Home / Romansa / Bukan Siti Nurbaya / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Bukan Siti Nurbaya: Chapter 51 - Chapter 60

66 Chapters

Bab 51

Aku benar benar tak mengerti apa maksud perkataan Ferdian. Tapi yang jelas, aku benar benar muak dengan tampang optimis yang ia tunjukkan. Apa ia tak menyadari rasa ketidaksukaanku padanya? Mengapa ia terus bersikap seolah ia mempunyai daya tawar yang tinggi? Lelaki ini memang punya tingkat kepedean yang akut.“Apa maksudmu?” Tanyaku datar.“Sepertinya kamu belum tahu ya, Rena?” Ucap Ferdian. “To the point! Tak usah bertele tele!” Bentakku. Aku sudah mulai tak peduli tatapan penasaran para pengunjung yang datang. Ferdian Hutomo, salah satu ujian kesabaran yang aku selalu gagal melewatinya.“Nggak usah marah marah. Kamu semakin menggoda dengan tampang galakmu itu.” Ucap Ferdian dengan santainya. Membuatku semakin muak.“Ibu dan bapakmu sudah bercerai. Apa kamu sudah mengetahuinya?” Ucapnya dengan seringaian licik. Aku tak menanggapinya. Hanya terus terdiam dan menatapnya tajam.“Dilihat dari ekspresimu yang sama sekali tak ada
Read more

Bab 52

Mas Damar meminta beberapa orang untuk menjaga butik. Ia pun tetap berada di butik. Mas Damar bilang, malam ini, ia akan menginap di butik. Teman teman mas Damar dan beberapa karyawan pabrik juga datang. Setelah mendengar tentang adanya perusakan yang terjadi di butik. Para tetangga dan warga sekitar pulang setelah beberapa saat mengerumuni butik. Aku pulang bersama bapak dan pak dhe Ramdan. Setelah sampai rumah, aku segera masuk ke kamar dan membaringkan diri di tempat tidurku. Berusaha untuk tidur. Sesuai pesan pak dhe Ramdan, aku tak boleh terlalu memikirkan kejadian perusakan di butik, biarlah mas Damar yang menanganinya.Adzan Subuh memangggil. Rupanya pagi telah menyapa. Setelah menunaikan sholat Subuh dan menjalani rutinitas pagi hari, sudah menjadi kebiasaanku untuk ke dapur. Menghampiri eyang dan bu dhe yang tengah berkutat dengan masakan. Aku hanya diam melihat mereka sambil duduk tenang. Mereka bilang, dengan aku yang duduk anteng ini saja, sudah merupakan bantua
Read more

Bab 53

Setelah mengetahui ancaman yang masuk ke ponselku, kini bukan hanya mas Damar yang bertingkah posesif dan protektif. Semua saudara bertingkah sama sekarang. Bukan hanya tak mengijinkanku pergi sendirian, mereka bahkan tak mengijinkanku keluar pekarangan rumah. Meski hanya untuk ke butik. Eyang bilang, “anggap saja sedang dipingit menjelang pernikahan”.Dimana mana, para gadis hanya mengalami satu kali pemingitan menjelang melepas masa gadisnya. Lha ini aku, sudah 2 kali dipingit. Rena Hanindya memang beda! Aku manut manut sajalah. Daripada diomeli seluruh anggota keluarga besar Raharjo plus keluarga besar dari Rendra.“Katanya seminggu. Ini hari ke sepuluh lho!” Cecarku ketika Rendra datang ke rumah. Ia belum sempat duduk sudah kusambut dengan omelan dan tatapan tajam. Bukannya takut dengan tatapan tajamku, ia malah mencubit pipi kiriku.“Sakit!” Keluhku sambil menepis tangan Rendra yang masih setia bertengger di pipi kiriku.“Gemesh sih!” Celetuk Rendra.
Read more

Bab 54

Malam ini, kami mengumpulkan kedua keluarga besarku dan keluarga Rendra di kediaman pak dhe Ramdan. Mereka terlihat cukup kaget dengan apa yang kami lakukan ini. Secara mendadak, kami meminta mereka berkumpul di sini. Semua anggota kelurga tampak heran. Kecuali mas Damar, karena dia adalah salah satu otak acara ini. Begitu kami mengutarakan niatan kami untuk mempercepat akad nikah dan membatalkan pesta, sesuai dugaanku, keluarga besar kami tak begitu saja menerimanya.“Kalau soal kalian ingin mempercepat acara akad nikah, kami setuju saja. Tapi kalau untuk membatalkan pesta, apa tak bisa dipertimbangkan lagi, nduk.” Ujar ayah Rendra. Rendra tadi bilang, bahwa ia sudah menjelaskan semua alasanku pada kedua orang tuanya. Tapi, mengapa mereka masih terlihat keberatan dengan permintaanku untuk membatalkan rencana pesta pernikahan kami? Aku terus menunduk. Tak tahu harus berkata apalagi untuk membujuk mereka agar setuju dengan pembatalan pesta yang kuinginkan.
Read more

