Beranda / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 49. Kesepakatan Melalui Climbing

Share

bab 49. Kesepakatan Melalui Climbing

Penulis: Yanti Soeparmo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-20 05:44:27

Marco bicara pada ibunya Silvi, yang bersikukuh bahwa Marco adalah penyebab anaknya tewas saat Panjang tebing.

“Saya akan memanjat Tebing Lawe, tanpa bantuan belayer. Saya akan memanjat sendiri. Kalau saya bisa turun lagi dari Tebing Lawe dengan selamat, itu adalah takdir yang harus diterima dengan lapang dada oleh Ibu sekeluarga. Berarti belum saatnya saya mati. Dan Ibu sekeluarga juga tidak boleh lagi memperpanjang masalah ini, baik dengan saya, atau dengan keluarga saya, dan juga dengan keturunan saya kelak. Bagaimana, Ibu sepakat?”

“Hmmm… baiklah.” Bu Sofie mengangguk-angguk puas.

“Ibu… jangan Bu….” Silvi memegang tangan ibunya. “Kita lupakan saja….”

“Lupa? Bagaimana bisa? Karena Tonny meninggal, keluarga kita jadi berantakan! Kamu juga sempat berurusan dengan polisi, gara-gara laki-laki b@jin9an itu!”

“Marco, jangan gila! Kamu mau mati konyol ya?!” ujar Maryam, air matanya sudah berlinang menuruni pipi.

Marco tidak bicara lagi, dia berjalan tergesa menuju halaman depan. Tak lama
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Mencintai Seorang Climber   bab 50. Aku Mau Mati Sebagai Climber!

    Marco sudah terlebih dahulu mengajukan izin tertulis kepada aparat setempat, izin untuk camping. Beberapa orang sepupu Silvi yang ikut serta, rupanya sudah terbiasa avonturir. Mereka membawa dua buah tenda, dan mendirikannya dengan cekatan. Sedangkan Marco tetap tak ingin bergabung. Dia membangun bivak di bawah pohon, beratapkan ponco yang dibawanya. Keluarga Silvi duduk berkumpul mengelilingi api unggun, sambil makan malam, dan ngobrol. Sementara Marco duduk sendirian di bawah pohon. Dia membaca Al Quran kecil berikut tafsir, dengan penerangan senter. Rosna ikut duduk makan malam bersama keluarga Silvi. Hingga Rosna melangkah memasuki tenda khusus perempuan, untuk tidur, dia masih melihat Marco duduk membaca. Hingga beberapa saat Rosna belum bisa memejamkan mata, soalnya di dalam tenda itu tidak nyaman. Rosna tidak kebagian tempat di atas kasur lantai yang digelar dalam tenda. Rosna juga tidak kebagian matras. Sedangkan alas tenda tipis. Rosna memang pakai jaket, tapi punggungn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Mencintai Seorang Climber   bab 51. Mungkin Aku Tidak Pulang

    Ibarat orang gila, Marco berteriak-teriak panik, membangunkan semua orang yang masih meringkuk dalam tenda ataupun sleeping bag. Beberapa menit kemudian belasan climber itu sudah berpencar di sepanjang kaki tebing lawe, sambil menengadah ke atas, memandang lewat teropong. “Itu dia! Tonny naik di jalur yang belum pernah dipanjat!” Semua climber berkumpul di bawah salah satu dinding. Mereka menengadah, menahan napas, menyaksikan Tonny yang merayap naik, berusaha melewati sebuah tonjolan tebing. Jaraknya dengan tanah sudah cukup tinggi, mungkin lebih dari 50 m. Tampaknya Tonny memanjat sejak matahari mulai terbit. “Aku akan susul dia!” Marco memasang harness pada tubuhnya, lalu mencantolkan beberapa buah karabiner pada harness, membawa beberapa buah piton dan martil khusus buat manjat tebing. Tak lupa dia membawa sebotol air minum, lalu sekantong tepung magnesium karbonat untuk melumuri tangan jika licin oleh keringat. Terakhir dikenakannya helm khusus buat manjat tebing. Tambang ker

