Home / Romansa / Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah: Chapter 51 - Chapter 60

80 Chapters

51. Berharap, Bersiap

Aku baru saja selesai berganti baju dengan seragam di ruang loker saat tiba tiba sosok yang paling ingin aku hindari datang menghadang. Dadaku masih diliputi begitu banyak amarah bila melihat wajahya, apalagi jika mengingat apa yang telah ia lakukan padaku tempo hari. Aku tak pernah merasa sebenci ini pada seseorang di dalam hidupku. Sangat benci sampai rasanya aku ingin memukulnya, atau mencakarnya, atau bahkan membunuhnya dengan tanganku sendiri. Tapi tentu saja aku tak akan melakukan perbuatan keji itu. Setidaknya aku masih memiliki hati. “Fi,” Aku mundur dua langkah saat mas Jeremy maju untuk mendekat. Tangannya yang terulur dan mencoba menggapaiku terhenti di udara begitu aku menggeleng keras. “Pergi.” Aku berpaling. Demi tuhan, aku benar benar tak ingin melihat orang ini lagi. Tidak sekarang saat aku masih diliputi ketakutan dan juga kebencian yang hampir membuatku gila. “Fi, aku Cuma mau minta maaf …” Suaranya terdengar memohon. Begitu memelas. Aku tak bisa melihat eksp
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

52. Membuka

Ada jemari yang mencoba menggantikan tanganku yang sedang bekerja melepaskan pengait bra. Dan tubuhku tersentak begitu kudapati ternyata mas Suryo pelakunya. Pria itu entah sejak kapan ikut masuk kedalam kamar mandi, tau tau sudah berdiri tepat di belakangku. Tubuhnya bahkan tak terbalut apapaun, celana yang semula dipakainya telah tanggal dan terlihat sudah teronggok di keranjang pakaian kotor. Ternyata dari tadi aku melamun. “Mas ngapain?” tanyaku saat kurasakan tangannya mulai memelorotkan tali bra dari pundak. Aku langsung menahan cup bagian depan yang menggantung longgar agar tetap melindungi dadaku dari sepasang mata sang suami yang membakar. “Mau ikut, seharian belum mandi.” Satu kecupan mendarat di bahu bersamaan dengan lengannya yang melingkari perut. Aku langsung menggeliat karena merasakan tubuhnya menempel dengan sempurna di belakangku. Strukstur otonya yang padat menggesek punggungku, menyalurkan kehangatan yang perlahan berubah menjadi panas. “Kan bisa gantian, Ma
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

53. Sembuhkan Aku Dengan Sentuhanmu

Melepaskan pagutan dari bibirnya aku menatap mas Suryo dengan tekad bulat untuk membuka rahasia yang telah beberapa hari ini kupendam sendirian. Aku mencoba mengeluarkan segenap keberanian yang kupunya meski sebenarnya tak seberapa. Tentu saja ketakutan akan bagaimana akhirnya masih menghantuiku. Namun melihatnya yang terus menyalahkan diri sendiri itu lebih menyakitkan bagiku. “Sebenarnya … a-aku—aku hampir diperkosa,” Meski mengucapkannya dengan mantap namun aku bisa merasakan bahwa tanganku yang berada di pipinya gemetaran. Saat aku mencoba menarik lenganku untuk kusembunyan di atas pangkuan mas Suryo lebih dahulu meraihnya. Jemariku yang terkepal erat ia buka dengan perlahan sebelum ia genggam dengan lembut. “Siapa?” tanyanya sembari membawa punggung tanganku menuju bibirnya untuk diberi kecupan yang lama dan dalam. Menghilangkan rasa gigilku oleh kehangatan sentuhannya. ”Siapa yang berani melakukan itu?” Aku menangis dengan kencang. Menghambur ke dalam pelukannya dan menyemb
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more

