Share

83. Tidak. Ini Tidak Mungkin

Penulis: Ayria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 19:35:31

“Non Raina, dipanggil Tuan Bram ke ruang kerjanya,” ujar seorang asisten rumah tangga dari balik pintu kamar. Suaranya rendah dan penuh hormat, nyaris tertelan oleh keheningan di dalam rumah.

Raina menoleh, raut wajahnya yang semula tegang berubah menjadi tenang. “Aku segera ke sana,” balasnya.

Sebelum melangkah pergi, ia meraih amplop cokelat yang tersimpan di dalam tas laptopnya. Jemarinya merasakan tekstur pembungkus yang kasar.

Derap kaki wanita itu menggema di sepanjang lorong sepi. Udara malam yang menusuk tidak mampu mengusir aroma khas rumah itu—campuran kayu jati tua dan wangi mawar yang diatur dalam vas-vas porselen di sudut-sudut ruangan.

Kediaman utama ini, yang dihuni Kakek serta keluarga Papa, berdiri megah dengan segala kemewahan yang menyelimutinya. Namun, area pribadi sang Kakek berada d

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   84. Kenapa?!

    Diam dari sang ayah mengukuhkan kebenaran pahit yang baru saja Raina utarakan.Wajah sang anak memucat, ia mengerjap-kerjapkan matanya beberapa kali. Seakan berusaha mencerna kenyataan yang terlalu sulit diterima. Perasaan bercampur baur—amarah, kecewa, dan kesedihan—bergejolak dalam dada, memenuhi paru-parunya dengan udara yang sesak dan berat.“Jadi selama ini Papa diam saja?!” sergahnya. Suara Raina meninggi, menggema di ruang kerja yang sebelumnya hening. “Kenapa Papa nggak melakukan apa pun? Harusnya Papa menuntut Tante Ambar! Dia itu pembunuh, Pa! Dia harus dipenjara!”Papa tampak tertegun sesaat. “Jangan seperti itu, Ray. Dia Mamamu,” ucapnya dengan nada tidak enak, seolah berharap kata-kata itu dapat menghentikan kemurkaan putrinya.Alih-alih melunak, sang anak semakin berang mendengar kalimat pembelaan pria itu. Tubuhnya menegang, rahangnya mengeras. “Bukan!” balasnya dengan ketus, seolah menolak gagasan itu mentah-mentah. “Dia itu pembunuh!”Rasa sakit di pundaknya yang belum

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   85. Kamu Sudah Tahu Semua

    “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Raina, entah pada siapa.Pikiran wanita itu dipenuhi oleh pertanyaan yang tak berjawab, benaknya terasa penuh oleh pikiran-pikiran ruwet yang tak bisa ia uraikan. Dalam kelelahan yang menyiksa, Raina akhirnya terlelap, tangisnya mereda bersama dengan detak jantungnya yang perlahan kembali tenang.Esok paginya, suara ketukan ragu-ragu di pintu membangunakn wanita itu. Raina membuka mata dengan gerakan lambat, merasakan nyeri di kepala dan mata yang bengkak akibat menangis semalaman.“Non, ada tamu yang ingin bertemu,” suara salah satu asisten rumah tangga terdengar dari balik pintu, nadanya ragu-ragu.Dengan gerak lambat, perlahan Raina berusaha bangkit, tubuhnya terasa berat. Matanya menangkap bayangan dirinya di cermin—wajah yang kusut, mata bengkak, rambut acak-acakan, dan bibir yang kering. Ia terlihat seperti seseorang yang baru saja kalah dalam pertempuran panjang.Pandangannya beralih ke arah jam di atas meja belajar. Pukul 05.27.‘Sia

