Chapter: Bab 137. Kembali ke DesaDamar membuka matanya perlahan. Udara di sekelilingnya terasa dingin dan lembap, menusuk sampai ke tulang. Kepalanya terasa begitu berat, seperti baru saja ditarik dari mimpi buruk yang sangat panjang. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba memahami situasi.Namun, yang pertama kali tertangkap oleh matanya bukanlah langit-langit rumah Darto, melainkan sebuah atap tua yang reyot, penuh dengan sarang laba-laba. Damar menelan ludah, rasa cemas menjalari tubuhnya."Laras ...?" bisiknya serak.Di sebelahnya, Laras menggeliat pelan, lalu perlahan membuka mata. Begitu ia melihat sekeliling, napasnya tercekat."Damar ... k-kita ... di mana ini?" suaranya bergetar, kepalanya menoleh ke kana dan ke kiri, menyadari jika saat ini mereka berdua telah berpindah tempat.Damar buru-buru bangkit dan segera menarik tangan Laras untuk duduk. Mereka berdua kini benar-benar sadar sepenuhnya—mereka tidak lagi berada di rumah Darto.Mereka ada di depan rumah tua itu. Rumah yang seharusnya telah mereka tinggalk
Terakhir Diperbarui: 2025-02-21
Chapter: Bab 136. Mereka PergiAsap hitam terus berputar, membentuk sosok yang semakin jelas di tengah kobaran api. Wajahnya berubah-ubah—kadang seperti seorang wanita dengan mata kosong yang penuh kebencian, kadang menyerupai tengkorak yang menganga dengan senyum mengerikan.Laras mundur selangkah, napasnya memburu. Damar meremas bahunya erat, berusaha menahan ketakutan yang menjalari tubuhnya.Tiba-tiba, sosok itu membuka mulutnya, mengeluarkan suara yang bukan milik manusia."Panas!! Beraninya kalian membakarnya?"Suaranya menggaung, bergema di seluruh ruangan, membuat dada mereka terasa sesak.Giman mengatupkan rahangnya rapat. "Kita harus mengusirnya sebelum semuanya terlambat!"Darto dengan sigap meraih segenggam garam dari kantong kecil di pinggangnya, lalu melemparkannya ke arah bayangan itu. "Pergi! Kau tidak punya tempat di sini!"Cesss!Begitu garam mengenai asap hitam itu, suara mendesis terdengar. Sosok tersebut bergetar hebat, mengeluarkan jeritan melengking yang membuat telinga mereka berdenging.Nam
Terakhir Diperbarui: 2025-02-19
Chapter: Bab 135. Sosok Liar"Dan ada bekas cakaran di wajahnya?" sela Giman.Laras tersentak. Matanya melebar, menatap Giman dengan penuh keterkejutan. "Bagaimana Bapak tahu?" suaranya nyaris berbisik, bergetar oleh ketakutan yang semakin menusuk.Giman menelan ludah, sementara Warso dan Darto semakin tegang. Darto bahkan tanpa sadar meremas ujung sarung yang melilit pinggangnya, seolah mencari pegangan agar tetap berdiri tegak."Kalian benar-benar sudah celaka!" Suara Giman terdengar berat. "Karena kalau yang kalian temui itu memang Joko, berarti kalian tidak bertemu dengan manusia."Laras merasakan lututnya melemas. "Apa maksudnya, Pak?"Warso mendesah panjang, matanya menatap lurus ke arah Laras dan Damar. "Joko memang kepala desa Juwono ... dulu. Tapi dia sudah mati sejak lebih dari dua puluh tahun yang lalu."Damar menegang. "Tidak mungkin! Kami berbicara dengannya, bahkan dia menyambut kami, memberi kami makan!""Dia juga membiarkan kami meng
Terakhir Diperbarui: 2025-02-19
