Keesokan harinya setelah lewat waktu zuhur, gerimis turun cukup rapat. Dengan telanjang kaki, Marco bergegas menaiki menara masjid dari bagian dalam melalui tangga darurat, sambil membawa peralatan climbing. Tiba di atas, dia membuat anchor dari tambang yang diikatkan pada tiang penyangga kubah menara. Harness sudah terpasang di tubuhnya sebelum dia memasuki area masjid itu. Tambang yang sudah diikat sebagai anchor lantas dihubungkan dengan harnestnya. Ujung tambang dilemparkan ke bawah, menjuntai hingga satu meter dari dasar menara.Hujan turun makin deras saat Marco mulai menuruni menara. Dua buah sikat yang dibawanya, juga terikat tali dan terhubung dengan harnestnya. Sedikit demi sedikit dia menyikat dinding. Air hujan membantunya membasuh kotoran. Setelah selesai satu lajur horizontal dari dinding keramik itu, dia turun lagi satu tahap, lalu mulai menyikat lagi. Beberapa kali Marco sempat tergelincir, meluncur turun terlalu jauh dari tujuan. Dengan bantuan peralatan climbing yang
Marco mendatangi Maryam di kantin kampus.“Aku minta maaf, Maryam, pasti omonganku membuat kamu tersinggung.” ujar Marco sambil menyimpan baki berisi makan siangnya di meja yang sama dengan Maryam. Mereka duduk berhadapan.“Omongan yang mana?” tanya Mayam.“Yang aku katakan padamu waktu di kantor polisi.”“Aku nggak apa-apa kok.” jawab Maryam sambil tersenyum.Marco mulai makan. Nasi sepiring, sementara di piring lain ada paha ayam panggang, telor balado, tahu dan tempe bacem, sayur lodeh, lalap dan sambal, dalam waktu singkat sudah habis disantap. Maryam pernah berpikir, mungkin Marco punya tembolok, kayak ayam. Jadi makanan itu tidak perlu dikunyah dulu, langsung ditelan, nanti baru dicerna dalam tembolok.Maryam sudah selesai makan. Sudut matanya melihat tiga orang mahasiswi sedang minta diladeni mengambil nasi dan lauk-pauknya oleh pelayan kantin. “Marco, aku duluan ya, ada perlu. Assalamualaikum.” Tanpa menunggu jawaban, Maryam segera bergegas keluar dari kantin. Marco menatap p
Maryam mendengar suara motor berhenti di depan rumah kos. Maryam sudah hapal itu suara motor Marco, segera dia membuka pintu kamarnya sedikit untuk mengintai. Ada seorang gadis berdiri di teras, Rosna. Lantas Marco masuk ke teras, dan bicara dengan Rosna, tampak akrab. Maryam teringat kalau Rosna memang pernah jadi anggota Adventure, tidak heran jika gadis itu cukup akrab dengan Marco. Sekarang Rosna sudah tidak aktif di organisasi kampus, capek dan menghabiskan uang, begitu katanya.Maryam menutup kembali pintu kamarnya, kemudian membaca buku yang menjadi sumber pustaka untuk skripsinya. Mencatat beberapa kalimat yang dianggap penting. Dia menoleh ke arah pintu saat ada yang mengetuk. Maryam mengira rekan sekamarnya yang datang.“Masuk aja, Tin.”“Mbak, ini aku, Rosna.”Maryam membuka pintu, di depan kamarnya ada Rosna dan Marco.“Mbak, kita makan sea food, yuk! Ada warung sea food baru dibuka dekat sini. Bang Marco ngajakin ke situ.” ujar Rosna.Maryam terdiam.“Ayolah!” Kali ini Ma
Marco menepati janjinya, di hari Minggu pagi dia datang ke kampus untuk memberi pelatihan memanjat climbing wall. Ternyata peminatnya banyak, bukan cuma puluhan orang ikhwan aktivis masjid yang pengin berlatih memanjat, ada juga beberapa orang dari organisasi Menwa. Dan tentu saja para anggota Adventure yang latihan rutin. Karena terlalu banyak peserta pelatihan, Marco menelepon Cepi untuk membantunya.Cepi tiba di kampus, tercengang melihat banyak wajah baru yang mau latihan climbing.“Mereka dari aktivis masjid kampus, sama Menwa.” ujar Marco.“Latihan gabungan maksudnya?” tanya Cepi.Seorang ikhwan bicara. “Iya Bang. Persiapan buat pembersihan total terhadap kubah majid, dinding menara, dan bagian yang tinggi, yang selama ini sulit dijangkau dan nggak pernah dibersihkan.”“Kita baru tersadar sama kondisi bagian atas masjid kampus, saat Bang Marco memanjatnya buat membersihkan menara. Masjid itu milik bersama. Jadi urusan kebersihannya pun tanggung jawab bersama. Jangan sampai terul
Marco bicara “Nggak mungkin para wartawan itu mau nongkrong di kampus ini terus-terusan. Kalau mereka sudah pergi, nanti saya juga bisa pulang.”Binsar tersenyum lebar. “Jangan meremehkan wartawan. Mereka tahan nongkrong di markas saya hingga tengah malam, hingga subuh, hingga pagi lagi, untuk mencari berita. Mereka akan terus berada di sumber berita. Kalau sudah capek, mereka bakal gantian dengan rekannya, untuk berburu berita. ”Marco saling pandang dengan Cepi.“Ya sudah, berarti saya harus pergi dari sini secepat mungkin, menerobos kerumunan wartawan.” ujar Marco.Saat itu Binsar melihat seorang mahasiswa yunior yang bertubuh sama jangkung dengan Marco. “Dia saja yang keluar, tapi pakai jaket punya Marco. Pinjamkan motor sama dia. Bagaimana, kamu berani?” tanya Binsar pada mahasiswa yunior itu.“Iya, oke, saya mau pura-pura jadi Bang Marco, biar Bang Marco bisa pergi dari kampus dengan aman.” jawab mahasiswa jangkung itu, dia salah seorang aktivis masjid kampus.Lantas Marco sendi
