Home / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 42. Black Falcon

Share

bab 42. Black Falcon

last update Last Updated: 2024-12-11 04:37:41

Seminggu setelah Marco dirawat di rumah sakit, kondisinya berangsur membaik. Marco sudah sadar sepenuhnya. Penyidik yaitu Iptu. Ekky Wahyudi dan Ipda. Binsar Siagian datang untuk melihat apakah Marco sudah bisa mengingat banyak hal. Setelah diajak bicara hal-hal ringan tentang keluarga dan kuliahnya, polisi penyidik menganggap Marco sudah mampu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kasusnya.

Pihak keluarga ingin ada pengacara mendampingi Marco saat proses interogasi oleh polisi. Maka penyidik memberi kesempatan pada keluarga Marco untuk menghubungi pengacara.

Marco dirawat inap di ruang VIP. Keesokan harinya, saat kedua penyidik tiba di ruang itu, sudah ada orang tua Marco dan seorang pengacara. Marco masih berbaring dengan kepala dibebat perban. Rambutnya yang panjang tidak nampak lagi. Perawat telah membabat habis rambut gondrong itu untuk memudahkan dokter saat menjahit kepalanya yang bocor. Marco membuka matanya saat mendengar suara mamanya yang lirih.

"Ada polisi datang,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Mencintai Seorang Climber   bab 43. Pelaku Tabrak Lari

    Polisi meminta izin untuk memeriksa kendaraan milik keluarga Ronald Sanjaya, tapi ada penolakan keras. “Anak saya sudah mati, kenapa masih difitnah sebagai pelaku tabrak lari?” Begitu tanggapan Ronald. “Bilang sama keluarganya si Marco, jangan karena Raymond sudah meninggal, lantas semua tuduhan bisa dilempar ke sini, karena orang mati tidak bisa membela diri! Saya tidak rela, anak saya yang sudah tiada, terus saja dikejar dengan berbagai tuduhan keji!” Polisi mengeluarkan bukti baru, yaitu kwitansi tanda terima pembayaran dari Raymond, untuk perbaikan mobil. Pada kwitansi itu, ada tanggal Raymond mengirimkan mobilnya untuk diketok bagian depannya yang penyok. Tanggal yang tercantum adalah dua hari setelah kejadian tabrak lari itu. Mobil itu selesai diperbaiki dan diambil lagi oleh Raymond, tiga hari kemudian dari tanggal masuknya. Ironisnya, kwitansi itu diperoleh polisi dari bengkel Black Falcon! Jadi… Raymond memperbaiki mobilnya di bengkel Black Falcon. Akhirnya polisi berhasi

    Last Updated : 2024-12-13
  • Mencintai Seorang Climber   bab 44. Merasa Ditinggal sendiri

    Maryam keluar dari ruang sidang. Hari itu dia sudah dinyatakan lulus sebagai Sarjana Pendidikan. Perasaan tegang akibat barusan dicecar berbagai pertanyaan oleh tim penguji, masih menyelimutinya. Maryam duduk di teras, menenangkan diri. Sementara seorang lagi rekannya barusan masuk ke dalam ruang sidang. Hari itu memang ada puluhan mahasiswa FKIP dari berbagai jurusan yang skripsinya disidangkan. “Kalau ingat bagaimana Bapak dan Emak pontang-panting cari uang ke sana ke mari untuk biaya kuliahku di tahun pertama… rasanya aku nggak percaya, akhirnya aku jadi Sarjana dalam waktu 4 tahun.” Maryam mengusap matanya yang basah dengan ujung jilbab. Dia bahagia, bisa ikut diwisuda bulan depan, yaitu di awal Agustus. Apa rencana hidupnya setelah lulus kuliah? Tentu saja bekerja. Jika kelak dirinya mendapat pekerjaan yang sesuai pendidikannya, dengan gaji yang memadai pula, dia sangat bersyukur. Namun, Maryam berusaha realistis. Zaman sekarang lapangan kerja sulit didapat, saingan banyak, k

    Last Updated : 2024-12-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 45. Hanya Mimpi

    Cepi menepuk-nepuk pundak Marco. “Jangan terus-terusan parno! Nggak bakalan ada lagi yang membubuhkan racun! Kita duduk di tenda Mang Sueb, lo harus pesan jus alpukat dan bakso! Lo harus menghilangkan rasa takut, rasa trauma, dan memakannya sampai habis! Kalau lo nggak mau… berarti lo nggak punya nyali lagi!”“Males ah!” jawab Marco.“Jam begini biasanya jam istirahat murid SMP yang sekolahnya di dekat kampus kita, mereka suka jajan juga di warung tenda itu. Ayo kita cuci mata!”Marco akhirnya berdiri. “Okeh lah kalau begitu!”“Dasar buaya darat! Anak SMP mau dicaplok juga!” omel teman-temannya yang wanita.Maryam menatap punggung Marco dan Cepi yang semakin menjauh. Barusan Marco tampak sedih, tapi itu karena bakal kehilangan banyak teman yang sudah duluan lulus, bukan karena kehilangan seorang Maryam. Pikir Maryam, berusaha menerima kenyataan, sebentar lagi Marco bakal hilang dari hari-harinya.Senja turun, aktivitas di kampus surut. Ruang-ruang kuliah senyap, perpustakaan telah tut