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Mencintai Seorang Climber   bab 52. Pemanjatan Terakhir

    Marco meletakkan dompet miliknya di pangkuan Rosna. “Uang itu buat ongkos kalian semua pulang. Tapi kalau masih kurang, kamu bisa ambil uang pakai kartu ATM.” Marco menyebut beberapa angka yang jadi nomor pin kartu ATM-nya.“Bang, gimana kalau aku khilaf, lantas merampok isi rekeningmu?!” ucap Rosna.Marco malah tertawa. “Uang di rekeningku paling juga tinggal duajuta. Sebagian besar uang sudah aku transfer ke rekening mamaku. Nanti jika aku bisa pulang dengan selamat, aku minta lagi uang itu ke mamaku.” Marco menatap Rosna. “Tapi kalaupun kamu khilaf mengambil uang di rekeningku, aku ikhlas. Aku anggap saja uangku diminta sama adikku, jadi nggak apa-apa, Rosna.”“Nggak Bang, aku hanya bercanda. Hmmm, apakah… orang tua Abang tahu soal perjalanan ini?”“Mereka pikir… aku lagi naik gunung, seperti biasanya.” Marco lantas pamit, mau mengecek peralatan panjat tebing yang dibawanya.Rosna membuka dompet Marco, mengamati isinya. Ada KTP, KTM, KTA dari UKM Adventure, lalu beberapa buah pas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Mencintai Seorang Climber   bab 53. Hanya Syal yang Kubawa Pulang

    “Teriak aja, mudah-mudahan dia bisa dengar!” seru Silvi tak sabar. Gaung teriakan menyuruh Marco segera turun, memantul di dinding-dinding tebing. Karena terlalu banyak yang berteriak, gema suaranya jadi tidak karuan. “Andri, lo kan climber juga!” Silvi mendorong salah seorang saudara sepupunya. “Lekas lo manjat, susul Marco! Bilangin supaya dia lekas turun!” “Gue ngeri Vi….” “Ngeri?! Tapi lo sering bilang kalau lo itu climber andalan kampus lo? Dan lo nggak pernah gentar kalau disuruh memanjat?” “Maksud gue… nggak gentar memanjat climbing wall… gue belum pernah manjat tebing betulan….” “Kalau cuma manjat climbing wall, bocah SD juga bisa!” rutuk Silvi. Jarak yang ditempuh Marco sudah terlalu tinggi, dan sepertinya Marco tidak bisa mendengar teriakan dari bawah. Dia terus saja merayap naik. Lajunya terhenti oleh sebuah roof (tonjolan tebing yang mirip atap). Dia memasang beberapa anchor pada roof itu. Setelah tambatan itu dirasanya kuat, dia segera menaikkan lagi tubuhnya hing

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Mencintai Seorang Climber   bab 54. Kamu Tidak Akan Hilang dari Kami

    Marco masuk ke homebase, lalu meletakkan bungkusan plastik besar di atas meja. “Berat juga nih barang.” gumam Marco. “Apaan tuh?” tanya Cepi seraya menghampiri bungkusan itu, hendak membuka, namun tangan Marco menahannya. Cepi hanya bisa meraba-raba plastik pembungkus, untuk mencari tahu benda apa yang dibungkus itu. Cepi terbelalak saat jarinya merasakan ada beberapa berkas tebal yang masing-masing disampul hard cover. “Ini skripsi?” Cepi menatap Marco. “Lo sudah bikin skripsi?!” Nada suaranya mulai panik. “Katanya lo mau barengan nyusun skripsi dengan gue, terus kita wisuda bareng tahun depan!” “Ya gimana dong? Gue pingin cepat kelar kuliah.” jawab Marco. “Lo nggak bilang-bilang kapan nyusunnya, tahu-tahu skripsi lo udah jadi! Kalau begini, gue yang paling telat, dan … gue nggak ada teman lagi dong! Gimana neeeh?” Marco memandang isi homebase. Beberapa foto masih terpajang. Diambilnya foto Raymond, dengan syal miliknya, dibersihkannya pigura dan kaca foto itu dari debu yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Mencintai Seorang Climber   bab 55. Kabar Duka