54. Obatku Adalah Cintamu

Aku sadar bahwa jika hanya saling memakan bibir seperti ini bukanlah sentuhan yang membuatku takut. Aku masih bisa menikmati dan membalasnya meski tak begitu bisa mengimbangi kelihaian mas Suryo dalam mencium. Tentu saja pria berpengalaman sepertinya memiliki tinggi level yang berbeda denganku yang bahkan baru kali ini menjalin hubungan sampai sejauh ini. Pria ini adalah orang pertama yang benar benar aku cintai dan membiarkan menyentuhku dengn bibirnya sampai aku terbuai seperti ini. Pria pertama yang mendapatkan kecupan pertamaku, pria pertama yang memperoleh pelukanku seerat ini, pria pertama yang menguasai semua bagian otakku hingga hanya ada namanya yang terukir indah di sana. Dia benar benar pertama dan aku berharap selalu menjadi yang pertama. Cukup lama kami saling mencium satu sama lain sebelum tiba tiba pria itu bangkit untuk duduk. Aku terhenyak saat kedua tangannya dengan mudahnya mengangkat tubuhku untuk dibawa ke atas pangkuannya. Tanpa sadar aku melepaskan tautan bib
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more

55. Malam Kelam Sang Pelakor

Mas Suryo sudah pergi sejak sejam yang lalu. Dan aku masih diliputi kebahagiaan yang membuncah di dalam dada jika mengingat apa yang sudah kami lakukan tadi. Kenyataan bahwa aku tak ketakutan, bahwa kenangan buruk itu sama sekali tak melintas di pikiranku, bahwa sekarang aku baik baik saja dengan sentuhan yang mas Suryo berikan. Sungguh itu semua membuat aku sangat bahagia. Oh tuhan, betapa bersyukurnya aku. Tinggal selangkah lagi dan kami bisa menyempurnakan pernikahan kami. Mengingat itu membuatku terus berdebar debar. Bibirku pun menjadi sulit sekali kucegah agar tak tersenyum. Untung saja di dalam kamar ini aku sendirian, jika ada yang melihat kondisiku sekarang mungkin aku akan dikira sudah gila. Mas Suryo bilang selesai dari melayat nenek Adrian yang meninggal tadi sore itu ia akan langsung pulang kemari. Ia juga berpesan padaku agar tak usah menunggunya karena mungkin ia akan lama. Kabarnya nenek dari koh Ari itu akan langsung dimakamkan pada malam ini juga. Jadi bisa dipasti
last updateLast Updated : 2024-11-16
Read more

56. Terjun

Jembatan panjang ini terlihat lengang. Mungkin karena sudah dini hari jadi taka da kendaraan yang lewat. Hanya satu dua itu pun meluncur dengan kecepatan tinggi seperti sedang balapan, sebuah kesempatan langka berkendara di jalanan aspal yang sepi, sangat berbeda di siang hari yang tentu saja akan penuh dan ramai. Makanya beberapa orang memilih untuk menikmati keadaan itu dengan menancap gas dalam dalam agar cepat sampai di tujuan. Sesudah satu kendaraan itu lewat tak ada lagi suara kecuali jangkrik dan hewan malam lainnya yang menemaniku. Jika di waktu normal, biasanya aku pasti sudah ketakutan karena sendirian di tempat sepi. Tapi malam ini berbeda. Tentu saja sangat berbeda karena yang aku rasakan sekarang hanyalah kekosongan. Kekosongan yang hampir membuatku gila karena sebenarnya pikiranku penuh dan serasa mau pecah. Angin berhembus dengan kencang membuat rambut dan pakaian tipis—yang sudah kusut, kotor dan sangat berantakan—berkibar kibar seperti bendera di tiang besi depan
last updateLast Updated : 2024-11-17
Read more

57. Bermalam Di Penginapan

Tapi bagaimana ini? Bagaimana jika akhirnya Adrian tau siapa aku sebenarnya. Bahwa aku tidaklah sebaik yang ia kira selama ini. Bahwa aku hanyalah wanita yang dengan kesadaran penuhnya menjadikan diriku sendiri sebagai selingkuhan. Aku membiarkan diriku sendiri menjalani sebuah kisah asmara terlarang dengan menjadi kekasih gelap lelaki yang sudah beristri. Aku pelakor. Aku perusak rumah tangga orang lain. Aku pendosa. Aku orang jahat. Aku wanita tak bermoral. Aku manusia paling hina! Ya tuhan, bagaimana jika kebenaran terungkap dan satu satunya orang yang mau memberiku pelukan akhirnya berballik meludahiku? Bagaimana jika ia nanti tau semua perbuatanku ini, ia kemudian masuk kedalam deretan orang orang yang membenciku? Bagaimana jika akhirnya orang yang aku harap bisa mengulurkan tangannya untuk menolongku malah berbalik dan mendorongku ke dalam jurang? Harus bagaimana lagi aku akan menjalani hidup jika semua itu terjadi? Aku sudah hancur sekarang dan aku tak mau menjadi bertamb
last updateLast Updated : 2024-11-18
Read more

