Home / Romansa / Bukan Siti Nurbaya / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Bukan Siti Nurbaya: Chapter 21 - Chapter 30

77 Chapters

Mood Boster

“Sudah cemberutnya.” Ucap Rendra. Dan aku tak menghiraukannya. Aku masih marah dengannya. Walau sebenarnya capek juga monyong monyongin bibir kayak gini.“Ambilin lensa dong di tas biru itu.” Pintanya. Meski marah, aku tetap mengambilkan tas yang ia pinta. Aku juga ingin ikut berkontribusi sebenarnya.“Makasih” Ucapnya setelah menerima tas yang kuambilkan. Tapi aku tak membalas ucapannya. Masih setia dengan wajah cemberutku.“Dekat tas ini tadi khan ada tas warna hitam khan?” Ucapnya, aku tetap diam tak menanggapi tapi tetap memperhatikan setiap omongannya. Rendra juga menyadari itu, makanya, ia tetap melanjutkan ucapannya.“Tolong, buka kantong yang depan.” Ucapnya lagi. Setelah yakin ucapan Rendra telah selesai, aku segera menghampiri tas yang dimaksud Rendra. Begitu ketemu, langsung kubuka resleting kantong depan.“Wahh! Black chocolate!” Ucapku sambil mengembangkan senyum di bibir. Rasa marahku menguap seketika. Tanpa meminta ijin sang empunya, aku langsung mengambilnya. Membuka b
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Salah Sangka

“Tahu nggak siapa?” Ulang Nindy.“Aku nggak peduli!” Teriak wanita itu. Apa dia nggak malu sih teriak teriak di tempat umum ini. Rasa cemburu telah menguasainya. Wanita itu maju. Sepertinya ia masih ingin menyerangku lagi, tapi tanpa perasaan mas Damar langsung mendorongnya dengan keras. Wanita itu pasti jatuh andai tak ditahan temannya. Jujur saja, aku kaget, mas Damar bisa berlaku sekasar itu pada wanita. Dan wanita itu pun juga tampak kaget dengan perlakuan mas Damar. Di sekeliling kami semakin ramai orang berdatangan. Pasti mereka penasaran dengan keributan yang terjadi. Melihat orang yang semakin banyak, wanita itu bukannya malu, ia malah mencoba memanfaatkan situasi.“Mar, kamu tega berbuat sekasar ini hanya demi wanita murahan itu?” Ucapnya diiringi tangisan tersedu sedu. Air mata buaya betina. Kulihat beberapa orang asyik berkasak kusuk dengan prasangkanya masing masing. Ada pula yang sudah mengeluarkan ponselnya. Pasti mereka merekam kejadian ini. Wahh, bisa viral aku! Nggak
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

Bab 23

“Dari mana Rena?” Tanya pak dhe begitu aku membuka pintu pagar rumah. Beliau sedang duduk di teras rumah sambil menikmati teh buatan bu dhe Narti. Kebiasaannya di sore hari. Ini memang sudah pukul setengah lima sore. Wajah pak dhe terlihat datar. Sangat datar. Apakah beliau marah? “Dari jalan jalan sama Rayyan , pak dhe. “ Jawabku jujur. Kulihat mas Damar datang dari dalam rumah dan berhenti di pintu yang berada di samping pak dhe. Ia sengaja menunjukkan tampang mengejek padaku. Wah, memprovokasiku rupanya dia. Kalau pak dhe memang marah, aku tak mau dimarahi sendiri. Akan kupastikan mas Damar juga mendapatkannya.“Kenapa ponsel kamu nggak bisa dihubungi? Jangan bilang kehabisan baterai!” Ujar pak dhe. Mas Damar cekikikan di belakang pak dhe. Benar benar menantangku orang ini.“Sengaja Rena matikan, pak dhe.” Jawabku jujur.“Biar mas Damar nggak bisa hubungi.” Lanjutku. Aku yakin mas Damar pasti sudah menceritakan kejadian sepulang CFD tadi. “Maafin Rena ya kalau bikin pak dhe kha
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

