Marco bicara pada Maryam, “Aku lagi naik motor, berpapasan dengan motornya Hanif di lampu merah Jl. Pasirkaliki. Aku lihat ada cewek di boncengan motornya. Entah Hanif nggak melihat aku, entah pura-pura nggak melihat. Saat aku belok mau terus ke Jl. Sukajadi, dia belok ke restoran fast food.” “Cewek itu pasti Latifa, adiknya.” Maryam tidak mau suudzon terhadap rekannya di organisasi dakwah kampus.“Latifa kan, pakai jilbab. Nah, cewek yang dibonceng si Hanif itu nggak pake jilbab. Gebetannya yang baru, mungkin. Istrinya baru beberapa hari meninggal karena kecelakaan lalu lintas, dia sudah membonceng cewek. Setia banget si Hanif ya?” Ucapan Marco terdengar sinis.“Ah, kayaknya nggak mungkin Hanif boncengan motor dengan perempuan bukan muhrim. Cewek itu pasti kerabatnya.”“Ah, mungkin aja! Laki-laki lajang mah di mana-mana juga nyaris sama, kalau ada cewek yang mau nyangkut, ya digaet juga!”“Apakah kamu juga seperti itu?” Maryam cemberut.“Seperti apa? Maksudmu boncengan motor dengan
Maryam sudah pernah datang ke rumah keluarga Marco. Usai Maryam diwisuda, papanya Marco yang mengundang Maryam beserta orang tuanya untuk makan siang di rumahnya. Marco menjemput Maryam sekeluarga dari lokasi wisuda. Saat itu ibunya berbisik, bahwa rumah mereka di Cirebon masih lebih kecil daripada dapur di rumah keluarga Marco.Rumah Maryam dihuni oleh enam orang, jika semua berkumpul. Sedangkan rumah Marco yang gede banget itu, lebih sering dihuni sama pembantu dan satpam. Kedua orang tua Marco sering bepergian untuk urusan bisnis. Kedua orang kakak Marco sudah berkeluarga, dan punya rumah sendiri. Adik Marco kuliah di luar negeri. Sedangkan Marco, lebih sering avonturir ke gunung, atau tidur di homebase pencinta alam di kampus. Katanya malas di rumah, sepi banget.Dulu Maryam tidak percaya, kok, punya rumah tapi jarang dihuni? Setelah melihat situasi rumah Marco, barulah dia bisa maklum, kenapa Marco malas pulang ke rumahnya sendiri. Itu juga sebabnya, Marco memutuskan untuk menik
Maryam sedang belajar stock opname di outlet BSM, saat ponsel milik Wati bernyanyi. Wati menyuruh Maryam melanjutkan pengecekan barang, sementara dia menjawab panggilan dari ponsel.“Lo harus tegas! Ini demi masa depan lo sendiri!” Itu sekelumit ucapan Wati yang tertangkap oleh telinga Maryam. “Lo mau status lo terus saja nggak jelas?”Maryam berpindah ke bak obralan, lalu kembali menghitung. Rumit, karena pakaian yang masuk katagori obralan biasanya teraduk-aduk dalam wadahnya. Padahal pakaian-pakaian itu berasal dari pemasok yang berbeda-beda, dan tentu saja mempunyai kode yang berbeda. Dengan telaten, Maryam melipati baju-baju itu, ditumpuk berdasarkan kode pemasoknya, supaya lebih mudah dihitung.Wati masih bicara via ponsel. “Kalau cara yang lo tempuh kemarin itu ternyata nggak juga berhasil membuat dia bereaksi sesuai keinginan lo, maka menurut gue sih, lo harus menguji dia! Supaya lo tahu, apa artinya diri lo buat dia!”Maryam berpikir, mungkin Wati dan temannya itu lagi berdis
Beberapa pengunjung Pink Flower Salon and Bridal yang sedang menunggu giliran, menoleh ke arah Maryam yang tiba-tiba saja membuka pintu salon itu.“Permisi.” Maryam memasuki salon. Dia menatap orang-orang yang sedang duduk di sebuah ruangan seperti lobi, karena di situ tampak seperti ruang tamu, dengan meja resepsionis.Para customer salon itu tampak tak peduli pada orang yang baru datang, mereka kembali pada aktivitas awal mereka, main hape.“Ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis.“Ehm, di sini… potong rambut sama perempuan, kan?” tanya Maryam.“Bisa Mbak, tapi… saat dipotong nanti mungkin rambutnya dilihat sama banyak orang juga, cewek cowok. Nggak ada ruang khusus buat muslimah.” tutur resepsionis itu.Maryam tidak berminat memotong rambutnya, dia cuma penasaran, betulkah orang yang sekilas dilihatnya masuk ke salon itu, adalah Marco? Atau cuma mirip? Namun, setelah disusul masuk ke dalam salon, ternyata Maryam tidak melihat sosok Marco di antara orang-orang yang sedang dudu
“Perampokan atau pembunuhan?” “Perampokan disertai dengan pembunuhan!” Ipda. Binsar berusaha menjelaskan kepada komandannya di Satuan Reskrim, seorang perwira menengah berpangkat AKBP. Hari itu Binsar baru saja mendatangi sebuah bridal yang berlokasi di Jl. Riau, yang tadi malam disatroni perampok. Bahkan ada korban jiwa.Binsar memberikan laporan lisan kepada atasannya. “Tadi pagi sekitar pukul 09:00, seorang satpam yang biasa bertugas di Pink Flower Bridal and Salon, membuka rolling door bridal itu. Biasanya office boy yang membuka rolling door. Tapi hingga jam 09:00, rolling door masih juga tertutup. Akhirnya satpam membukanya dengan kunci cadangan. Dia lalu mencari si office boy, dipikirnya sakit.” “Saat tiba di kamar yang biasa ditempati oleh office boy, satpam itu menemukan office boy dalam kondisi tergeletak di tempat tidur, dengan lidah terjulur, dan bekas jeratan tali di leher. Satpam itu segera menelepon pemilik bridal, lalu menelepon polisi. Setelah polisi datang, offic