Chapter: Bab 134. Salah DesaLaras menelan ludah, matanya masih terpaku pada kehampaan di belakang mereka. "Lalu ... siapa kalian?" Warso, pria paruh baya dengan sorot mata tajam, memandang Laras dan Damar dengan penuh selidik. Napasnya masih tersengal setelah perjuangan mereka keluar dari hutan terkutuk itu. Di sampingnya, Giman dan Darto juga tampak waspada, seolah masih khawatir akan sesuatu yang bisa saja mengikuti mereka keluar. "Kami yang seharusnya bertanya. Kalian ini siapa? Kenapa bisa sampai di tempat itu?" Warso akhirnya membuka suara. Rasa penasaran terpancar jelas dari wajahnya. Damar masih terduduk lemah di tanah. Dadanya masih terlihat naik turun, mencoba menenangkan napasnya. Bahunya yang terluka mulai membiru, tapi ia tidak punya waktu untuk mengkhawatirkannya sekarang. Laras menatap Warso dengan ragu, sebelum akhirnya berbicara. "Kami ... tersesat, Pak. Kami tidak tahu kalau tempat itu berbahaya." Giman, pria bertubuh kurus dengan wajah cekung, menatap mereka dengan sorot mata penuh ke
Terakhir Diperbarui: 2025-02-18
Chapter: Bab 133. SelamatLaras terengah-engah, tubuhnya nyaris tak sanggup berdiri setelah tarikan kasar dari Damar. Tenggorokannya kering, dan dadanya terasa sesak seakan udara di sekitar mereka semakin menipis. Tapi yang lebih menyesakkan adalah tatapan Rani—tatapan penuh keputusasaan yang masih tertinggal di benaknya. "Laras! Bangun! Kita harus lari!" Damar berusaha menariknya berdiri, tapi kaki Laras seperti kehilangan tenaga. "Damar ... tolong. Aku udah nggak kuat." Laras menatap nanae kw arah Damar. "Ras! Fokus!" Damar mengguncang tubuhnya, suaranya penuh putus asa. "Kalau kita berhenti sekarang, kita akan mati!" Laras menarik napas dalam-dalam. Ia memaksa dirinya untuk kembali ke kenyataan, menepis rasa bimbang yang menggerogoti hatinya. Matanya bertemu dengan mata Damar—sarat dengan ketakutan dan kepanikan, tapi juga keyakinan. Damar percaya mereka bisa keluar dari sini. Mereka harus bisa. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Laras bangkit. Tangannya masih gemetar, tapi ia menggenggam erat tangan
Terakhir Diperbarui: 2025-02-17
Chapter: Bab 132. Tercengang"Aaaa...!" Laras menjerit, tubuhnya terhuyung ke belakang hingga hampir jatuh. Damar mematung, tubuhnya membeku seperti batu. Tenggorokannya terasa kering, napasnya pendek-pendek, dan dadanya berdebar kencang. Itu… mereka. Tubuh mereka sendiri."Tidak! Ini pasti mimpi!" Laras mengguncang kepalanya dengan putus asa. Matanya menatap nanar ke arah mayat yang terduduk di dalam mobil. Itu—adalah wajahnya sendiri, matanya sendiri—tetapi kosong. Mati.Damar mundur selangkah, lalu dua langkah, tangannya terangkat gemetar. "Ini... ini tidak masuk akal," bisiknya.Wanita tua itu masih berdiri di tempatnya, menatap mereka dengan sorot mata iba bercampur ngeri. "Aku sudah bilang... tidak ada yang bisa keluar dari desa itu tanpa meninggalkan sesuatu di dalamnya."Laras menatap wanita itu dengan mata berkaca-kaca, menggeleng keras. "Tapi... tapi kami ada di sini! Kami masih hidup!"Wanita tua itu menghela napas panjang, lalu perlahan berjalan mendekat. Suaranya melembut, tetapi tetap terdengar sep
Terakhir Diperbarui: 2025-02-16
Chapter: 94. Pulang Kampung 94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd
Terakhir Diperbarui: 2023-12-30
Chapter: 93. Tanda MerahKinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees
Terakhir Diperbarui: 2023-12-30
Chapter: 92. Malam Pertama Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng
Terakhir Diperbarui: 2023-12-30
Chapter: 91. Pesta Pernikahan Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur
Terakhir Diperbarui: 2023-12-29
