lita!" Lita, tunggu Lita!" Brian berteriak, menyeru seraya menyusul Lita yang masih terus berlari."Lita, berhenti!" cegah Brian dengan meraih tangan Lita."Lepasin tanganku, Brian." Lita memaksakan diri untuk tetap pergi. Dia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cekalan tangan Brian."Dengarkan aku dulu, Lita." Brian tetap bersikeras menahan Lita untuk pergi."Kenapa kamu menahanku, Brian? Kenapa kamu mengatakan kalau aku adalah calon istrimu? Apakah kamu tahu jika itu hanya akan membuat mereka semua menatap sinis padaku? Kenapa juga kamu harus mengajakku ke tempat ini, Brian? Kamu sengaja, kan?" Banyak pertanyaan yang pada saat itu juga Lita lontarkan.Dengan air mata yang sudah membanjiri kedua pipinya, Lita menangis sesenggukan mengelu
Last Updated: 2024-04-09
Chapter: 13. Calon IstriDi sebuah hotel berbintang yang cukup terkenal, ballroom sudah dihias dengan sedemikian rupa. Segalanya telah tertata dengan sempurna, semuanya tampak indah dan sangat menawan. Di sanalah kini para orang-orang kaya sedang berkumpul. Di tempat itu pula, acara pesta dari Anton Wirawan yaitu kakek Brian akan dilaksanakan.acara ini memang selalu rutin diadakan di setiap tahunnya.Banyak sekali tamu-tamu undangan yang datang untuk menghadiri acara tersebut. Begitu banyak pemilik perusahaan dan juga orang-orang penting lainnya. mereka semua ada di temoat itu, selain untuk memberikan ucapan kepada Anton Wirawan tentu saja mereka tengah membicarakan sesuatu hal yang penting, sudah barang tentu itu adalah masalah bisnis.Sebuah mobil merk ternama segera berhenti tepat di pintu masuk hotel. Di sana sudah berjajar rapi para pengawal dengan pakaian hitam senadanya. Seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun turun dari dalam mobil. Iya, dia adalah Anton Wirawan. Sang pendiri serta pemilik Wi
Last Updated: 2024-03-20
Chapter: 12. Pertemuan BisnisLalita meraba-raba tempat tidur yang ada di sebelahnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Kosong, ternyata tempat itu sudah kosong. Tak ada lagi sosok Brian yang semalam menemaninya.Lita pun kemudian membuka kedua matanya, beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian membersihkan tubuhnya yang terasa lengket akibat aktivitas malam yang begitu melelahkan.Sekarang tubuhnya terasa lebih segar. Lalita pun kemudian turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Tak seperti hari-hari biasanya, semua makanan telah tersaji di atas meja. Di bawah sana ada dua orang pelayan wanita dan juga dua orang penjaga yang menunggunya. Tapi bukan Lalita namanya jika dia tak turun tangan sendiri di dapur. "Semua makanan sudah siap, nona," ucap salah seorang pelayan wanita. Lalita pun kemudian tersenyum ke arahnya."Ya sudah, ngapain kalian masih berdiri di situ? Ayo kita makan bersama," ajak Lita pada mereka.Karena sama sekali tak mendapatkan respon dari keempat orang itu, Lita pun kembali berkata, "kita i
Last Updated: 2024-03-09