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   86. Kepalsuan

    “Kenapa, Mas?” suara Raina bergetar, lebih lirih namun penuh luka yang tertahan.Kata-kata itu meluncur sebagai kesempatan terakhir bagi suaminya untuk menjelaskan. Untuk mengungkap kebenaran yang selama ini ia tutupi dengan begitu rapat.Namun Jovian hanya berdiri diam, tak mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan ia tidak menatap Raina, pandangannya terarah pada rumpun lili lembah berwarna putih.Sang istri merasa amarah menyelinap, bercampur dengan kecewa yang membanjiri dada. Ironisnya, ia merasa akan lebih baik jika pria itu membantah, mencoba membujuknya dengan kata-kata lembut atau pelukan hangat, seperti yang biasa Jovian lakukan untuk meluluhkan hatinya. Tapi kali ini, yang wanita itu dapatkan hanya kebisuan menyakitkan.“Katakan sesuatu!” jeritnya, suaranya menggema di dinding-dinding kaca rumah kecil itu. “Katakan kalau ini semua hanya kesalahan! Kenapa kamu tidak menyangkalnya?! Tega sekali kamu melakukan itu, Mas?! Kenapa?!”Dada Raina kembali sesak, seperti dihimpit oleh beba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   87. Sandiwara

    “Ada mata-mata di kantor, Ray.”Kata-kata Tama tempo hari terngiang kembali di telinga Raina. Tubuhnya langsung menegang. Dari sudut tangga darurat, ia melihat Jainitra sedang berbicara di telepon, wajahnya terlihat serius dan penuh kehati-hatian.Wanita itu membekap mulutnya, menahan napas agar sang asisten tidak menyadari kehadirannya. Dengan langkah perlahan, ia mundur, mencoba menjauh tanpa membuat suara sedikit pun.Setelah berhasil kembali ke ruangannya, Raina segera meraih tasnya, dengan tangan gemetar. Ia keluar dari kantor secepat mungkin, melangkah dengan kepala yang serasa berputar-putar. Setiap langkah terasa berat, seolah kakinya tertarik ke bawah oleh beban yang tak terlihat.Begitu masuk ke dalam mobil, ia mengisyaratkan pada supir untuk segera menyalakan kendaraan. “Ke rumah, Pak,” ucapnya dengan suara pelan.“Baik, Non,” jawab Pak Darto, supir keluarga yang sudah lama mengabdi, dengan nada patuh.Sepanjang perjalanan, otak Raina berkecamuk.‘Tidak mungkin.’ Jainitra te

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   88. Mimpi Buruk Tak Berkesudahan

    “Sepertinya, ada alasan lain kenapa Jovian menikahimu,” suara Tama terdengar rendah, nyaris seperti bisikan di tengah keheningan.Raina terdiam, tangan yang memegang ponsel terasa dingin. “A-apa maksudmu, Mas?” bisiknya dengan gugup.“Anak buahku mendengar desas-desus tentang Sindikat Sinara,” Sang kakak melanjutkan, suaranya terdengar semakin dalam, seolah menggema langsung di dalam kepala Raina. “Organisasi itu tidak hanya sekadar mengelola informasi. Mereka mengincar grup-grup besar, mendekati target mereka dan membuatnya percaya, mengorek semua rahasia yang dibutuhkan. Dan ketika waktunya tiba… mereka menghancurkan target tanpa ampun.”Tenggorak sang adik tercekat. Seperti ada batu besar yang menyangkut di sana. Matanya membelalak kosong ke arah dinding kamarnya, tapi pikirannya bising, mencoba mencerna semua yang baru saja didengar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   89. Pesta Pembukaan Hotel

    “Selamat atas pembukaan hotel Sakala cabang baru, Bu Vanya, Bu Raina! Saya tidak sabar melihat bagaimana hotel ini berkembang ke depannya,” sahut seorang pria berjas biru tua, sambil menjabat tangan Raina dan Vanya secara bergantian. Senyumnya ramah, namun sorot matanya penuh harapan pada kesuksesan investasi barunya.Akhirnya, pesta pembukaan Hotel Sakala yang ditunggu-tunggu telah tiba.Dengan senyum tipis, Raina membalas ucapan sang investor. “Kami sangat menghargai kehadiran Anda di acara ini, Pak. Semoga malam ini menjadi malam menyenangkan dan penuh makna bagi kita semua,” ucapnya sopan, berusaha tetap tenang di tengah perasaan yang berkecamuk.Di sampingnya, Papa berdiri berdampingan dengan Ambar. Setiap kali Raina mencuri pandang ke arah mereka, hatinya menggelegak, namun mati-matian ia menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menco