    season 2 Maryam berjalan ke luar dari ruang Admik sambil mengepit map berisi ijasah. Tiga minggu setelah wisuda, Maryam kembali ke kampus, tujuannya untuk melegalisasi foto copy ijazahnya. Dia akan melamar kerja. Hari itu dia sudah menyerahkan beberapa lembar copy ijazah ke petugas Admik. Nanti petugas Admik yang akan mendata nama alumni, lantas mengirimkan copy ijazah ke meja dekan.Maryam menuju markas para aktivis dakwah kampus, yaitu sebuah ruangan kecil di samping masjid kampus. Beberapa mahasiswi berjilbab memberinya selamat atas kelulusannya sebagai Sarjana Pendidikan. Maryam tertegun saat membaca tulisan pada sebuah kertas yang tertempel di papan tulis. Isinya pemberitahuan meninggalnya seorang alumni.“Nabila meninggal? Innalillahi… kasihan Hanif, padahal mereka baru menikah….” Maryam mengusap matanya yang berkaca-kaca. "Kabar itu sudah disebar di grup WA. Apakah Kak Maryam baru tahu?""Iya. Mungkin saya luput membaca kabar itu di grup WA." jawab Maryam dengan rasa sesal.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Mencintai Seorang Climber   56. Butik

    Marco bicara pada Maryam, “Aku lagi naik motor, berpapasan dengan motornya Hanif di lampu merah Jl. Pasirkaliki. Aku lihat ada cewek di boncengan motornya. Entah Hanif nggak melihat aku, entah pura-pura nggak melihat. Saat aku belok mau terus ke Jl. Sukajadi, dia belok ke restoran fast food.” “Cewek itu pasti Latifa, adiknya.” Maryam tidak mau suudzon terhadap rekannya di organisasi dakwah kampus.“Latifa kan, pakai jilbab. Nah, cewek yang dibonceng si Hanif itu nggak pake jilbab. Gebetannya yang baru, mungkin. Istrinya baru beberapa hari meninggal karena kecelakaan lalu lintas, dia sudah membonceng cewek. Setia banget si Hanif ya?” Ucapan Marco terdengar sinis.“Ah, kayaknya nggak mungkin Hanif boncengan motor dengan perempuan bukan muhrim. Cewek itu pasti kerabatnya.”“Ah, mungkin aja! Laki-laki lajang mah di mana-mana juga nyaris sama, kalau ada cewek yang mau nyangkut, ya digaet juga!”“Apakah kamu juga seperti itu?” Maryam cemberut.“Seperti apa? Maksudmu boncengan motor dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Mencintai Seorang Climber   bab 57. Razia Narkoba

    Maryam sudah pernah datang ke rumah keluarga Marco. Usai Maryam diwisuda, papanya Marco yang mengundang Maryam beserta orang tuanya untuk makan siang di rumahnya. Marco menjemput Maryam sekeluarga dari lokasi wisuda. Saat itu ibunya berbisik, bahwa rumah mereka di Cirebon masih lebih kecil daripada dapur di rumah keluarga Marco.Rumah Maryam dihuni oleh enam orang, jika semua berkumpul. Sedangkan rumah Marco yang gede banget itu, lebih sering dihuni sama pembantu dan satpam. Kedua orang tua Marco sering bepergian untuk urusan bisnis. Kedua orang kakak Marco sudah berkeluarga, dan punya rumah sendiri. Adik Marco kuliah di luar negeri. Sedangkan Marco, lebih sering avonturir ke gunung, atau tidur di homebase pencinta alam di kampus. Katanya malas di rumah, sepi banget.Dulu Maryam tidak percaya, kok, punya rumah tapi jarang dihuni? Setelah melihat situasi rumah Marco, barulah dia bisa maklum, kenapa Marco malas pulang ke rumahnya sendiri. Itu juga sebabnya, Marco memutuskan untuk menik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 172. Boneka Titipan