Chapter: 90. Es Krim Kopi90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad
Terakhir Diperbarui: 2023-12-28
Chapter: 89. Pergi ke Butik Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya
Terakhir Diperbarui: 2023-12-28
Chapter: 17. TercoretBrian merasakan campuran antara kemarahan dan keputusasaan saat mendengar kata-kata kasar dari ayahnya sendiri. Dia merasakan tamparan keras mendarat di wajahnya, menyakitkan fisiknya sekaligus mengguncang batinnya.Dengan hati yang berat, Brian menundukkan kepalanya, merasakan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Dia merasa terjepit di antara cinta dan keterpaksaan, tidak tahu harus berbuat apa lagi di tengah tekanan dan ancaman dari ayahnya yang kejam."Saya... saya tidak bisa, Papa," bisik Brian dengan suara gemetar, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap.Guntur Wirawan menatap Brian dengan tatapan dingin, tanpa belas kasihan. "Kamu tak punya pilihan, Brian. Kehormatan keluarga harus dijaga, apa pun caranya," ucapnya dengan suara tegas.Dengan perasaan hampa dan penuh penyesalan, Brian melihat Lita pergi dari hidupnya, meninggalkan seutas benang cinta yang putus di antara mereka. Dia merasa hancur oleh keputusannya untuk membiarkan Lita pergi, tetapi juga tidak bisa melawan
Terakhir Diperbarui: 2024-04-11
Chapter: 16. Tertangkap"Berhenti, Lita. Tunggu, biar aku saja!" cegah Brian.Brian bergerak cepat untuk mengambil pakaian dan mengenakannya dengan tergesa-gesa, hatinya berdebar-debar memikirkan siapa yang mungkin berada di balik pintu itu."Tenanglah, Brian. Aku akan melihat siapa di sana," ucap Lita dengan cukup halus, mencoba meredakan kegelisahan Brian.Lita melangkah ke arah pintu dan dengan hati-hati membukanya. Di belakangnya sudah berdiri Brian yang datang mengikuti. Di sana, mereka melihat seorang pria paruh baya dengan senyum ramah di wajahnya."Maaf mengganggu, saya dari layanan kebersihan vila. Saya datang untuk membersihkan vila ini seperti yang telah dijadwalkan," ucap pria tersebut dengan sopan.Brian menghela nafas lega, menyadari bahwa itu hanyalah seorang petugas kebersihan. "Terima kasih, kami lupa dengan jadwal pembersihan hari ini. Silakan masuk dan lakukan pekerjaanmu," ucap Brian dengan ramah.Setelah petugas kebersihan itu masuk dan mulai membersihkan vila, Brian dan Lita bernapas leg
Terakhir Diperbarui: 2024-04-10
Chapter: 15. Kenangan LamaDi dalam vila yang tenang, Brian dan Lita duduk di ruang tamu yang nyaman. Suasana hening memenuhi ruangan, hanya terdengar desiran angin yang lembut di luar.Brian memandang Lita dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan keputusasaan. "Lita, aku tahu semuanya terasa aneh dan membingungkan. Aku akan menjelaskan semuanya padamu sekarang."Lita menatap Brian dengan mata penuh penasaran, menunggu penjelasan yang sudah lama dinantikan. Hatinya berdebar-debar, siap menerima apapun yang akan diungkapkan Brian."Sebenarnya, Lita...," ujar Brian perlahan, mencoba merangkai kata-kata dengan hati-hati. "Sebenarnya, aku tidak bisa menjelaskan semuanya dengan mudah. Ada rahasia besar yang harus aku ungkapkan padamu."Lita mengangguk, menunjukkan bahwa dia siap mendengarkan."Kau tahu, kita berdua memiliki masa lalu yang terhubung jauh sebelum ini," lanjut Brian, matanya menatap jauh ke dalam ingatannya.Lita memicingkan mata, mencoba memahami apa yang Brian maksudkan. "Apa maksudmu, Brian?
