Share

79. Dunia Runtuh

Penulis: Ayria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-09 19:05:29

Manik Tama menatap lurus ke arah adiknya, seolah sedang mempertimbangkan jawaban yang akan ia berikan. Hening sejenak, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar.

Raina merasa bersyukur kakaknya datang di saat genting, menyelamatkan hidupnya dan Vanya. Pun begitu, perasaan ganjil menggelayuti benaknya.

Tama bukanlah sosok yang sering mengunjungi lokasi proyek. Keputusan sang kakak untuk datang hari itu jelas memiliki alasan lain.

“Aku memang sengaja datang untuk menemuimu,” akhirnya Tama berbicara, memecah keheningan. Ia meraih satu puffertjes dari piring di hadapannya, gerakannya lambat dan tertahan, mencerminkan kondisi tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih.

Dahi sang adik berkerut, rasa ingin tahunya semakin dalam. “Kenapa Mas Tama nggak menghubungi aku dulu? Bagaimana kalau aku sedang di kantor? Ata

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   80. Tidak Cukup

    Entah berapa lama waktu berlalu sebelum napas Raina akhirnya kembali normal. Dada yang semula bergemuruh kini mulai tenang, meski wajahnya masih seputih kertas. Tatapan mata wanita itu, yang dulu menyala terang, kini meredup seperti bara api nyaris padam. Udara dingin di dalam ruangan menyelusup ke kulit, membuat bulu kuduknya berdiri.Setelah hening panjang, suara Tama memecah keheningan. “Kalau kamu ingin lepas darinya, aku akan membantumu,” pria itu menawarkan. Suaranya terdengar tegas namun penuh perhatian.Namun wanita itu malah menatap sang kakak dengan mata yang kosong. Pikirannya seakan tertutup kabut tebal, menolak bekerja sama. ‘Apa maksud Mas Tama?’ gumamnya dalam hati, gemetar.Tama mendesah, melirik ke arah jendela yang diselubungi tirai setengah terbuka. Sinar matahari sore menyusup melalui celah, menciptakan garis-garis cahaya yang tumpah di lantai.“Akan sulit bagimu untuk lari dari Jovian seorang diri, Ray,” ucap Tama, suaranya rendah, hampir seperti bisikan yang penuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   81. Hampa

    Mendengar pertanyaan itu, Raina menggeleng cepat, namun tetap tidak membuka mulut.“Kalau kamu mau, kamu bisa menginap di salah satu apartemenku. Guntur tahu tempatnya, dia akan-”“Aku butuh waktu sendiri, Mas.” Pada akhirnya Raina membuka mulut untuk menolak tawaran Tama.Sebenarnya, wanita itu belum tahu akan pergi ke mana. Namun ketika maniknya kembali menangkap perban yang masih melilit di wajah serta telapak tangan sang kakak, ia merasa enggan untuk menyeret pria itu lebih dalam. Rasa bersalah selalu menyelimutinya.Sudah cukup ia membuat Tama repot. Memintanya untuk mencari informasi, yang akhirnya melibatkan pria itu pada perkelahian demi perkelahian. Raina tidak ingin kakaknya kembali jatuh dalam marabahaya. Ia takut, kali berikutnya, Tama tidak bisa pulang dengan selamat.Manik cokelat sang kakak menatapnya dalam-dalam. Mempelajari ekspresi adiknya. Alisnya berkerut, bibirnya terbuka sedikit, seperti ingin membantah.Namun akhirnya, dia mengangguk, perlahan melepaskan genggama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   82. Nanti Kita Cerita Di Rumah

