All Chapters of Identitas Tersembunyi Suami Cacat: Chapter 71 - Chapter 80

114 Chapters

71. Tak Kunjung Padam

“Mas..” panggil wanita itu ragu-ragu. Ia mencoba menggeliat namun malah merasakan benda keras menyentuh bokongnya. Raina menengadah, ingin mencari tahu seperti apa ekspresi sang suami saat ini. “Iya, sayang?” Bisik Jovian dengan suara rendah dan berat, sarat akan hasrat. Manik cokelat madu pria itu menatap sang istri, syahdu. Begitu memabukkan. Hingga protes dalam benak Raina hilang begitu saja. Jovian merunduk, membungkam bibir wanita itu yang masih terbuka setengah. Memberikan ciuman panas yang membuat Raina kesulitan bernapas. Sementara tangan pria itu dengan lihai mengikat simpul yang tepat menyentuh kuncup sensitif sang istri. Hingga tiap kali Jovian menarik tali, atau ketika tubuh Raina menegang karena rangsangan, membuat serat-serat kasar tali menggesek bagian intimnya. Menghantar gelenyar kenikmatan yang menjalar hingga ke ujung kuku wanit
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more

72. Canggung

Dengan perubahan strategi pada proyek Sakala Nusa, Vanya dan Raina dipaksa bekerja lebih keras dari biasanya. Hari-hari mereka penuh dengan susunan rencana marketing baru, pengawasan ketat pada pengerjaan, serta memastikan pengadaan bahan baku lancar agar tenggat waktu tidak kembali meleset.Dua saudari itu, mau tak mau, harus menanggalkan sengketa di antara mereka sementara. Demi kelancaran proyek besar ini, mereka harus bekerja sama, menanggalkan ego masing-masing dan fokus pada tugas.Sang kakak, yang kerap memperlihatkan ketegasan tak kenal kompromi, terbukti mampu bertindak profesional. Mengesampingkan rivalitas dengan Raina dan melibatkan adiknya dalam diskusi-diskusi penting. Di sisi lain, Raina berusaha sebisa mungkin untuk mendukung keputusan-keputusan Vanya.Semakin dekat dengan pesta pembukaan hotel, intensitas pekerjaan mereka kian meningkat. Keduanya bolak-balik antara kantor dan lokasi proyek, memastikan semua berjalan sesuai rencana.“Loh, Bu Raina mau ke mana? Sudah mau
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

73. Kecelakaan Tragis Di Lokasi Konstruksi

Kedua saudari itu serentak menoleh, mata mereka mandapati sosok pria kurus berdiri tak jauh. Sinar matahari senja yang menerobos celah-celah konstruksi mempertegas bayangannya. “Mas Aksa!” Seru Vanya, wajahnya seketika berubah cerah, melihat sang kekasih datang. “Kamu dari mana aja, Mas? Aku dari kemarin mencarimu.” Suaranya penuh kelegaan. Tanpa merasa curiga, wanita itu menghampiri Aksa. Langkah kakinya ringan ketika ia menghampiri pria itu, seolah seluruh beban yang menekannya selama ini tiba-tiba sirna. Namun, sesuatu mengusik benak Raina. Ada kejanggalan pada cara Aksa berdiri, goyah dan tidak seimbang. Matanya yang kosong dan lingkaran gelap di bawahnya menandakan kelelahan ekstrem. Wajah pria itu lusuh, penuh bayangan kelam, seakan belum pernah bersentuhan dengan air dalam beberapa hari terakhir. Napasnya pendek dan terengah-engah, seperti binatang terluka yang siap melancarkan serangan terakhir. Pe
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

74. Dia Nggak Pantas Kamu Tangisi!

“Biarkan aku mencicipimu terlebih dahulu, Ray,” ucap Aksa, suaranya sarat akan nafsu. Namun Raina lebih sigap. Dengan dorongan adrenalin yang meledak-ledak, ia mengangkat kaki dan menendang selangkangan pria itu sekuat tenaga. “Arrgh!” Jerit Aksa menggelegar di ruangan kosong itu. Wajahnya terpelintir kesakitan, tangan kirinya meraih ke arah yang terluka. “Sialan! Bangsat!” Sumpah serapah terlontar dari bibir sang pria dengan suara serak. Tak membuang waktu, Raina menarik lengan Vanya yang masih terduduk kaget dan mengajaknya berlari secepat mungkin. Namun, Aksa, dalam posisi setengah berlutut, masih diliputi amarah membara, mengayunkan belati di tangannya dengan gerakan liar. Satu tebasan meleset, tapi serangan berikutnya tak terhindarkan. Bilah tajam
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

75. Penyelamat Datang

“Kalian tidak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup!” Aksa tak memberi mereka waktu untuk mencerna informasi yang baru saja diungkap. Secepat kilat, pria itu menerjang maju dengan belati terangkat tinggi, maniknya memancarkan kegilaan yang tak terbendung. Serangannya terarah pada Vanya, tampaknya berpikir bahwa kondisi sang kakak lebih lemah dibandingkan Raina. “Mbak Vanya!” Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, sang adik melemparkan tubuhnya ke depan, menabrak wanita lebih tua yang masih terpaku dan mendorongnya menjauh dari bahaya. Bilah tajam itu melesat, namun tak sepenuhnya meleset. Ujung belati berhasil menyerempet pundak Raina, meninggalkan sayatan yang langsung mengeluarkan darah. Cairan merah pekat meresap cepat ke kain kemejanya, mengalir pelan hingga terasa hangat di kulit.
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