    Last Updated : 2024-12-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 46. Cara Melamar

    "Begini Maryam, bagaimana kalau bapak melamar kamu?""Hah?" Maryam terperanjat dengan ucapan lewat telepon itu. “Tentu saja bukan buat Bapak, tapi buat anak Bapak.” “Tapi… tapi…” “Kenapa? Kamu tidak mau menikah dengan Marco?” “Tapi… bukankah hal seperti ini harus dibicarakan dulu dengan yang bersangkutan?” Maryam tergagap. “Memangnya Marco tidak pernah ngomong apa-apa sama kamu? Bapak kira, dia sudah pernah bilang bahwa dia menyukai kamu, menyayangi kamu, mencintai kamu, dan ingin membina rumah tangga denganmu.” Maryam memejamkan mata, tenggorokannya seperti tersedak oleh rasa haru yang menyeruak. Diingat-ingatnya lagi, kapan Marco pernah bicara begitu? Kayaknya sih… malah sering! Tapi ngomongnya sambil cengengesan, dan nggak mengenal tempat! Kadang Marco bicara di kantin, di perpustakaan, di ruang kuliah, di homebase, bahkan di angkot! Dasar gila! Jadi selama ini Maryam menganggap semua omongan itu sebagai guyonan yang kelewatan! Ternyata…. “Kamu ingin memikirkannya, dan bicar

    Last Updated : 2024-12-16
  • Mencintai Seorang Climber   bab 47. Ragu

    “Begini Maryam, di daftar kontak ponselku, huruf M itu hanya untuk mamaku, karena aku khawatir salah pencet, salah sambung. Mau menelepon teman, malah memilih kontak mama, atau sebaliknya. Jadi semua kontakku yang namanya berawal huruf M, aku save di huruf yang lain, termasuk nama kamu." Maryam menukas, "Kamu bisa pakai nama panjangku untuk kontak telepon. Kenapa malah pakai nama Gadis Pantura?" "Oh iya, nama panjangmu Syifa. Di daftar kontakku sudah ada nama Syifa, sepupuku. Karena kamu orang Cirebon, aku namakan kontakmu itu Gadis Pantura. Tapi kalau kamu nggak suka, nanti aku ganti nama kontak itu.” Lantas Marco memperlihatkan daftar kontak di ponselnya. Pada huruf M memang hanya ada satu kontak, Mama. “Nggak perlu diganti, aku nggak apa-apa. Maaf, kalau aku baru paham alasanmu.” “Ya sudah, aku pulang dulu ya.” Lantas Marco menyodorkan kantong plastik hitam yang sejak tadi dipegangnya. “Ini buat kamu, boleh dibagi-bagi dengan temanmu.” Maryam melihat isi kantong plastik itu,

    Last Updated : 2024-12-18
  • Mencintai Seorang Climber   bab 48.

    Silvi bicara pada Windy. “Begini Win, menjelang tahun baru Islam nanti akan ada acara bersih-bersih masjid kampus. Ada yang bersihin bagian atas, ada yang bersihin bagian bawah. Entah berapa orang tim kebersihannya, tapi yang mau manjat ke atap dan menara jumlahnya 10 orang.""Terus kamu mau nyuruh aku ikutan bersihin masjid kampus?" tanya Windy."Bukan begitu. Tim kebersihan itu harus kita perhatikan, dengan cara memberi konsumsi. Yang mengkoordinir acara kebersihan itu memang aktivis masjid kampus, tapi aku nggak tega kalau sampai mereka merogoh uang kas masjid untuk memberi makan dan minum buat tim kebersihan itu. Jadi aku minta kamu yang menyediakan konsumsi buat mereka.” Windi tertegun. Memberi konsumsi buat tim kebersihan masjid, yang jumlahnya sekitar 20 orang… tidak akan habis uang sampai satujuta rupiah. “Cuma itu yang lo minta? Lo nggak minta sesuatu buat diri lo sendiri?” Windy tak percaya. “Ya, biarlah uang itu untuk masjid, supaya jadi amal baik buat lo.” Windy memel

    Last Updated : 2024-12-19
  • Mencintai Seorang Climber   bab 49. Kesepakatan Melalui Climbing

