Maryam melanjutkan bicara pada Windy. “Beasiswa yang kuperoleh itu untuk uang semester, biaya makan, dan bayar kos. Sedangkan kuliah itu kan, butuh buku, alat tulis, baju, sepatu, tas. Semua itu masih bisa kuatasi, dengan cara menyisihkan uang makan. Tapi aku juga butuh laptop, dan harganya mahal. Makanya aku jualan peyek. Marco kasihan padaku, dia sering memborong daganganku.”Maryam menyeka air matanya yang turun membasahi pipi. “Aku nggak pernah berharap punya hubungan pribadi dengan Marco. Aku harus tahu diri, kalau kami nggak sederajat! Mana mungkin, Pak Ardian Wiratama yang pengusaha kaya, mengizinkan anaknya berhubungan akrab dengan aku, anak seorang sopir angkot.” Windy terdiam sejenak, lantas berujar pelan, “Bang Marco itu orang yang keras, tidak gampang menyerah, tidak mempan diancam sama siapapun. Seandainya dia memang suka pada seorang wanita, sementara orang tuanya kurang setuju pada pilihannya, aku yakin Bang Marco akan memperjuangkan wanita itu supaya bisa diterima ole
Terakhir Diperbarui : 2024-11-10 Baca selengkapnya