Bab 24

“Mengapa dia ada di sini sih? Menjengkelkan.” Batinku begitu tahu siapa yang mengagetkanku tadi.Dokter Hasbi Anwar namanya. Sudah beberapa kali kami bertemu di Solo. Secara tidak sengaja tentunya. Dia lelaki yang tampan sebenarnya. Tinggi, putih dan badan yang berisi. Idaman wanita saat ini. Tapi bukan aku, ya! Bagiku dia terlalu ramah sebagai seorang lelaki. Apa mungkin karena profesinya yang sebagai seorang dokter? I don’t know! Yang pasti, bukan tipeku, lelaki yang terlalu ramah, terutama pada lawan jenis. Selain itu, ada satu hal lagi yang membuatku kurang nyaman dengannya, yaitu tingkahnya yang tengil.“Ehh, malah bengong! Hello!” Ucapnya sedikit keras sambil menggerak gerakkan tangannya di depan mukaku. Membuat kesadaranku kembali.“Ngapain kamu di sini? Ngikutin aku ya?” Seruku. Lelaki di depanku ini, sudah 2 kali datang ke rumah pak dhe, melamarku. Tapi, 2 kali juga lamarannya kutolak. Bukannya menyerah, waktu itu dia malah bilang, “ Yang ketiga pasti diterima!” pede sekali
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 25

Lelaki itu berjalan menghampiri ke arahku. Setiap langkahnya menjadi magnet tersendiri untuk menarik fokus penghuni ruangan ini. Sedangkan aku, aku diam terpaku di tempatku berdiri. Kaget dengan apa yang dilakukannya. Apa sih mau dokter tengil ini. Dia benar benar menyiapkan masalah baru untukku.“Sayang, maaf ya, aku datang terlambat.” Ucap dokter muda itu sok dilembut lembutkan. Membuatku bergidik ngeri. Aku menoleh menatapnya. Dan ia malah mengedipkan sebelah matanya. Ya ampun, dokter ini membuat tensiku naik drastis.“Jangan marah, sayang. Kan cuman terlambat sebentar.” Ucapnya ketika aku menatapnya dengan tajam. Kalian tahu, rasanya sedang ingin marah tapi terpaksa ditahan? Ya, seperti itulah yang kurasakan kini.Fokus seisi ruangan tertuju pada kami. Membuatku salah tingkah. Juga membuatku terpaksa menahan amarah. Mereka semua seolah bertanya tentang kebenaran ucapan dokter tengil itu. Sosok dokter Hasbi berhasil menghipnotis para wanita di ruangan ini. Terlihat jelas mereka ter
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 26

Anak kecil itu berlari ke arahku. Di belakangnya, tampak Risa yang kewalahan untuk mengejarnya. Rayyan berhenti setengah langkah di depanku. Hanya sesaat kemudian ia menubrukkan badannya memeluk kaki jenjangku. Erat. Tinggi anak ini memang hanya mencapai pinggangku.“Mamaaa!” Panggilnya dengan wajah polos. Sontak, aku menjadi perhatian seisi ruangan. Lagi!Aku masih diam mematung. Tak tahu harus berbuat apa. Tapi yang jelas, aku tak mau mereka berfikir yang tidak tidak tentangku. Si alnya, ketiga trouble maker itu sudah berada di depanku. Siap melontarkan prasangka prasangka buruknya. Mereka merasa punya kesempatan untuk menjatuhkanku.“Kamu sudah punya anak sebesar ini?”“Bukannya masih gadis?”“Gadis tapi tak perawan berarti.”“Kapan menikah?”“Seingatku, belum ada tuh kabar pernikahanmu. Kecuali yang gagal itu!”“Siapa bapaknya?”“Jangan jangan bapaknya nggak jelas!”“Kupikir wanita baik baik.”Dan masih banyak lagi cercaan cercaan yang mereka lontarkan untuk menghinakanku. Membua
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

Bab 27

“Jangan macam macam denganku. Aku tahu, kau hanya dinikahi secara siri. Kau bisa menikah dengannya pun karena aku. Dan kau tahu pasti kan, aku bisa mengambil lelaki di sampingmu ini, kapanpun, jika aku mau.” “Sumpah kamu bilang begitu Ren” Ucap Dian tak percaya.“Pantes! Ketua geng trouble maker itu kayak ‘orong orong keinjek’. Takut dia.” Sahut Santi.“Keren!” puji Dewi sambil mengacungkan dua jempol tangannya.*** Tak berapa lama, canda tawa kami terhenti karena ada yang menghampiri kami. Ya, dia adalah dokter Hasbi. Lelaki ini benar benar menepati ucapannya. Padahal aku berharap ia tak datang.“Saya boleh ikut duduk di sini kan?” Tumben dokter ini minta ijin. Biasanya juga tanpa permisi. Risa yang ada di dekat kursi kosong itu mengangguk. Kemudian dokter itu pun langsung duduk. “Mau pulang jam berapa , sayang?” Ucapnya sambil menatapku, di depan banyak orang tanpa rasa sungkan. Aku menghembuskan nafas kasar dan menunjukkan tampang jengkel.“Jangan cemberut dong. Kalau belum ma
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