    Marco bicara pada ibunya Silvi, yang bersikukuh bahwa Marco adalah penyebab anaknya tewas saat Panjang tebing.“Saya akan memanjat Tebing Lawe, tanpa bantuan belayer. Saya akan memanjat sendiri. Kalau saya bisa turun lagi dari Tebing Lawe dengan selamat, itu adalah takdir yang harus diterima dengan lapang dada oleh Ibu sekeluarga. Berarti belum saatnya saya mati. Dan Ibu sekeluarga juga tidak boleh lagi memperpanjang masalah ini, baik dengan saya, atau dengan keluarga saya, dan juga dengan keturunan saya kelak. Bagaimana, Ibu sepakat?” “Hmmm… baiklah.” Bu Sofie mengangguk-angguk puas.“Ibu… jangan Bu….” Silvi memegang tangan ibunya. “Kita lupakan saja….”“Lupa? Bagaimana bisa? Karena Tonny meninggal, keluarga kita jadi berantakan! Kamu juga sempat berurusan dengan polisi, gara-gara laki-laki b@jin9an itu!”“Marco, jangan gila! Kamu mau mati konyol ya?!” ujar Maryam, air matanya sudah berlinang menuruni pipi.Marco tidak bicara lagi, dia berjalan tergesa menuju halaman depan. Tak lama

    Last Updated : 2024-12-20
  • Mencintai Seorang Climber   bab 50. Aku Mau Mati Sebagai Climber!

    Marco sudah terlebih dahulu mengajukan izin tertulis kepada aparat setempat, izin untuk camping. Beberapa orang sepupu Silvi yang ikut serta, rupanya sudah terbiasa avonturir. Mereka membawa dua buah tenda, dan mendirikannya dengan cekatan. Sedangkan Marco tetap tak ingin bergabung. Dia membangun bivak di bawah pohon, beratapkan ponco yang dibawanya. Keluarga Silvi duduk berkumpul mengelilingi api unggun, sambil makan malam, dan ngobrol. Sementara Marco duduk sendirian di bawah pohon. Dia membaca Al Quran kecil berikut tafsir, dengan penerangan senter. Rosna ikut duduk makan malam bersama keluarga Silvi. Hingga Rosna melangkah memasuki tenda khusus perempuan, untuk tidur, dia masih melihat Marco duduk membaca. Hingga beberapa saat Rosna belum bisa memejamkan mata, soalnya di dalam tenda itu tidak nyaman. Rosna tidak kebagian tempat di atas kasur lantai yang digelar dalam tenda. Rosna juga tidak kebagian matras. Sedangkan alas tenda tipis. Rosna memang pakai jaket, tapi punggungn

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Mencintai Seorang Climber   bab 117. Jangan Mimpi!

    Setelah terdiam sejenak untuk mengumpulkan keberanian, akhirnya Maryam berkata lirih sambil tertunduk. “Bang Marco, aku mencintaimu, aku ingin menikah denganmu.”“Apa? Aku nggak dengar?”“Bang, aku mencintaimu, aku ingin menikah denganmu.” ucap Maryam dengan suara lebih keras.Marco malah tertawa-tawa, lalu dia berdiri, dan berkata, “Tidak!” Lantas dia balik badan, dan berjalan menjauh.Maryam terhenyak, lalu tanpa sadar mengejar. “Bang, mau ke mana?”Marco berbalik, menatap Maryam dengan sorot matanya yang tajam. “Maryam, ngapain kamu mengejar-ngejar aku? Kamu sudah nggak punya harga diri ya?”“Apa maksudmu menyuruh aku bicara seperti barusan?”“Just kidding!” Marco tersenyum. “Kamu pikir aku masih mau menikah dengamu? Jangan mimpi! Ngaca dulu sana!”Maryam terpana, masih belum paham, dia berdiri sambil menatap punggung Marco yang semakin menjauh dan akhirnya hilang di tikungan gang. Maryam baru sadar, saat ada pedagang mi bakso yang memintanya supaya minggir. Setelah gerobak bakso i

  • Mencintai Seorang Climber   bab 116. Katakan Cinta Padaku

    Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua

  • Mencintai Seorang Climber   bab 115. Jenuh Hidup Sendiri

    Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su

  • Mencintai Seorang Climber   bab 114. CLBK?

    Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.

  • Mencintai Seorang Climber   bab 113. Tempat Paling Aman

    Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada

  • Mencintai Seorang Climber   bab 112. Bestie Baru

    Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p

  • Mencintai Seorang Climber   bab 111. Marco Mendekati Lagi Maryam

    Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam

  • Mencintai Seorang Climber   bab 110. Rencana Gathering

    “Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu

  • Mencintai Seorang Climber   bab 109. Bertemu mantan Kekasih

    Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status