Chapter: 94. Pulang Kampung 94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd
Terakhir Diperbarui: 2023-12-30
Chapter: 93. Tanda MerahKinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees
Terakhir Diperbarui: 2023-12-30
Chapter: 92. Malam Pertama Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng
Terakhir Diperbarui: 2023-12-30
Chapter: 91. Pesta Pernikahan Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur
Terakhir Diperbarui: 2023-12-29
Chapter: 90. Es Krim Kopi90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad
Terakhir Diperbarui: 2023-12-28
Chapter: 89. Pergi ke Butik Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya
Terakhir Diperbarui: 2023-12-28
Chapter: Bab 98. TipuanMurni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu
Terakhir Diperbarui: 2025-01-19
Chapter: Bab 97. PerlawananMurni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.
Terakhir Diperbarui: 2025-01-19
Chapter: Bab 96. Raharjo DatangMurni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua
Terakhir Diperbarui: 2025-01-19
Chapter: Bab 95. Desa MisteriusMurni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i
Terakhir Diperbarui: 2025-01-18
Chapter: Bab 94. BantuanDi tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "
Terakhir Diperbarui: 2025-01-18
Chapter: Bab 93. Perjanjian BaruTubuh Raharjo yang baru saja bergerak itu kini bangkit sepenuhnya dari lantai gua. Namun, gerakannya terasa asing. Ia bergerak seperti boneka yang sedang dipaksa berdiri oleh tali yang tak terlihat. Prawiro menyaksikan semuanya dengan mata terbelalak. Kekuatan besar yang ia panggil telah berhasil, tetapi apa yang berdiri di hadapannya bukan lagi sepenuhnya Raharjo. Itu adalah sesuatu yang lain—sesuatu yang hanya menggunakan tubuh adiknya sebagai wadah. "Bangkitlah, Harjo," ulang Prawiro dengan suara yang sedikit bergetar. "Kini saatnya kau melindungi mereka." Raharjo, atau apapun yang kini berada dalam tubuhnya, menoleh ke arah Prawiro dengan gerakan yang kaku. Matanya memancarkan cahaya redup, seperti bara api yang hampir padam. "Melindungi...?" suaranya serak, menggema di dalam gua. "Apa kau tahu apa yang telah kau lakukan, Prawiro?" Prawiro terdiam, tubuhnya gemetar. "Aku tahu... aku tahu jika yang aku lakukan ini salah, tapi aku tak punya pilihan! Mereka—anak-anakmu—mereka akan
Terakhir Diperbarui: 2025-01-18
Chapter: 17. TercoretBrian merasakan campuran antara kemarahan dan keputusasaan saat mendengar kata-kata kasar dari ayahnya sendiri. Dia merasakan tamparan keras mendarat di wajahnya, menyakitkan fisiknya sekaligus mengguncang batinnya.Dengan hati yang berat, Brian menundukkan kepalanya, merasakan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Dia merasa terjepit di antara cinta dan keterpaksaan, tidak tahu harus berbuat apa lagi di tengah tekanan dan ancaman dari ayahnya yang kejam."Saya... saya tidak bisa, Papa," bisik Brian dengan suara gemetar, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap.Guntur Wirawan menatap Brian dengan tatapan dingin, tanpa belas kasihan. "Kamu tak punya pilihan, Brian. Kehormatan keluarga harus dijaga, apa pun caranya," ucapnya dengan suara tegas.Dengan perasaan hampa dan penuh penyesalan, Brian melihat Lita pergi dari hidupnya, meninggalkan seutas benang cinta yang putus di antara mereka. Dia merasa hancur oleh keputusannya untuk membiarkan Lita pergi, tetapi juga tidak bisa melawan
Terakhir Diperbarui: 2024-04-11
Chapter: 16. Tertangkap"Berhenti, Lita. Tunggu, biar aku saja!" cegah Brian.Brian bergerak cepat untuk mengambil pakaian dan mengenakannya dengan tergesa-gesa, hatinya berdebar-debar memikirkan siapa yang mungkin berada di balik pintu itu."Tenanglah, Brian. Aku akan melihat siapa di sana," ucap Lita dengan cukup halus, mencoba meredakan kegelisahan Brian.Lita melangkah ke arah pintu dan dengan hati-hati membukanya. Di belakangnya sudah berdiri Brian yang datang mengikuti. Di sana, mereka melihat seorang pria paruh baya dengan senyum ramah di wajahnya."Maaf mengganggu, saya dari layanan kebersihan vila. Saya datang untuk membersihkan vila ini seperti yang telah dijadwalkan," ucap pria tersebut dengan sopan.Brian menghela nafas lega, menyadari bahwa itu hanyalah seorang petugas kebersihan. "Terima kasih, kami lupa dengan jadwal pembersihan hari ini. Silakan masuk dan lakukan pekerjaanmu," ucap Brian dengan ramah.Setelah petugas kebersihan itu masuk dan mulai membersihkan vila, Brian dan Lita bernapas leg
Terakhir Diperbarui: 2024-04-10
Chapter: 15. Kenangan LamaDi dalam vila yang tenang, Brian dan Lita duduk di ruang tamu yang nyaman. Suasana hening memenuhi ruangan, hanya terdengar desiran angin yang lembut di luar.Brian memandang Lita dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan keputusasaan. "Lita, aku tahu semuanya terasa aneh dan membingungkan. Aku akan menjelaskan semuanya padamu sekarang."Lita menatap Brian dengan mata penuh penasaran, menunggu penjelasan yang sudah lama dinantikan. Hatinya berdebar-debar, siap menerima apapun yang akan diungkapkan Brian."Sebenarnya, Lita...," ujar Brian perlahan, mencoba merangkai kata-kata dengan hati-hati. "Sebenarnya, aku tidak bisa menjelaskan semuanya dengan mudah. Ada rahasia besar yang harus aku ungkapkan padamu."Lita mengangguk, menunjukkan bahwa dia siap mendengarkan."Kau tahu, kita berdua memiliki masa lalu yang terhubung jauh sebelum ini," lanjut Brian, matanya menatap jauh ke dalam ingatannya.Lita memicingkan mata, mencoba memahami apa yang Brian maksudkan. "Apa maksudmu, Brian?
