Semua Bab Mencintai Seorang Climber: Bab 41 - Bab 50

59 Bab

bab 40. Perangkap

Ipda. Binsar Siagian menyimpulkan, Ujo lah yang menaruh racun dalam jus alpukat itu. Ujo adalah orang yang ingin membunuh Marco, karena … sepertinya Marco adalah pelaku tabrak lari yang telah menewaskan istri Ujo?“Maryam bilang, Marco pernah datang ke tempat kos itu, dengan Silvi duduk di boncengan motornya. Silvi mengembalikan jaket milik Marco. Jaket parasut merah dengan gambar burung di punggung, bertuliskan Black Falcon Automotive. Pada saat itu Mang Ujo masih ada di halaman depan rumah kos itu! Mang Ujo pasti melihat Marco, yang ciri-cirinya persis seperti pelaku tabrak lari yang digambarkan oleh Kosim. Mungkin saat itu Ujo berpikir, “Ini dia orang yang sudah membunuh istriku!” Ya Tuhan, ternyata ini masalah balas dendam?”"Mang Ujo mengejar Marco!" Pikir Binsar. Dari keterangan beberapa orang, Mang Ujo baru mangkal di kampus selama seminggu, saat kejadian tewasnya Raymond. Jadi pada mulanya Mang Ujo itu pedagang bakso yang mengitari kawasan pemukiman padat dalam gang-gang sempi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

bab 41. Alasan Membunuh

Suara semak-semak yang terusik langkah kaki membuat Ujo tersentak, lantas menoleh. Ujo melihat beberapa orang pria yang berlari ke arah dirinya, seperti hendak mengepung. Ujo naik ke pematang, kemudian berlari. DOR! Letusan pistol tanda peringatan, belum menciutkan nyali Ujo. Dia terus berlari menghindari kejaran. DOR! Peringatan kedua, tapi Ujo masih nekad berlari. DOR! Ujo makin pontang-panting tak tentu arah. Sekonyong-konyong di benaknya berkelebat bayangan sang istri, saat terakhir kali pamitan mau berbelanja ke pasar, “Jaga anak-anak, ya!” “Ampuuun….” Ujo menjatuhkan diri ke tanah, lalu menangis tersedu-sedu. Tak ada timah panas yang melukai tubuh Ujo, karena Inspektur Ekky yang barusan mengejarnya, belum sempat memuntahkan lagi peluru keempat dari pistolnya. Ujo tersungkur karena tak sanggup lagi berlari, takut kakinya ditembak polisi, dan … bagaimana kalau tembakan itu nyasar ke tubuhnya? Kalau dirinya mati juga, siapa yang menjaga anak-anak? Ujo pasrah saat tangannya dip
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya

bab 42. Black Falcon

Seminggu setelah Marco dirawat di rumah sakit, kondisinya berangsur membaik. Marco sudah sadar sepenuhnya. Penyidik yaitu Iptu. Ekky Wahyudi dan Ipda. Binsar Siagian datang untuk melihat apakah Marco sudah bisa mengingat banyak hal. Setelah diajak bicara hal-hal ringan tentang keluarga dan kuliahnya, polisi penyidik menganggap Marco sudah mampu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kasusnya. Pihak keluarga ingin ada pengacara mendampingi Marco saat proses interogasi oleh polisi. Maka penyidik memberi kesempatan pada keluarga Marco untuk menghubungi pengacara. Marco dirawat inap di ruang VIP. Keesokan harinya, saat kedua penyidik tiba di ruang itu, sudah ada orang tua Marco dan seorang pengacara. Marco masih berbaring dengan kepala dibebat perban. Rambutnya yang panjang tidak nampak lagi. Perawat telah membabat habis rambut gondrong itu untuk memudahkan dokter saat menjahit kepalanya yang bocor. Marco membuka matanya saat mendengar suara mamanya yang lirih. "Ada polisi datang,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