    Hujan turun semakin deras, mengisi udara malam dengan bunyi ritmis yang nyaris menenggelamkan suara-suara lain. Raina berdiri di pinggir trotoar, pakaiannya mulai basah oleh gerimis yang menembus blazer tipis.Kekeh getir terlepas dari bibir wanita itu. “Bahkan langit aja tahu perasaanku saat ini,” bisiknya pelan.Jalanan gelap, hanya diterangi oleh lampu-lampu jalan yang memancarkan bias kekuningan. Menciptakan bayangan panjang yang menggeliat seperti makhluk hidup.Sebuah sedan mewah berwarna hitam tiba-tiba berhenti di hadapan wanita itu. Genangan air memercik dari ban mobil, menampar pergelangan kakinya, dingin dan menusuk.Pun begitu, Raina belum bergerak. Maniknya terpaku pada pintu mobil yang terbuka dengan cepat. Seorang pria paruh baya keluar, wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran.“R

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   83. Tidak. Ini Tidak Mungkin

    “Non Raina, dipanggil Tuan Bram ke ruang kerjanya,” ujar seorang asisten rumah tangga dari balik pintu kamar. Suaranya rendah dan penuh hormat, nyaris tertelan oleh keheningan di dalam rumah.Raina menoleh, raut wajahnya yang semula tegang berubah menjadi tenang. “Aku segera ke sana,” balasnya.Sebelum melangkah pergi, ia meraih amplop cokelat yang tersimpan di dalam tas laptopnya. Jemarinya merasakan tekstur pembungkus yang kasar.Derap kaki wanita itu menggema di sepanjang lorong sepi. Udara malam yang menusuk tidak mampu mengusir aroma khas rumah itu—campuran kayu jati tua dan wangi mawar yang diatur dalam vas-vas porselen di sudut-sudut ruangan.Kediaman utama ini, yang dihuni Kakek serta keluarga Papa, berdiri megah dengan segala kemewahan yang menyelimutinya. Namun, area pribadi sang Kakek berada d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   84. Kenapa?!

    Diam dari sang ayah mengukuhkan kebenaran pahit yang baru saja Raina utarakan.Wajah sang anak memucat, ia mengerjap-kerjapkan matanya beberapa kali. Seakan berusaha mencerna kenyataan yang terlalu sulit diterima. Perasaan bercampur baur—amarah, kecewa, dan kesedihan—bergejolak dalam dada, memenuhi paru-parunya dengan udara yang sesak dan berat.“Jadi selama ini Papa diam saja?!” sergahnya. Suara Raina meninggi, menggema di ruang kerja yang sebelumnya hening. “Kenapa Papa nggak melakukan apa pun? Harusnya Papa menuntut Tante Ambar! Dia itu pembunuh, Pa! Dia harus dipenjara!”Papa tampak tertegun sesaat. “Jangan seperti itu, Ray. Dia Mamamu,” ucapnya dengan nada tidak enak, seolah berharap kata-kata itu dapat menghentikan kemurkaan putrinya.Alih-alih melunak, sang anak semakin berang mendengar kalimat pembelaan pria itu. Tubuhnya menegang, rahangnya mengeras. “Bukan!” balasnya dengan ketus, seolah menolak gagasan itu mentah-mentah. “Dia itu pembunuh!”Rasa sakit di pundaknya yang belum

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   85. Kamu Sudah Tahu Semua

    “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Raina, entah pada siapa.Pikiran wanita itu dipenuhi oleh pertanyaan yang tak berjawab, benaknya terasa penuh oleh pikiran-pikiran ruwet yang tak bisa ia uraikan. Dalam kelelahan yang menyiksa, Raina akhirnya terlelap, tangisnya mereda bersama dengan detak jantungnya yang perlahan kembali tenang.Esok paginya, suara ketukan ragu-ragu di pintu membangunakn wanita itu. Raina membuka mata dengan gerakan lambat, merasakan nyeri di kepala dan mata yang bengkak akibat menangis semalaman.“Non, ada tamu yang ingin bertemu,” suara salah satu asisten rumah tangga terdengar dari balik pintu, nadanya ragu-ragu.Dengan gerak lambat, perlahan Raina berusaha bangkit, tubuhnya terasa berat. Matanya menangkap bayangan dirinya di cermin—wajah yang kusut, mata bengkak, rambut acak-acakan, dan bibir yang kering. Ia terlihat seperti seseorang yang baru saja kalah dalam pertempuran panjang.Pandangannya beralih ke arah jam di atas meja belajar. Pukul 05.27.‘Sia