Terakhir Diperbarui: 2024-04-09
Chapter: 14. Meninggalkan PestaJangankan untuk menoleh, Brian pun seolah tak mendengarkan teriakan sang ayah saat mencegahnya untuk pergi. Brian sama sekali tak mempedulikan itu semua, yang ada di pikirannya kini adalah Lita.Brian melihat sekelebat bayangan Lita di kejauhan. "Lita!" Lita, tunggu Lita!" Brian berteriak, menyeru seraya menyusul Lita yang masih terus berlari."Lita, berhenti!" cegah Brian dengan meraih tangan Lita."Lepasin tanganku, Brian." Lita memaksakan diri untuk tetap pergi. Dia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cekalan tangan Brian."Dengarkan aku dulu, Lita." Brian tetap bersikeras menahan Lita untuk pergi."Kenapa kamu menahanku, Brian? Kenapa kamu mengatakan kalau aku adalah calon istrimu? Apakah kamu tahu jika itu hanya akan membuat mereka semua menatap sinis padaku? Kenapa juga kamu harus mengajakku ke tempat ini, Brian? Kamu sengaja, kan?" Banyak pertanyaan yang pada saat itu juga Lita lontarkan.Dengan air mata yang sudah membanjiri kedua pipinya, Lita menangis sesenggukan mengelu
Terakhir Diperbarui: 2024-04-09
Chapter: 13. Calon IstriDi sebuah hotel berbintang yang cukup terkenal, ballroom sudah dihias dengan sedemikian rupa. Segalanya telah tertata dengan sempurna, semuanya tampak indah dan sangat menawan. Di sanalah kini para orang-orang kaya sedang berkumpul. Di tempat itu pula, acara pesta dari Anton Wirawan yaitu kakek Brian akan dilaksanakan.acara ini memang selalu rutin diadakan di setiap tahunnya.Banyak sekali tamu-tamu undangan yang datang untuk menghadiri acara tersebut. Begitu banyak pemilik perusahaan dan juga orang-orang penting lainnya. mereka semua ada di temoat itu, selain untuk memberikan ucapan kepada Anton Wirawan tentu saja mereka tengah membicarakan sesuatu hal yang penting, sudah barang tentu itu adalah masalah bisnis.Sebuah mobil merk ternama segera berhenti tepat di pintu masuk hotel. Di sana sudah berjajar rapi para pengawal dengan pakaian hitam senadanya. Seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun turun dari dalam mobil. Iya, dia adalah Anton Wirawan. Sang pendiri serta pemilik Wi
Terakhir Diperbarui: 2024-03-20
Chapter: 12. Pertemuan BisnisLalita meraba-raba tempat tidur yang ada di sebelahnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Kosong, ternyata tempat itu sudah kosong. Tak ada lagi sosok Brian yang semalam menemaninya.Lita pun kemudian membuka kedua matanya, beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian membersihkan tubuhnya yang terasa lengket akibat aktivitas malam yang begitu melelahkan.Sekarang tubuhnya terasa lebih segar. Lalita pun kemudian turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Tak seperti hari-hari biasanya, semua makanan telah tersaji di atas meja. Di bawah sana ada dua orang pelayan wanita dan juga dua orang penjaga yang menunggunya. Tapi bukan Lalita namanya jika dia tak turun tangan sendiri di dapur. "Semua makanan sudah siap, nona," ucap salah seorang pelayan wanita. Lalita pun kemudian tersenyum ke arahnya."Ya sudah, ngapain kalian masih berdiri di situ? Ayo kita makan bersama," ajak Lita pada mereka.Karena sama sekali tak mendapatkan respon dari keempat orang itu, Lita pun kembali berkata, "kita i
Terakhir Diperbarui: 2024-03-09