bab 43. Pelaku Tabrak Lari

Polisi meminta izin untuk memeriksa kendaraan milik keluarga Ronald Sanjaya, tapi ada penolakan keras. “Anak saya sudah mati, kenapa masih difitnah sebagai pelaku tabrak lari?” Begitu tanggapan Ronald. “Bilang sama keluarganya si Marco, jangan karena Raymond sudah meninggal, lantas semua tuduhan bisa dilempar ke sini, karena orang mati tidak bisa membela diri! Saya tidak rela, anak saya yang sudah tiada, terus saja dikejar dengan berbagai tuduhan keji!” Polisi mengeluarkan bukti baru, yaitu kwitansi tanda terima pembayaran dari Raymond, untuk perbaikan mobil. Pada kwitansi itu, ada tanggal Raymond mengirimkan mobilnya untuk diketok bagian depannya yang penyok. Tanggal yang tercantum adalah dua hari setelah kejadian tabrak lari itu. Mobil itu selesai diperbaiki dan diambil lagi oleh Raymond, tiga hari kemudian dari tanggal masuknya. Ironisnya, kwitansi itu diperoleh polisi dari bengkel Black Falcon! Jadi… Raymond memperbaiki mobilnya di bengkel Black Falcon. Akhirnya polisi berhasi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya

bab 44. Merasa Ditinggal sendiri

Maryam keluar dari ruang sidang. Hari itu dia sudah dinyatakan lulus sebagai Sarjana Pendidikan. Perasaan tegang akibat barusan dicecar berbagai pertanyaan oleh tim penguji, masih menyelimutinya. Maryam duduk di teras, menenangkan diri. Sementara seorang lagi rekannya barusan masuk ke dalam ruang sidang. Hari itu memang ada puluhan mahasiswa FKIP dari berbagai jurusan yang skripsinya disidangkan. “Kalau ingat bagaimana Bapak dan Emak pontang-panting cari uang ke sana ke mari untuk biaya kuliahku di tahun pertama… rasanya aku nggak percaya, akhirnya aku jadi Sarjana dalam waktu 4 tahun.” Maryam mengusap matanya yang basah dengan ujung jilbab. Dia bahagia, bisa ikut diwisuda bulan depan, yaitu di awal Agustus. Apa rencana hidupnya setelah lulus kuliah? Tentu saja bekerja. Jika kelak dirinya mendapat pekerjaan yang sesuai pendidikannya, dengan gaji yang memadai pula, dia sangat bersyukur. Namun, Maryam berusaha realistis. Zaman sekarang lapangan kerja sulit didapat, saingan banyak, k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

bab 45. Hanya Mimpi

Cepi menepuk-nepuk pundak Marco. “Jangan terus-terusan parno! Nggak bakalan ada lagi yang membubuhkan racun! Kita duduk di tenda Mang Sueb, lo harus pesan jus alpukat dan bakso! Lo harus menghilangkan rasa takut, rasa trauma, dan memakannya sampai habis! Kalau lo nggak mau… berarti lo nggak punya nyali lagi!”“Males ah!” jawab Marco.“Jam begini biasanya jam istirahat murid SMP yang sekolahnya di dekat kampus kita, mereka suka jajan juga di warung tenda itu. Ayo kita cuci mata!”Marco akhirnya berdiri. “Okeh lah kalau begitu!”“Dasar buaya darat! Anak SMP mau dicaplok juga!” omel teman-temannya yang wanita.Maryam menatap punggung Marco dan Cepi yang semakin menjauh. Barusan Marco tampak sedih, tapi itu karena bakal kehilangan banyak teman yang sudah duluan lulus, bukan karena kehilangan seorang Maryam. Pikir Maryam, berusaha menerima kenyataan, sebentar lagi Marco bakal hilang dari hari-harinya.Senja turun, aktivitas di kampus surut. Ruang-ruang kuliah senyap, perpustakaan telah tut
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

bab 46. Cara Melamar

"Begini Maryam, bagaimana kalau bapak melamar kamu?""Hah?" Maryam terperanjat dengan ucapan lewat telepon itu. “Tentu saja bukan buat Bapak, tapi buat anak Bapak.” “Tapi… tapi…” “Kenapa? Kamu tidak mau menikah dengan Marco?” “Tapi… bukankah hal seperti ini harus dibicarakan dulu dengan yang bersangkutan?” Maryam tergagap. “Memangnya Marco tidak pernah ngomong apa-apa sama kamu? Bapak kira, dia sudah pernah bilang bahwa dia menyukai kamu, menyayangi kamu, mencintai kamu, dan ingin membina rumah tangga denganmu.” Maryam memejamkan mata, tenggorokannya seperti tersedak oleh rasa haru yang menyeruak. Diingat-ingatnya lagi, kapan Marco pernah bicara begitu? Kayaknya sih… malah sering! Tapi ngomongnya sambil cengengesan, dan nggak mengenal tempat! Kadang Marco bicara di kantin, di perpustakaan, di ruang kuliah, di homebase, bahkan di angkot! Dasar gila! Jadi selama ini Maryam menganggap semua omongan itu sebagai guyonan yang kelewatan! Ternyata…. “Kamu ingin memikirkannya, dan bicar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