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   86. Kepalsuan

    “Kenapa, Mas?” suara Raina bergetar, lebih lirih namun penuh luka yang tertahan.Kata-kata itu meluncur sebagai kesempatan terakhir bagi suaminya untuk menjelaskan. Untuk mengungkap kebenaran yang selama ini ia tutupi dengan begitu rapat.Namun Jovian hanya berdiri diam, tak mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan ia tidak menatap Raina, pandangannya terarah pada rumpun lili lembah berwarna putih.Sang istri merasa amarah menyelinap, bercampur dengan kecewa yang membanjiri dada. Ironisnya, ia merasa akan lebih baik jika pria itu membantah, mencoba membujuknya dengan kata-kata lembut atau pelukan hangat, seperti yang biasa Jovian lakukan untuk meluluhkan hatinya. Tapi kali ini, yang wanita itu dapatkan hanya kebisuan menyakitkan.“Katakan sesuatu!” jeritnya, suaranya menggema di dinding-dinding kaca rumah kecil itu. “Katakan kalau ini semua hanya kesalahan! Kenapa kamu tidak menyangkalnya?! Tega sekali kamu melakukan itu, Mas?! Kenapa?!”Dada Raina kembali sesak, seperti dihimpit oleh beba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   87. Sandiwara

    “Ada mata-mata di kantor, Ray.”Kata-kata Tama tempo hari terngiang kembali di telinga Raina. Tubuhnya langsung menegang. Dari sudut tangga darurat, ia melihat Jainitra sedang berbicara di telepon, wajahnya terlihat serius dan penuh kehati-hatian.Wanita itu membekap mulutnya, menahan napas agar sang asisten tidak menyadari kehadirannya. Dengan langkah perlahan, ia mundur, mencoba menjauh tanpa membuat suara sedikit pun.Setelah berhasil kembali ke ruangannya, Raina segera meraih tasnya, dengan tangan gemetar. Ia keluar dari kantor secepat mungkin, melangkah dengan kepala yang serasa berputar-putar. Setiap langkah terasa berat, seolah kakinya tertarik ke bawah oleh beban yang tak terlihat.Begitu masuk ke dalam mobil, ia mengisyaratkan pada supir untuk segera menyalakan kendaraan. “Ke rumah, Pak,” ucapnya dengan suara pelan.“Baik, Non,” jawab Pak Darto, supir keluarga yang sudah lama mengabdi, dengan nada patuh.Sepanjang perjalanan, otak Raina berkecamuk.‘Tidak mungkin.’ Jainitra te

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   108. Kisah Jovian - Terjebak

    Semenjak malam-malam kelam dipenuhi oleh rasa bersalah yang menghantui pikirannya, Jovian mulai mempertimbangkan untuk menghentikan rencana balas dendamnya.Namun, perasaan itu menghimpit seperti kabut tebal—tak memberi ruang untuk napas. Tidak tenang, itu pasti. Tapi, bahkan jika ia ingin berhenti sekarang, apakah itu mungkin?Pria itu sudah kadung basah. Rencana ini bukan lagi sekadar tentang dirinya. Terlalu banyak yang ia seret ke dalam jalan gelap ini.“Kita tidak bisa tiba-tiba menghentikan rencana ini!” Suara serak seorang pria bertopi hitam memecah udara di ruang kecil itu. Matanya membelalak penuh amarah, tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya terlihat menonjol.“Kamu yang membujuk kami untuk melakukan ini, Jovian!” timpal seorang wanita paruh baya, wajahnya merah padam. Bibirnya bergetar,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   107. Kisah Jovian - Janji