58. Hodie, Obat Dan Hujan

Menyapu pandangan pada seisi kamar, aku baru menyadari bahwa Adrian tak berada di sini. Aku hampir beranjak untuk bangkit dari ranjang ketika tiba tiba pintu terbuka dan pemuda yang kucari datang memasuki kamar. Kedua tangannya menenteng beberapa kantong yang tak aku tau isinya apa. “Dari mana?” tanyaku saat ia datang mendekat. “Keluar beli sarapan. Mbak udah lama bangun?” “Baru saja.” Cowok itu tersenyum dan duduk di atas kasur tepat di depanku yang memilih bersandar pada kepala ranjang. Aku hanya diam saja saat matanya menyusuri tiap bagian wajahku dengan tatapanya yang sedih. Saat tangannya terkepal dengan erat aku langsung meraihnya dan menggenggamnya lembut agar amarahnya yang mulai timbul bisa mereda. “Aku enggak apa apa, Dri.” “Enggak apa apa gimana? Pada luka begini …” Aku tersenyum sembari menggeleng saat kedua matanya berkaca kaca. Sekarang Adrian terlihat seperti anak kecil yang menahan tangis karena melihat ibunya sakit. “Aku pantas mendapatkan ini semua.” Kami
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

59. Icip-Icip

“Jadi semua ini ulah Melinda?” Aku mengangguk dan mencoba tak memperdulikan Adrian yang menyebut nama orang yang lebih tua tanpa embel embel yang lebih sopan. Aku malah menundukan kepala dan meremas selimut kuat kuat ketika mengingat bagaimana teganya mbak Melinda memperlakukanku semalam. Begitu tak manusiawi, penuh dengan kekejaman. “Terus si Suryo ke mana waktu Mbak dipikulin sampai kayak gini? Minggat kemana itu orang?!” suaranya terdengar begitu berapi api. Aku tau Adrian sangat marah sekarang. Dan entah mengapa kemarahannya ini membuat hatiku lagi lagi tersentuh. “Enggak tau.” “Apa?” “Dia datang sebentar terus pergi bawa mbak Melinda.” Adrian menatapku tak percaya, “Cowok macam apa itu?! Harusnya yang ditolongin lebih dulu itu mbak sebagai korbannya. Bukan malah istrinya yang bar bar itu.” Aku juga berharap seperti itu. Saat ia tiba tiba datang semalam, aku ingin ia menolongku, melindungiku. Memelukku dengan erat dan membelaku di depan semua orang. Bukannya malah pergi d
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

60. Kepergok Di Dalam Kamar

Seperti yang adrian katakan tadi siang, sore ini ia akan membawaku ke rumahnya. Aku sudah beberapa kali beusaha menolaknya karena ddemi tuhan, aku sangat tak enak dengan koh Ari ataupun keluarganya yang lain. Mereka sedang dalam keadaan berkabung dan tak sepantasnya aku bertamu sekarang—atau menumpang? Tapi tentu saja sifat keras kepala Adrian memang sulit sekali berubah. Sifat pemaksanya juga seenaknya muncul dan mau tak mau aku pun akhirnya pasrah. Soalnya ia sempat mengancamku akan menangis berguling guling di jalanan jika aku tak menurutinya. Itu ancaman yang konyol namun siapa tau Adrian serius dengan ucapannya. Aku tak mau menanggung malu karenanya. Pukul setengah lima kami memasuki halaman rumah besar berlantai dua. Sebelum turun aku mencoba menghentikan Adrian dan meminta untuk mengantarkanku ke terminal. Aku masih merasa ragu untuk bertandang ke rumah keluarga yang sedang berduka ini. Sepertinya aku lebih baik pulang ke kampung saja. Meskipun wajahku sangat buruk sekarang,
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status