Bab 28

Pukul 16.10 kami keluar dari hotel bintang 5 itu. Lega sekali rasanya hati ini. Saat ini aku duduk di taman hotel menunggu Santi yang tengah mengambil motornya di parkiran. Aku bersama Rayyan tentunya. Aku duduk sambil membolak balik kartu akses masuk kamar hotel yang tadi diberikan oleh dokter Hasbi.“Heh! Ngalamun aja, ya. Kesambet baru tahu rasa.” Seru Santi masih berada di atas motornya, berhenti tepat di depanku.“Lagi mikir. Ini mau aku apain.” Jawabku.“Gus!” Panggilku pada Agus yang baru saja datang berboncengan dengan istrinya.“Apa?” Sahutnya.“Buat kamu aja. Nih!” Kuulurkan kartu itu pada Agus. Agar ia menginap dengan istrinya.“Anggap aja, kado dariku yang tertunda. Khan aku nggak datang di pernikahanmu dulu.” Seruku.“Thank you Rena!” Ucapnya. “Tapi kamu yakin kan Ren, dokter tadi nggak ngeprank. Tinggal pakai bener ini?” Sepertinya Agus masih sedikit ragu. Aku mengangguk sebagai jawaban.“Kalau ada apa apa telpon aja.” Ucapku.“Tapi, aku khan nggak punya nomor kamu, Ren
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

Bab 29

Pagi ini, kami bertiga telah terlihat cantik dengan seragam pagar ayu dan make up natural yang tipis. Sesuai permintaanku. Sebenarnya tugas utama kami adalah menunggui buku tamu. Sedangkan Dian sebagai mempelai perempuan, ia telah berkutat dengan make up dan MUA sejak sehabis sholat Subuh tadi. Setelah siap, kami diminta ke depan oleh pak dhe dari Dian, yang merupakan ketua untuk panitia acara pernikahan ini. Duduk manis menunggui meja yang berisikan buku untuk daftar tamu yang hadir. Padahal jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku ini baru menunjukkan angka 06.46. Apakah tidak terlalu pagi kami menanti para tamu yang akan hadir?Daripada bengong menunggu tamu yang belum tentu hadir sepagi ini, kami bertiga menyibukkan diri dengan berselancar di dunia maya. Inilah yang dinamakan, hp menjauhkan yang dekat. Kami bertiga duduk berdampingan, tapi fokus kami ada pada gadget masing masing.“Assalamualaikum.” Salam dari tamu yang datang. Bukannya langsung mengangkat kepala melihat ta
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

Bab 30

Aku tetap memutuskan untuk pulang meski hatiku tak karuan. Santi dan Dewi menggandengku masuk ke mobil Rendra. Setelah sebelumnya, Rendra telah membukakan pintu mobilnya. Kulambaikan tangan ke arah para sahabatku itu, sebelum akhirnya, Rendra melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan. Agus dan Ana pun juga ikut mobil ini. Karena mereka memang datang bersama Rendra dengan mobil ini. Rendra memutar lagu lagu kesukaannya dengan suara yang sangat keras. Padahal biasanya, ia memutar musik di mobil dengan suara yang sedang bahkan cenderung kecil. Seolah saat ini, ia memang sengaja menyamarkan suara tangisku dengan musik ini. Dan membuatku merasa tak canggung untuk meluapkan kesedihanku.Kusandarkan kepala di kaca pintu mobil. Tiba tiba kepala ini sangat berat kurasa. Air mata pun tak mau berhenti mengalir. Meski aku berusaha untuk menghentikannya. Aku merasa hancur saat ini. Bukan raga, tapi jiwa dan hatiku. Kutatap kosong jauh ke depan. Putus asa. Aku merasa telah kehilangan segalanya.*
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status