Terakhir Diperbarui: 2024-04-09
Chapter: 14. Meninggalkan PestaJangankan untuk menoleh, Brian pun seolah tak mendengarkan teriakan sang ayah saat mencegahnya untuk pergi. Brian sama sekali tak mempedulikan itu semua, yang ada di pikirannya kini adalah Lita.Brian melihat sekelebat bayangan Lita di kejauhan. "Lita!" Lita, tunggu Lita!" Brian berteriak, menyeru seraya menyusul Lita yang masih terus berlari."Lita, berhenti!" cegah Brian dengan meraih tangan Lita."Lepasin tanganku, Brian." Lita memaksakan diri untuk tetap pergi. Dia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cekalan tangan Brian."Dengarkan aku dulu, Lita." Brian tetap bersikeras menahan Lita untuk pergi."Kenapa kamu menahanku, Brian? Kenapa kamu mengatakan kalau aku adalah calon istrimu? Apakah kamu tahu jika itu hanya akan membuat mereka semua menatap sinis padaku? Kenapa juga kamu harus mengajakku ke tempat ini, Brian? Kamu sengaja, kan?" Banyak pertanyaan yang pada saat itu juga Lita lontarkan.Dengan air mata yang sudah membanjiri kedua pipinya, Lita menangis sesenggukan mengelu
Terakhir Diperbarui: 2024-04-09
Chapter: 13. Calon IstriDi sebuah hotel berbintang yang cukup terkenal, ballroom sudah dihias dengan sedemikian rupa. Segalanya telah tertata dengan sempurna, semuanya tampak indah dan sangat menawan. Di sanalah kini para orang-orang kaya sedang berkumpul. Di tempat itu pula, acara pesta dari Anton Wirawan yaitu kakek Brian akan dilaksanakan.acara ini memang selalu rutin diadakan di setiap tahunnya.Banyak sekali tamu-tamu undangan yang datang untuk menghadiri acara tersebut. Begitu banyak pemilik perusahaan dan juga orang-orang penting lainnya. mereka semua ada di temoat itu, selain untuk memberikan ucapan kepada Anton Wirawan tentu saja mereka tengah membicarakan sesuatu hal yang penting, sudah barang tentu itu adalah masalah bisnis.Sebuah mobil merk ternama segera berhenti tepat di pintu masuk hotel. Di sana sudah berjajar rapi para pengawal dengan pakaian hitam senadanya. Seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun turun dari dalam mobil. Iya, dia adalah Anton Wirawan. Sang pendiri serta pemilik Wi
Terakhir Diperbarui: 2024-03-20
Chapter: 12. Pertemuan BisnisLalita meraba-raba tempat tidur yang ada di sebelahnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Kosong, ternyata tempat itu sudah kosong. Tak ada lagi sosok Brian yang semalam menemaninya.Lita pun kemudian membuka kedua matanya, beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian membersihkan tubuhnya yang terasa lengket akibat aktivitas malam yang begitu melelahkan.Sekarang tubuhnya terasa lebih segar. Lalita pun kemudian turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Tak seperti hari-hari biasanya, semua makanan telah tersaji di atas meja. Di bawah sana ada dua orang pelayan wanita dan juga dua orang penjaga yang menunggunya. Tapi bukan Lalita namanya jika dia tak turun tangan sendiri di dapur. "Semua makanan sudah siap, nona," ucap salah seorang pelayan wanita. Lalita pun kemudian tersenyum ke arahnya."Ya sudah, ngapain kalian masih berdiri di situ? Ayo kita makan bersama," ajak Lita pada mereka.Karena sama sekali tak mendapatkan respon dari keempat orang itu, Lita pun kembali berkata, "kita i
Terakhir Diperbarui: 2024-03-09