Jenazah Sobar, office boy di Pink Flower Bridal and Salon, sudah dibawa oleh keluarganya untuk dimakamkan di kampung halamannya. Sementara polisi memanggil beberapa orang ke Markas Polrestabes Bandung untuk dimintai keterangan seputar kasus perampokan disertai pembunuhan itu. Jalan Riau adalah ruas jalan yang cukup panjang. Para penyidik meneliti lokasi TKP di Jalan Riau, dari berbagai sudut pandang. Juga meneliti rekaman dari beberapa CCTV milik Dinas Perhubungan yang terpasang di ruas Jalan Riau. Rekaman CCTV cukup buram karena pada malam kejadian, Jalan Riau diguyur hujan deras, walau tidak lama. Ketika hujan deras itu, ada kilat menyambar sebatang pohon di Jalan Riau, sehingga mematahkan dahan besar dari pohon itu. Dahan besar tersebut cukup tinggi, saat hendak jatuh sang dahan membawa serta kabel listrik yang melintang di dekatnya. Kabel listrik putus, sehingga memutuskan aliran listrik di kawasan itu selama hampir lima jam. Teknisi PLN berhasil memperbaiki, dan listrik kemba
Pemilik Pink Flower Bridal and Salon adalah seorang wanita muda, cantik, dan tinggi semampai. Bernama Lyla Lisnasari, usianya 25 tahun. Saat datang ke Mapolrestabes Bandung, dia tampak bingung, tertekan, dan sedih. “Apakah bridal dan salon itu milik Anda, atau milik seseorang dan Anda cuma mengelolanya saja?” tanya penyidik utama untuk kasus pembunuhan di bridal, yaitu Iptu. Ekky Wahyudi. “Tentu saja milik saya sepenuhnya!” jawab Lyla. “Saya dapat warisan dari kerabat saya. Ada seorang bibi saya yang wafat dalam kondisi tidak punya anak, dan suaminya juga sudah lama meninggal. Beliau meninggalkan wasiat supaya hartanya dibagi-bagikan kepada beberapa orang keponakannya. Warisan bagian saya, lalu saya jadikan modal usaha.”Lyla lanjut bertutur, “Mula-mula saya buka salon kecil. Saya punya banyak pelanggan yang mempercayai saya. Mereka memberi banyak order sebagai MUA, dan memberi saran untuk pengembangan usaha perangkat pernikahan dan wedding organizer. Saya pinjam uang pada beberapa
Kemungkinan seperti yang dipaparkan oleh Lyla memang ada, dan wajar, pikir Inspektur Ekky. Namun, sebagai reserse, dia tidak mau kalah bicara oleh orang yang sedang diinterogasinya.“Anda memperlihatkan sikap yang tidak suka kepada Pak Jacob, padahal beliau itu tetangga Anda yang tokonya paling dekat dengan lokasi usaha Anda.”“Justru Pak Jacob yang sepertinya tidak suka sama saya! Mungkin karena dia gagal dapat komisi, temannya kan, batal mengontrak lokasi itu, karena pemiliknya lebih memilih saya untuk menyewa tempatnya.”Ekky manggut-manggut, lalu melihat catatannya. “Kami sudah menanyai beberapa orang, tentang aktivitas Anda pada hari Rabu. Anda datang ke bridal itu pada pukul 10:00. Lalu pergi dari bridal, pada pukul 16:00, betul begitu?”“Ya.”“Setelah pukul 16:00 itu, Anda ada dimana?”“Saya pulang ke apartemen saya.”“Anak buah saya sudah mengecek ke apartemen tempat Anda tinggal. Sebetulnya Anda tinggal sendirian, kan? Ternyata sudah seminggu ini, orang tua Anda datang, dan m
Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua
Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su
Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.
Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada
Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p
Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam
“Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu
Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger
Udara pagi yang sejuk dan segar, di bawah kerindangan pepohonan di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan anak dari TKIT Bunga Bangsa dengan ceria mengikuti Adventure Kids Camp. Beberapa guru dan pendamping dari TK itu ikut menemani murid-muridnya, mengawasi jika ada murid yang cedera. Walaupun sebetulnya sangat kecil kemungkinan anak-anak itu mengalami cedera saat mengikuti outbound, karena beberapa orang instruktur dari arena outbound itu mengawasi mereka dengan seksama.Acara outbound memang ada dalam jadwal TKIT Bunga Bangsa. Dua bulan sekali anak-anak dibawa ke arena outbound di beberapa lokasi, tentu saja yang masih berada dekat dengan Kota Bandung. Sebulan lalu pihak TKIT menerima brosur dari Adventure Kids Camp, berikut tawaran untuk datang ke camp itu, ada diskon yang cukup besar, karena camp itu baru dibuka. Kepala TKIT memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ternyata arena camp baru itu cukup menyenangkan.Tidak ada paksaan jika pihak orang tua tidak mengizinkan anakny