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   90. Senyum itu…

    “Selamat atas pembukaan hotel barunya.”Suara yang menyapa telinganya bukanlah nada bariton khas Jovian.Raina menelan pahit di ujung lidah. Pikirannya telah sadar sepenuhnya bahwa pria itu adalah sosok berbahaya—seseorang yang tak seharusnya ia dambakan. Namun hatinya masih saja merindukan bayangan suaminya.“Terima kasih, Aji,” ucapnya, mencoba menguasai diri saat menerima uluran tangan dari pria di depannya.CEO TechNova itu menatap wanita itu dengan mata yang tajam, senyum tipis terpatri di bibirnya, tampak memancarkan ketenangan. “Omong-omong,” manik Aji melirik ke samping, seolah mencari-cari sosok lain. “Di mana suamimu?”Mendengar pertanyaan itu, sang wanita mendengus kecil, nyaris tak terdengar. Meski Jovian tak melakukan sesuatu seca

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   91. Perjanjian Dengan Kakek

    Kakek melanjutkan perkataannya, seolah berharap sang cucu akan melunak. “Lagipula, sebentar lagi, dengan pembukaan resmi Hotel Sakala yang baru, siapapun tak akan bisa menyangkal kualitasmu sebagai anggota Hartanto.”Raina terdiam sejenak, napasnya tersengal pelan menahan emosi yang bergejolak dalam sanubari. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia meraih tasnya dan mengeluarkan amplop cokelat yang selama ini selalu ia bawa, seolah itu adalah perisai terakhirnya.Tanpa berkata apa pun, ia mengeluarkan isi amplop dan menyusun beberapa lembar dokumen di atas meja.Sambil menyesuaikan posisi kacamatanya, Kakek mencondongkan tubuh. Kemudian mulai menelisik foto-foto serta dokumen-dokumen yang dibawakan oleh sang cucu.Matanya membelalak sejenak, keterkejutan yang jarang sekali ia tunjukkan. “I-ini… darimana kamu mendapatkannya?&r

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02

Bab terbaru

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   114. Kisah Jovian - Hanya Kali ini

    Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar. Terutama karena memang tak banyak yang harus dipikirkan, mengingat pihak keluarga mempelai wanita menginginkan acara yang sederhana. Akad serta resepsi akan dilakukan sesederhana mungkin, hanya dihadiri oleh keluarga dekat serta beberapa kerabat terpercaya.Jovian menurut, karena baginya, yang terpenting adalah menyusup ke dalam kediaman Hartanto. Hal-hal lain hanyalah formalitas belaka.Namun siang itu, suara rendah sarat akan wibawa menghentikan langkah Jovian, kala pria itu baru menyelesaikan sesi terapinya. Atau yang sebenarnya rapat strategi bersama Saka, Aji dan para petinggi Sindikat Sinara.“Anak muda, bisa kita berbicara sejenak?”Sang pria muda menoleh, mendapati sosok Adi Prakoso Hartanto berdiri tak jauh darinya. Tubuhnya tinggi, tegap, meskipun usia senja telah men

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   113 - Kisah Jovian - Berantakan