    Cynthia memperkirakan, jika Maryam kena kasus hukum di Cirebon, maka Maryam tidak akan kembali ke Bandung dalam waktu dekat. Lantas siapa yang akan datang menolong Maryam? Cynthia yakin jika Hanif yang kelak akan datang untuk membantu advokasi bagi Maryam. Kebersamaan Maryam dan Hanif selama proses hukum, akan membuat mereka dekat. Kalaupun misalnya Maryam kena pidana, dan harus dihukum, Cynthia mengira Maryam hanya akan kena hukuman percobaan selama satu tahun, atau paling lama satu tahun enam bulan. Maryam tidak akan dipenjara, tapi akan masuk panti rehabilitasi korban narkoba. Selama menjalani rehabilitasi, Maryam akan semakin dekat dengan Hanif, dan akhirnya Marco akan terlupakan. Maryam akan memilih Hanif. Begitulah rencana Cynthia. “Maaf kalau nanti kamu bakal sedikit susah, Maryam. Aku bikin rekayasa kasus hukum buat kamu, supaya kamu bisa lebih dekat lagi dengan Hanif. Aku sudah dapat banyak info tentang dirimu, dari teman-teman dekatmu. Hanya Hanif yang bisa bikin Mar

  • Mencintai Seorang Climber   bab 171. Bukan Boneka Biasa

    Niar mengenal Cynthia ketika suatu hari Cynthia datang ke rumah kos tempat Niar tinggal. Cynthia melihat Niar keluar dari salah satu kamar, bersama dengan teman sekamarnya. Lantas Cynthia mengikuti Niar yang pergi bekerja di sebuah supermarket. Kemudian Cynthia mengajak Niar bicara, yang intinya meminta kerjasama Niar untuk membuat Maryam meninggalkan rumah kos itu. Kalau Maryam tidak mau hengkang, maka Niar diminta mencari tahu kapan Maryam akan pulang kampung, karena Cynthia ingin menitipkan sesuatu supaya dibawa oleh Maryam ke kampungnya.Ketika itu Niar ingin tahu, apa alasan Cynthia ingin membuat Maryam pergi dari rumah kos itu, bahkan sebenarnya Cynthia ingin Maryam pergi dari Bandung. Cynthia bilang bahwa Maryam adalah pelakor bagi hubungan antara Sabrina dan Marco. Cynthia bilang bahwa Sabrina adalah kerabatnya, yang sudah bertunangan dengan Marco, dan pernikahan mereka sudah dipersiapkan. Akan tetapi Marco malah lebih sering ngurusin Maryam, lebih peduli pada Maryam, ketimb

  • Mencintai Seorang Climber   bab 170. Mau Nikah

    “Cepat habisin makannya Teteh, kayaknya banyak pembeli.”Omongan Nanang menyadarkan Maryam dari lamunan tentang hari di mana dia bersikap tidak peduli saat Marco meneleponnya dan bicara soal wisuda. Rasanya sesak sekali di dada, saat harus bersikap masa bodoh terhadap hari wisuda Marco. Hari di mana Marco seharusnya merasa bahagia karena akhirnya dia berhasil menyelesaikan studi.Maryam menghabiskan kupat tahu di piringnya, lantas meninggalkan bangku yang sejak tadi didudukinya. Nanang sudah membayar, lantas mengajak kakaknya berjalan kaki ke sebuah taman kecil di tepi sebuah jalan raya. Maryam dan adiknya duduk di bangku taman. Maryam sudah bercerita pada adiknya, soal TKIT Bunga Bangsa yang tidak lagi beroperasi. Soal pemberhentiannya dari pekerjaan di bimbel.“Sekarang ini Teteh jadi pengangguran, Nang.”“Oh, kalau begitu kebetulan Teh ….”“Kebetulan apa?”“Bapak nyuruh kita pulang ke Cirebon, Teh Irma mau nikah.”Irma adalah saudara sebapak, ibunya Irma adalah istri pertama bapakn