“Maryam, aku perlu bicara serius dengan kamu.” ujar Marco saat menghadang Maryam yang baru keluar dari ruang dosen pembimbing skripsinya.“Oooh… tentang apa?” tanya Maryam, sambil terus berjalan menuju markas dakwah kampus di samping masjid. Biasanya Marco tidak akan membuntutinya hingga ke tempat itu. Namun, kali ini dugaan Maryam meleset, ternyata Marco ikut masuk ke markas dakwah itu. Marco mengamati beragam kertas berisi pengumumam dan rencana kerja yang tertempel di dinding. Maryam lebih heran lagi, saat beberapa orang mahasiswa aktivis dakwah yang masuk ke markas itu, lantas malah ngobrol akrab dengan Marco. Entah apa yang diobrolkan, dan entah bagaimana obrolan mereka bisa tersambung. Setelah para ikhwan itu pergi, Marco bicara. “Kalau kuamati, kayaknya kamu sengaja menghindari aku sejak aku keluar dari tahanan polisi.”Maryam tak menjawab, wajahnya malah sama sekali tidak menghadap ke arah lawan bicara. Dia duduk sembari menekuni ponselnya, melihat media sosial. Sedangkan
Dua foto, dua wajah, terpasang di dinding. Ipda. Binsar Siagian yakin, salah satu foto sudah cukup lama tergantung di dinding, dan foto yang satunya mungkin baru dua bulan menjadi penghuni dinding homebase Adventure. Foto yang dimaksud adalah foto orang-orang yang pernah menjadi komandan Adventure, yaitu Marco dan Raymond.Ketika Ipda. Binsar memasuki homebase, dia melihat Marco sedang bicara dengan seorang mahasiswa yunior, yaitu yang tempo hari memakai jaket dan sepatunya untuk mengelabui wartawan. Si yunior itu sedang mengembalikan barang-barang milik Marco. Ipda. Binsar tidak langsung mendekati mereka, dia memilih untuk melihat-lihat beberapa foto kegiatan UKM Adventure yang terpasang di salah satu dinding.“Makasih Bang. Kebetulan ana lagi nabung buat beli sepatu. Alhamdulillah dapat hibahan dari Abang.”“Iya, mudah-mudahan sepatunya awet ya.”“In syaa Allah awet Bang, sampai ana lulus nanti, mudah-mudahan ana nggak perlu beli sepatu lagi.”Mahasiswa yunior itu meninggalkan homeb
Binsar bertutur. “Ya, ada seseorang yang bersaksi melihat Silvi membubuhkan sesuatu ke dalam jus alpukat. Sekarang kita pikir pakai logika. Kalaupun misalnya Silvi punya niat membunuh Marco, Silvi belum lagi mempersiapkannya. Hari itu Silvi baru saja kehilangan pistol, dan saya yakin pada hari itu dia belum menemukan lagi cara untuk membunuh. Jadi bukan Silvi pelakunya. Itulah sebabnya, Silvi tidak ditahan. Urusan pistol, belum ada bukti konkret jika Silvi pemiliknya.”Maryam melirik ke arah Marco, lantas melirik pada Binsar. “Jadi … Marco bisa bebas, bukan karena kesaksian seseorang yang melihat Silvi membubuhkan ….”“Itu kesaksian halu.” Binsar tersenyum lebar. “Jadi racun itu dari mana?” tanya Marco.“Menurut saya, racun itu sudah ada dalam jus alpukat, saat jus itu diantar ke homebase!” tandas Binsar.“Kalau begitu, balik lagi ke tuduhan awal. Aku lagi yang paling dicurigai menaruh racun itu!” keluh Marco.“Sorry Marco, tapi kita harus membicarakannya dengan pikiran terbuka dan
Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua
Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su
Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.
Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada
Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p
Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam
“Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu
Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger
Udara pagi yang sejuk dan segar, di bawah kerindangan pepohonan di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan anak dari TKIT Bunga Bangsa dengan ceria mengikuti Adventure Kids Camp. Beberapa guru dan pendamping dari TK itu ikut menemani murid-muridnya, mengawasi jika ada murid yang cedera. Walaupun sebetulnya sangat kecil kemungkinan anak-anak itu mengalami cedera saat mengikuti outbound, karena beberapa orang instruktur dari arena outbound itu mengawasi mereka dengan seksama.Acara outbound memang ada dalam jadwal TKIT Bunga Bangsa. Dua bulan sekali anak-anak dibawa ke arena outbound di beberapa lokasi, tentu saja yang masih berada dekat dengan Kota Bandung. Sebulan lalu pihak TKIT menerima brosur dari Adventure Kids Camp, berikut tawaran untuk datang ke camp itu, ada diskon yang cukup besar, karena camp itu baru dibuka. Kepala TKIT memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ternyata arena camp baru itu cukup menyenangkan.Tidak ada paksaan jika pihak orang tua tidak mengizinkan anakny