    Dengan tertatih-tatih, Jovian menyusuri trotoar, melangkah secepat yang kaki pincangnya sanggup. Tongkat di tangannya mengetuk ritmis di atas permukaan aspal, seolah mengiringi detak jantungnya yang gelisah.Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, menusuk tulang, tapi itu tak sebanding dengan kecemasan yang mencengkeram hatinya. Kata-kata Raina di telepon tadi terus terngiang-ngiang di benaknya.“Mas, tolong datang ke sini. Cepat.”Hanya satu alamat yang disebutkan sebelum sambungan terputus. Terdengar napas berat yang tak biasa dari wanita itu.‘Sial!’ Jovian mengumpat dalam hati. Kenapa ia harus berpura-pura pincang? Kalau saja ia tidak membatasi dirinya dengan cedera palsu ini, mungkin ia sudah sampai lebih cepat. ‘Kenapa juga aku tidak memilih pura-pura cacat tangan saja?’ pikirnya penuh

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   112 - Kisah Jovian - Akal-akalan

    Jovian membuka matanya perlahan, siluet lampu putih menyilaukan penglihatannya. Kepalanya berat, dan tubuhnya terasa kaku, nyeri menusuk-nusuk dari sisi tubuh hingga ke kakinya. Namun pandangannya tak butuh waktu lama untuk menangkap sosok wanita di samping ranjang. Manik kecokelatan yang memancarkan kecemasan itu adalah hal pertama yang ia lihat saat kesadarannya kembali.Raina.Menyipitkan mata, pria itu mencoba memastikan bahwa apa yang ia lihat bukan ilusi. Wanita itu benar-benar ada di sana, duduk di kursi, wajahnya khawatir namun tetap anggun di bawah cahaya lembut lampu ruangan.Jovian langsung menyadari sesuatu—luka kecil di pelipis Raina terlihat sudah mengering, tak ada perban kasat mata lainnya di tubuh wanita itu. Syukurlah, kecelakaan itu tak meninggalkan cedera serius pada dirinya.Namun, sebelum ia sempat memikirkan lebih jauh, s

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   111. Kisah Jovian - Kejadian Menarik

    “Jovian!”Teriakan lantang menggema di lorong rumah sakit, memecah kesunyian malam. Langkah tergesa-gesa dua pria terdengar semakin mendekat. Di ambang pintu unit gawat darurat, Aji dan Saka muncul dengan napas tersengal. Raut wajah mereka campuran antara cemas dan panik.Di ranjang yang tak terlalu lebar, Jovian membuka matanya dengan susah payah. Wajahnya pucat, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Namun, seperti biasa, ia mencoba menyembunyikan kelemahannya di balik ekspresi datar yang ia latih bertahun-tahun. Meski kali ini, kelopak matanya yang berat dan bibirnya yang pucat membuat semua itu sia-sia.“Ngapain kalian di sini? Gimana dengan pesta pendiriannya?” tanyanya dengan suara serak dan lemah, berusaha terdengar biasa saja meski kesadarannya nyaris kabur.“Masih sempat mikirin itu?!” bentak Saka, matanya memicing tajam, sorotnya penuh amar

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   110. Kisah Jovian - Laporan Mingguan

    Sebuah amplop cokelat dilempar kasar oleh pria bertubuh kekar dengan jaket hitam. “Ini laporan tentang Raina Asmarani Hartanto minggu ini,” ucap pria tersebut tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar bosan, seolah tugas ini adalah rutinitas yang sudah ia lakukan terlalu sering.Jovian, yang duduk di kursi kerjanya, melirik sekilas amplop itu. Namun sebelum ia sempat bereaksi, Aji, yang kebetulan juga berada di ruangan, langsung menoleh dengan penuh minat. Manik cokelatnya bergerak cepat antara amplop dan pria bertubuh kekar itu, bibirnya terangkat membentuk senyum nakal.“Raina?” tanya Aji, menaikkan satu alisnya dengan nada menggoda. Dia memutar tubuh, memandang ke arah Saka, tangan kanan sang kakak. “Apa maksudnya nih?”Yang ditatap hanya mengedikkan bahu santai sambil melempar tubuhnya ke sofa di sudut ruangan. “Tanya Mas-mu i

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   109 - Kisah Jovian - Pria Mencurigakan