  • Mencintai Seorang Climber   bab 169. Pertunangan Marco Dengan Sabrina

    Nanang bicara lagi pada kakaknya, “Yang tempo hari nolongin Teteh waktu pingsan di dalam kamar kos, Bang Marco kan? Teteh sudah akur lagi kan, sama Bang Marco?”Seandainya benar begitu, pikir Maryam. Benaknya mengembara ke hari yang telah lalu, ketika dia sudah sembuh dan kembali masuk kerja di TKIT Bunga Bangsa. Saat itu belum ada keputusan bahwa TK bakal berhenti beroperasi. Ketika jam istirahat, satpam memberitahu Maryam bahwa ada seorang gadis yang datang untuk menemui Maryam. Gadis itu menunggu di pos satpam. Maryam merasa pernah melihat gadis itu.“Nama saya Cynthia, saya adik tingkatmu di Universitas Taruma.” Gadis itu menyalami Maryam.“Ada perlu apa, ya?”“Kita ngobrol sebentar di rumah makan itu, ya Mbak? Saya belum makan siang, biar sekalian saya yang traktir Mbak Maryam.”“Saya sudah makan.”“Tapi saya pengin bicara penting dengan Mbak Maryam, kayaknya nggak nyaman kalau sambil berdiri begini.”Akhirnya Maryam setuju untuk mengobrol di rumah makan depan TK. Gadis itu makan

  • Mencintai Seorang Climber   bab 168. Kehilangan Pekerjaan

    Dengan berjalan kaki, Maryam kembali ke tempat kosnya. Sore itu seperti sore sebelumnya, jalanan padat oleh kendaraan dari para pegawai yang pulang kerja. Di trotoar, para pedagang yang biasa berjualan malam, mulai menyiapkan lapak dagangannya. Maryam mampir ke warung tenda penjual soto Lamongan. Dia beli soto ayam dengan bihun untuk dibawa pulang sebagai makan malam.Tiba di tempat kos, Maryam disambut dengan lambaian tangan pemilik kos.“Ada apa, Bu?” Maryam menghampiri wanita itu, yang sedang duduk di teras rumahnya. Dari teras rumahnya itu dia bisa memantau semua pintu kamar kos miliknya, makanya jika menunggu anak kosnya datang, dia akan duduk di situ.“Begini Maryam, bulan ini kan, tinggal dua hari lagi. Nah, ibu pengin kepastian, bulan depan kamu masih tinggal di sini, atau mau pindah? Soalnya sudah ada yang nanyain kamar kosong di sini, katanya pengin kos di sini awal bulan depan. Kalau kamu masih mau di sini, bisa ya, sekarang ini kamu bayar kos untuk bulan depan? Besok dibay

  • Mencintai Seorang Climber   bab 167. Wawancara Kerja

    Dua hari kemudian Marco mendapat balasan email dari sebuah perusahaan. Dia pernah melamar via email ke perusahaan transportasi udara yang lokasi kerjanya di wilayah timur Indonesia. Keluarganya tidak punya hubungan kerja dengan perusahaan tersebut, namun mungkin saja pemilik perusahaan mengenal papanya, karena sama-sama pengusaha transportasi. Lazimnya para pengusaha itu berserikat dalam sebuah organisasi, dan ada pertemuan berkala antaranggota. Buat Marco, cukup sulit menemukan perusahaan yang ownernya sama sekali tidak mengenal papanya. Marco tetap berharap dia diterima bukan karena melihat siapa orang tuanya, tapi karena dirinya yang dinilai mampu menempati posisi yang dilamarnya.Berangkat ke ibu kota, Marco memilih naik mobil travel. Dia menginap di rumah kerabatnya. Keesokan harinya, kerabatnya itu mengantar Marco ke lokasi wawancara kerja, yaitu sebuah gedung besar di pusat ibu kota. Salah satu bagian dari gedung itu adalah kantor cabang perusahaan transportasi udara. Marco du