76. Film Bisu

“Bos!”Seruan panik terdengar di tengah situasi yang semakin mencekam. Sosok-sosok bertubuh besar bergegas menghampiri. Derap langkah berat mereka bergema di antara pilar beton yang menjulang.Raina hanya mampu melihat dengan mata terbelalak saat dua anak buah Tama menyerbu dan merenggut Aksa. Teriakan pria itu terhenti seketika, senjata yang dipegangnya terlepas, jatuh dan berputar di atas lantai yang dingin.“ARGH! Lepaskan aku! Apa kalian tahu siapa aku?!” erang Aksa, sambil memberontak.“Diam!” Guntur membalas dengan sahutan yang tak kalah nyaring. Menekan pria itu ke tanah.“Mas Aksa…“ Vanya tiba-tiba terkulai lemas, pingsan dalam pelukan sang adik. Mungkin karena syok yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan.Sementara itu, tubuh Raina sendiri kaku, tak sanggup bergerak. Jika bukan karena Tama yang muncul dan membantu menopangnya, ia tak yakin bisa meninggalkan tempat itu dengan kakinya sendiri.Bulir-bulir merah pekat masih menetes dari luka di pundaknya, menodai kulit
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

77. Percakapan Dengan Kakek

Melalui ekor matanya, Raina menangkap jemari Jovian yang semakin erat menggenggam setir. Otot-otot lengan pria itu terlihat jelas saking tegangnya. “Anak buah Tama gagal menangkapnya. Ternyata pria itu lebih lihai melarikan diri dari yang kita duga,” ujar Jovian, suaranya rendah dan sarat akan frustrasi. Seketika tubuh Raina menegang. Jadi…orang gila yang mengancam akan membunuh dirinya dan Vanya masih berkeliaran dengan bebas? Ingatan akan kejadian mengerikan di lokasi konstruksi kembali menyergap pikirannya, mengirimkan gemetar halus yang menjalari jari-jemarinya. Bagaimana jika insiden itu terulang? Bayangan Vanya yang terjatuh dan Tama yang terluka memenuhi benaknya. Usapan lembut Jovian pada punggung tangannya menyadarkannya dari lamunan kelam. “Ray, tidak perlu takut. Aku akan melindungimu,
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

78. Mengunjungi Tama

“Mas Jovian tidak miskin, Kek. Dia bahkan punya rumah mewah yang menyaingi kediaman Hartanto,” bantah Raina. Perkataan itu seolah menjadi tameng untuk melindungi keyakinannya terhadap sang suami. Sang sepuh mendecih, alisnya yang tebal menyatu dalam ekspresi skeptis. “Mungkin saja dia hanya menipumu, Ray. Kamu harus segera meninggalkannya. Ada sesuatu yang tak beres tentangnya,” ucap Kakek, nada bicaranya rendah tapi penuh penekanan. Lagi-lagi, Raina merasakan debaran tak nyaman di dada. Ucapan sesepuh itu menorehkan rasa tak menentu dalam sanubarinya. Seolah ada kenangan terpendam yang berusaha menyeruak ke permukaan. Sebelum sempat Raina memberi jawaban, Kakek mengibaskan tangannya, tanda bahwa ia tak ingin mendengar sanggahan lebih lanjut. “Cukup. Jangan bicarakan dia lagi. Sebaiknya, kamu kunjungi kakak-kakakmu. Terutama Tama, dia terus-terusan menanyakan kabarmu,”
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

79. Dunia Runtuh

Manik Tama menatap lurus ke arah adiknya, seolah sedang mempertimbangkan jawaban yang akan ia berikan. Hening sejenak, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Raina merasa bersyukur kakaknya datang di saat genting, menyelamatkan hidupnya dan Vanya. Pun begitu, perasaan ganjil menggelayuti benaknya. Tama bukanlah sosok yang sering mengunjungi lokasi proyek. Keputusan sang kakak untuk datang hari itu jelas memiliki alasan lain. “Aku memang sengaja datang untuk menemuimu,” akhirnya Tama berbicara, memecah keheningan. Ia meraih satu puffertjes dari piring di hadapannya, gerakannya lambat dan tertahan, mencerminkan kondisi tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih. Dahi sang adik berkerut, rasa ingin tahunya semakin dalam. “Kenapa Mas Tama nggak menghubungi aku dulu? Bagaimana kalau aku sedang di kantor? Ata
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

80. Tidak Cukup

Entah berapa lama waktu berlalu sebelum napas Raina akhirnya kembali normal. Dada yang semula bergemuruh kini mulai tenang, meski wajahnya masih seputih kertas. Tatapan mata wanita itu, yang dulu menyala terang, kini meredup seperti bara api nyaris padam. Udara dingin di dalam ruangan menyelusup ke kulit, membuat bulu kuduknya berdiri.Setelah hening panjang, suara Tama memecah keheningan. “Kalau kamu ingin lepas darinya, aku akan membantumu,” pria itu menawarkan. Suaranya terdengar tegas namun penuh perhatian.Namun wanita itu malah menatap sang kakak dengan mata yang kosong. Pikirannya seakan tertutup kabut tebal, menolak bekerja sama. ‘Apa maksud Mas Tama?’ gumamnya dalam hati, gemetar.Tama mendesah, melirik ke arah jendela yang diselubungi tirai setengah terbuka. Sinar matahari sore menyusup melalui celah, menciptakan garis-garis cahaya yang tumpah di lantai.“Akan sulit bagimu untuk lari dari Jovian seorang diri, Ray,” ucap Tama, suaranya rendah, hampir seperti bisikan yang penuh
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status