    “Oh,” suara berat pria tambun itu tiba-tiba terdengar, diiringi tawa pendek. “Kamu bartender ruang VVIP yang dulu sering membantuku, kan?” Ucapannya seolah hanya sekadar basa-basi, namun seringai di bibirnya menyiratkan lebih dari itu.Jovian mendongak, meski tubuhnya terasa berat setelah dihantam habis-habisan. Napasnya tersengal, darah mengalir pelan dari sudut bibirnya, namun ia tetap diam. Wajahnya tetap datar.Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih keras, seakan menemukan hiburan. “Anak muda, aku tidak menyangka kamu bisa sampai pada titik ini. Bahkan hanya dengan sedikit dorongan dariku.” Dengan santai, pria itu menjentikkan jarinya.Seorang anak buahnya—pria berjaket hitam dengan wajah tanpa ekspresi—bergerak cepat. Dalam sekejap sebuah kursi dilapisi kulit didorong ke arahnya.“Sebagai senior di bidang ini,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   108. Kisah Jovian - Terjebak

    Semenjak malam-malam kelam dipenuhi oleh rasa bersalah yang menghantui pikirannya, Jovian mulai mempertimbangkan untuk menghentikan rencana balas dendamnya.Namun, perasaan itu menghimpit seperti kabut tebal—tak memberi ruang untuk napas. Tidak tenang, itu pasti. Tapi, bahkan jika ia ingin berhenti sekarang, apakah itu mungkin?Pria itu sudah kadung basah. Rencana ini bukan lagi sekadar tentang dirinya. Terlalu banyak yang ia seret ke dalam jalan gelap ini.“Kita tidak bisa tiba-tiba menghentikan rencana ini!” Suara serak seorang pria bertopi hitam memecah udara di ruang kecil itu. Matanya membelalak penuh amarah, tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya terlihat menonjol.“Kamu yang membujuk kami untuk melakukan ini, Jovian!” timpal seorang wanita paruh baya, wajahnya merah padam. Bibirnya bergetar,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   107. Kisah Jovian - Janji

    Kegelapan mengepung Jovian.Sejauh apa pun pria itu melangkah, hanya ada bayang-bayang hitam pekat yang mengikuti. Tak ada arah. Tak ada ujung. Hanya ketiadaan yang menyesakkan.Maniknya bergerak panik, mencari sesuatu, apa saja, yang bisa membantunya keluar dari kehampaan ini.Hingga akhirnya ia menangkap seberkas cahaya redup di kejauhan. Seperti lilin kecil yang berusaha bertahan di tengah badai. Dengan napas terengah, Jovian tertatih menghampirinya. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika sesuatu mencengkeram pergelangan kakinya.Terkesiap, ia menoleh. Di sana, sosok sang ayah, Haris, duduk bersimpuh di atas tanah yang retak dan kering. Jemari kurus pria itu mencengkeram celana Jovian dengan erat, seperti seseorang yang tengah tenggelam memohon pertolongan. Mata lelaki itu sayu, tapi penuh dengan harapan yang menyakitk

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   106. Kisah Jovian - Bencana

    “Sial!”Jovian menggebrak meja kayu di depannya, membuat tumpukan kertas serta kotak alat tulis di atasnya bergetar, nyaris terjatuh. Napasnya memburu, dada naik turun seolah tak mampu menahan luapan emosi yang bergolak di dalam diri. Pikirannya terus berputar, mengutuk dirinya sendiri.Rencananya sederhana—atau setidaknya itulah yang ia pikirkan. Ia hanya akan memantau gerak-gerik Ambar dari kejauhan. Lalu, ketika wanita itu bertindak ceroboh dan mencoba mencelakai Lilis, Jovian akan muncul sebagai penyelamat. Semudah itu, seperti pahlawan dalam cerita.Ia ingin membuat Bram, pewaris Hartanto Global Venture, berhutang budi padanya. ‘Dan pada waktunya,’ pikir Jovian, ‘Bram dan juga Adi akan membayar harga yang lebih mahal daripada sekadar penolakan mereka terhadap ayahku.’

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status