  • Mencintai Seorang Climber   bab 166. Rencana Untuk Maryam

    Sementara itu, di kamarnya, Sabrina sedang menelepon seorang teman dekatnya. Temannya itu bernama Cynthia, adalah adik tingkat Marco di kampus Universitas Taruma Bandung. Sebagai adik tingkat, tentu saja Cynthia tahu siapa Marco dan Maryam, walau tidak saling mengenal. Sabrina bicara, “Maryam itu kerja di sebuah TK, entah jadi guru, atau jadi staf administrasi. Tapi aku lihat berita, TK itu bermasalah, ada kasus keracunan massal.” “Aku juga menyimak kasus itu. Pelakunya sudah ditangkap, tapi kayaknya kasus itu berimbas ke reputasi TK itu. Aku punya kerabat yang tinggal di kompleks perumahan tempat TK itu berada. Orang-orang kompleks itu sudah nggak percaya lagi buat mendaftarkan anaknya di TK itu. kayaknya TK itu sudah nggak laku, mungkin bakal tutup.” “Cyn, apakah Maryam masih kos di dekat kompleks perumahan itu?” “Ya, masih. Eh, aku punya kenalan di tempat kos Maryam. Aku dapat info kalau Maryam pernah sakit cukup parah, dan ternyata Marco yang membawa Maryam ke rumah sakit. Te

  • Mencintai Seorang Climber   bab 165.

    Marco tiba di rumah Sabrina, disambut dengan senyum merekah keluarga itu.“Kirain Abang mau lama naik gunungnya, ternyata sudah balik ke Bandung.” ucap Sabrina, “Memangnya Abang ke gunung mana, untuk merayakan wisuda?”“Yang dekat aja.”Sabrina mengira, gunung yang dimaksud Marco itu Gunung Gede, yang biasa didaki oleh banyak orang karena jalur pendakian yang relatif mudah. Sementara Marco merasa tidak perlu menjelaskan lebih jauh tentang kegiatannya selepas acara wisuda.“Rin, aku ingin bicara serius denganmu.”“Mamahku sudah menyiapkan makan malam, sebaiknya kita makan dulu, nanti baru kita ngobrol. Yuk Bang, kita makan!”“Tapi aku sudah makan, tadi di rumah.” Marco berusaha mengelak, padahal sebenarnya dia belum makan malam.“Ayolah makan dulu, Marco! Sudah lama kita nggak makan bareng.” Ayahnya Sabrina masuk ke ruang tamu, dan mengajak Marco ke ruang makan.Sebenarnya makan malam itu lezat, namun Marco hanya makan sedikit. Usai makan, dia kembali ke ruang tamu. Makanan pencuci mul

  • Mencintai Seorang Climber   bab 164. Prioritas Hidup

    Bab 164. Prioritas HidupMarco masih berada di Gunung Tangkuban Parahu. Dia sedang duduk di bangku sebuah warung, sembari minum bandrek. Dia menatap keramaian di sekitarnya; orang-orang yang sedang berfoto dengan latar kawah, beberapa ekor kuda yang berjalan dengan penumpang di punggungnya, para pedagang asong, jejeran warung yang menjual makanan dan suvenir, jejeran mobil di tempat parkir, pengunjung datang dan pergi.Sembari menggerogoti jagung rebus, Marco memikirkan pekerjaan yang ingin dilakoninya. Sudah ada beberapa tawaran yang disodorkan kepadanya, oleh papanya, kakeknya, rekan bisnis papanya, teman sesama climber, semua masih dia pertimbangkan, mana yang paling diinginkannya.Marco teringat pada Sabrina. Dia teringat saat terakhir kali datang ke rumah Sabrina, saat dirinya membeberkan rencana hidupnya yang ingin bekerja di luar Pulau Jawa. Ketika itu Sabrina memperlihatkan sikap tidak setuju dengan rencana hidup Marco. Alasannya karena Sabrina merasa berat jika jauh dari ora

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status