    Kegelapan mengepung Jovian.Sejauh apa pun pria itu melangkah, hanya ada bayang-bayang hitam pekat yang mengikuti. Tak ada arah. Tak ada ujung. Hanya ketiadaan yang menyesakkan.Maniknya bergerak panik, mencari sesuatu, apa saja, yang bisa membantunya keluar dari kehampaan ini.Hingga akhirnya ia menangkap seberkas cahaya redup di kejauhan. Seperti lilin kecil yang berusaha bertahan di tengah badai. Dengan napas terengah, Jovian tertatih menghampirinya. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika sesuatu mencengkeram pergelangan kakinya.Terkesiap, ia menoleh. Di sana, sosok sang ayah, Haris, duduk bersimpuh di atas tanah yang retak dan kering. Jemari kurus pria itu mencengkeram celana Jovian dengan erat, seperti seseorang yang tengah tenggelam memohon pertolongan. Mata lelaki itu sayu, tapi penuh dengan harapan yang menyakitk

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   106. Kisah Jovian - Bencana

    “Sial!”Jovian menggebrak meja kayu di depannya, membuat tumpukan kertas serta kotak alat tulis di atasnya bergetar, nyaris terjatuh. Napasnya memburu, dada naik turun seolah tak mampu menahan luapan emosi yang bergolak di dalam diri. Pikirannya terus berputar, mengutuk dirinya sendiri.Rencananya sederhana—atau setidaknya itulah yang ia pikirkan. Ia hanya akan memantau gerak-gerik Ambar dari kejauhan. Lalu, ketika wanita itu bertindak ceroboh dan mencoba mencelakai Lilis, Jovian akan muncul sebagai penyelamat. Semudah itu, seperti pahlawan dalam cerita.Ia ingin membuat Bram, pewaris Hartanto Global Venture, berhutang budi padanya. ‘Dan pada waktunya,’ pikir Jovian, ‘Bram dan juga Adi akan membayar harga yang lebih mahal daripada sekadar penolakan mereka terhadap ayahku.’

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   105. Kisah Jovian - Sesuai Rencana

    Hujan deras mengguyur kota malam itu, membawa bau tanah basah yang samar menyusup ke dalam hidung Jovian. Dia berdiri di tepi jembatan tua, memandangi sungai yang mengalir deras di bawahnya.Tetesan air menetes dari ujung jaket hoodie-nya, jatuh ke aspal basah. Tangannya menggenggam erat ponsel kecil sekali pakai yang ia siapkan untuk mengerjakan misi rahasia.“Bahkan nggak ada satu minggu,” gumamnya sambil menyeringai.Deretan angka asing di layar gawai mulai berkedip—dering pertama, kedua, ketiga. Ia tahu siapa yang menghubungi. Jemarinya bergerak lambat, mengangkat panggilan.“Dari mana kamu mendapatkan informasi dalam amplop itu?” Suara seorang wanita terdengar dari seberang, tajam dan penuh emosi. Bahkan tanpa ucapan salam, nada Ambar sudah cukup untuk membuat sang pria puas.

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   104. Kisah Jovian - Keluarga ‘Lain’

    Kendaraan yang diikuti akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat sederhana. Jovian segera memperlambat laju motornya, mematikan mesin tanpa suara. Ia menghentikan kendaraannya di sudut yang gelap, cukup jauh agar tak mencurigakan, namun masih dapat melihat dengan jelas.“Jemput saya dua hari lagi. Saya tidak ingin diganggu saat ada di sini.”Samar-samar pria muda itu mendengar arahan Bram pada supirnya, di sela gemerisik angin yang membawa aroma embun malam. Suara itu terdengar lebih lembut dibanding di ruang naratetama tadi, seperti seseorang yang mendadak meninggalkan semua atribut kekuasaan setelah sampai di rumah. Lalu pria paruh baya itu membuka gerbang besi bercelah dengan hati-hati, seolah takut mengganggu keheningan malam yang pekat.Sang pria muda memperhatikan dengan seksama. Rumah itu berbeda dari bayangan masa lalu yang terekam kuat di

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   103. Kisah Jovian - Jangan Bicara Sembarangan