bab 47. Ragu

“Begini Maryam, di daftar kontak ponselku, huruf M itu hanya untuk mamaku, karena aku khawatir salah pencet, salah sambung. Mau menelepon teman, malah memilih kontak mama, atau sebaliknya. Jadi semua kontakku yang namanya berawal huruf M, aku save di huruf yang lain, termasuk nama kamu." Maryam menukas, "Kamu bisa pakai nama panjangku untuk kontak telepon. Kenapa malah pakai nama Gadis Pantura?" "Oh iya, nama panjangmu Syifa. Di daftar kontakku sudah ada nama Syifa, sepupuku. Karena kamu orang Cirebon, aku namakan kontakmu itu Gadis Pantura. Tapi kalau kamu nggak suka, nanti aku ganti nama kontak itu.” Lantas Marco memperlihatkan daftar kontak di ponselnya. Pada huruf M memang hanya ada satu kontak, Mama. “Nggak perlu diganti, aku nggak apa-apa. Maaf, kalau aku baru paham alasanmu.” “Ya sudah, aku pulang dulu ya.” Lantas Marco menyodorkan kantong plastik hitam yang sejak tadi dipegangnya. “Ini buat kamu, boleh dibagi-bagi dengan temanmu.” Maryam melihat isi kantong plastik itu,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

bab 48.

Silvi bicara pada Windy. “Begini Win, menjelang tahun baru Islam nanti akan ada acara bersih-bersih masjid kampus. Ada yang bersihin bagian atas, ada yang bersihin bagian bawah. Entah berapa orang tim kebersihannya, tapi yang mau manjat ke atap dan menara jumlahnya 10 orang.""Terus kamu mau nyuruh aku ikutan bersihin masjid kampus?" tanya Windy."Bukan begitu. Tim kebersihan itu harus kita perhatikan, dengan cara memberi konsumsi. Yang mengkoordinir acara kebersihan itu memang aktivis masjid kampus, tapi aku nggak tega kalau sampai mereka merogoh uang kas masjid untuk memberi makan dan minum buat tim kebersihan itu. Jadi aku minta kamu yang menyediakan konsumsi buat mereka.” Windi tertegun. Memberi konsumsi buat tim kebersihan masjid, yang jumlahnya sekitar 20 orang… tidak akan habis uang sampai satujuta rupiah. “Cuma itu yang lo minta? Lo nggak minta sesuatu buat diri lo sendiri?” Windy tak percaya. “Ya, biarlah uang itu untuk masjid, supaya jadi amal baik buat lo.” Windy memel
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

bab 49. Kesepakatan Melalui Climbing

Marco bicara pada ibunya Silvi, yang bersikukuh bahwa Marco adalah penyebab anaknya tewas saat Panjang tebing.“Saya akan memanjat Tebing Lawe, tanpa bantuan belayer. Saya akan memanjat sendiri. Kalau saya bisa turun lagi dari Tebing Lawe dengan selamat, itu adalah takdir yang harus diterima dengan lapang dada oleh Ibu sekeluarga. Berarti belum saatnya saya mati. Dan Ibu sekeluarga juga tidak boleh lagi memperpanjang masalah ini, baik dengan saya, atau dengan keluarga saya, dan juga dengan keturunan saya kelak. Bagaimana, Ibu sepakat?” “Hmmm… baiklah.” Bu Sofie mengangguk-angguk puas.“Ibu… jangan Bu….” Silvi memegang tangan ibunya. “Kita lupakan saja….”“Lupa? Bagaimana bisa? Karena Tonny meninggal, keluarga kita jadi berantakan! Kamu juga sempat berurusan dengan polisi, gara-gara laki-laki b@jin9an itu!”“Marco, jangan gila! Kamu mau mati konyol ya?!” ujar Maryam, air matanya sudah berlinang menuruni pipi.Marco tidak bicara lagi, dia berjalan tergesa menuju halaman depan. Tak lama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status