    Ditengah-tengah percakapan Jovian menaruh minuman limun milik Bram di atas meja lalu kembali ke tempatnya di balik bar kecil ruang naratetama.Manik Bram mendelik., menatap sang kawan dengan tajam. “Jangan berbicara sembarangan. Tentu saja Tama anakku. Apa kamu tidak lihat matanya yang sangat mirip dengan milikku!” geramnya.Gelak tawa Krisna memenuhi ruangan. “Santai saja, aku cuma bercanda. Semua orang tahu betapa Ambar terobsesi menunjukkan keharmonisan keluarganya. Mana mungkin dia berselingkuh.”Jovian, yang kembali menyajikan limun untuk Bram, menangkap ketegangan di wajah pria itu. Sebuah ekspresi yang sangat kecil, hampir tak terlihat, namun cukup untuk menandakan ada sesuatu yang salah. Dia menaruh gelas di meja dengan gerakan tenang, lalu kembali ke tempatnya di balik bar.Pria muda itu kini semakin lihai menyembunyikan emosi. Dia be

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   102. Kisah Jovian - Tamu Naratetama

    “Ayolah, Bram, kaku sekali kamu.” Seorang pria paruh baya berpostur besar merangkul temannya, menariknya dengan santai menuju ruang naratetama. Wajahnya penuh senyum lebar yang menyiratkan keakraban.“Sudah kubilang, aku tidak nyaman di tempat seperti ini,” sahut Bram, pria berkacamata yang berjalan ragu di sebelahnya. Ada garis-garis ketegangan di wajahnya, kontras dengan cara santai kawannya.“Terlalu banyak aturan hidupmu itu,” jawab si pria berjas abu-abu dengan nada bercanda, menepuk bahu Bram. “Kita hanya akan membahas bisnis, kok.”Nama ‘Bram’ itu bergaung di telinga Jovian. Familiar. Namun pemuda itu tetap memasang senyum tipis di wajah, menyambut mereka dengan sopan. “Selamat malam, Pak Krisna, Pak Bram. Selamat datang,” sapanya sambil sedikit membungkuk.

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   101. Kisah Jovian - Tekad

    Pria bercincin itu tiba-tiba mendekatkan tubuhnya ke arah pria mata keranjang, senyumnya samar tapi penuh misteri. “Aku dengar mereka pernah menjebak satu perusahaan dalam kasus korupsi besar-besaran,” katanya, suaranya kini lebih rendah, hampir seperti bisikan.Jovian, yang tengah sibuk memindahkan potongan keju dan daging ke atas piring, menegang tanpa terlihat. Tangannya tetap cekatan, tapi ia memastikan piring itu tidak gemetar saat diletakkan di meja. Wajahnya datar, persis seperti topeng yang selama ini ia kuasai. Meski begitu, telinganya tak melewatkan satu kata pun dari percakapan mereka.“Perusahaan yang dijebak itu…” Pria bercincin sengaja membuat jeda panjang, seakan menunggu perhatian sepenuhnya dari lawan bicaranya. Jemarinya memainkan cerutu sebelum ia melanjutkan. “Kabarnya mereka sampai bangkrut. Bahkan pemilik

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   100. Kisah Jovian - Kesempatan Baru

    “Anak muda…” Sebuah tepukan tiba-tiba mendarat di pundaknya.Jovian menoleh cepat, mendapati pria tambun dengan jas mahal yang tadi memintanya melayani tamu naratetama. Senyum pria itu masih sama, hangat tapi sarat intrik, seperti seorang penjudi yang baru saja memenangkan taruhan besar.“Kamu sudah mendengar banyak hal malam ini,” ujarnya pelan, hampir seperti bisikan. Sorot matanya menelusuri wajah Jovian, mencari jawaban di balik ekspresi tenangnya.Tubuh Jovian seolah membeku. Pernyataan itu menggantung di udara, seperti perangkap tak kasatmata yang siap menjeratnya.Tamu itu kembali terkekeh, suara tawanya serak dan sedikit berat. Sudah berjam-jam Jovian mendengar tawa itu, namun kali ini, ada sesuatu yang membuatnya semakin tak nyaman. Si pria muda menahan dorongan untuk bergeser menjauh.

DMCA.com Protection Status