Bab 55

Bugh! Sebuah pukulan ku daratkan di kepala Nindyb. Karena aku benar benar jengkel dengan tingkah isengnya itu.“Sakit Rena!” Gerutu Nindy.“Aku khan cuman mau mencairkan suasana. Biar kamu nggak tegang gitu.” Gumam Nindy.“Lebay. Cuman dipukul pakai buket bunga aja sakit.” Seru Rini.“Kalau pakai bunganya nggak sakit. Dia pukul pakai kepalan tangannya. Buket bunganya hanya buat kamuflase.” Omel Nindy. Membuat kami terkikik geli. Tingkah Nindy, lumayan mengurangi rasa tegangku.“Buketnya nggak apa apa khan?” Ucap Ratna.“Ratna, keterlaluan kamu. Bukannya nanyain keadaanku, malah nanyain buket.” Gerutu Nindy.“Masih baik baik aja, kok. Untung kita pesan yang masih kuncup. Coba yang sudah mekar, pasti sudah habis rontok.” Ucap Rini sambil memeriksa buket bunga digenggamanku.“Nggak usah bawa buket ya? Risih aku!” Rengekku.“Terus buketnya siapa yang bawa? Aku? Entar orang ngira aku pengantin perempuannya.”
Read more

Bab 56

“Jangan bicara omong kosong. Aku adalah saksi hidup, sebahaya apa seorang Rendra Heryawan jika ada di dekat Rena.” Pembelaan mas Damar sukses membuat mataku melotot.“Heh! Rena, kamu pikir, aku ikut kemana pun kalian pergi untuk numpang piknik? Tentu saja untuk menjagamu dari predator kayak Rendra itu. Kamu ternyata nggak sadar, seberapa besar rasa sayang kakakmu ini padamu?” Ucap mas Damar dengan lebay nya ketika melihatku menatapnya. Tapi ada untungnya ucapan lebay nan menggelitik yang dilontarkan mas Damar. Kengerian di wajah Rendra tampak sedikit berkurang.“Kalian masih tidak sadar, kalau Rendra dan keluarganya itu adalah orang yang menipulatif rupanya.” Ejek wanita itu.“Mau tahu seberapa kejam orang orang itu?” Ucap wanita yang belum kuketahui namanya itu sambil menunjuk bunda Ning.“Dia memaksaku menggugurkan kandunganku. Padahal putranya sudah memohon padanya, putranya ingin bertanggungjawab dengan kehamilanku. Tapi ia menolaknya mentah mentah. Ia memaksa putranya menjauhiku.
Read more

Bab 57

“Tapi itu hanya 1 fakta benar yang ia ucapkan. Selebihnya hanya kebohongan. Hera memutar balik fakta yang sebenarnya.” Ucapan bunda berikutnya mampu menenangkan gejolak di hatiku. Ya. Hatiku telah cenderung mempercayai Rendra dan keluarganya. Hera tampak ingin menyangkal, tapi selalu kuhentikan. Agar bunda mengutarakan kenyataan versi beliau sampai selesai.“Hera adalah wanita yang mempengaruhi Raka, kakak Rendra sampai menjadi seorang pecandu. Ia yang menariknya masuk ke dunia haram itu. Sayangnya, kami sekeluarga tak mengetahui kenyataan itu. Kenyataan bahwa Raka terjerumus ke dunia itu. Raka sangat pandai menutupinya. Sampai suatu hari, Hera datang ke rumah kami. Ia mengatakan bahwa dirinya hamil anak Raka. Kami mengira, ia datang untuk meminta pertanggungjawaban. Tapi ternyata tidak. Wanita itu meminta uang untuk biaya menggugurkan kandungannya. Saat itu, di rumah hanya ada bunda dan Raka. Kami meminta dan memohon Hera untuk mempertahankan kandungannya. Raka bersedia be
Read more

Bab 58

“Ada apa ya mas? Kenapa bunda nangis? Rendra mana tak cari cari nggak ada?” Cecarku setelah mas Alif menoleh karena tepukan tanganku di bahunya. “Rena, kamu mandi apa tidur sih?” Sindir Nindy yang berdiri tak jauh dari tempat mas Alif berdiri.“Mandi. Trus ketiduran!” Ucapku tanpa merasa bersalah.“Rena!” Bunda memanggil namaku begitu melihat aku ada tak jauh dari beliau. Bunda pun langsung menghapus air matanya dan bangkit, kemudian mendekatiku. Tanpa kuduga bunda langsung bersimpuh di hadapanku. Membuatku dan semua orang kaget. Aku pun langsung menjatuhkan diriku di hadapan bunda. Duduk sambil menatapnya lekat. Walau aku belum tahu apa yang terjadi, feelingku ini ada kaitannya dengan Rendra. Ya, seorang ibu yang sebenarnya akan mampu melakukan apapun demi anaknya. Tak peduli tentang harga diri ataupun gengsi. Tak seperti ibuku. Sering kali terbersit di pikiranku, ‘benarkah aku anaknya?’.“Rena, bunda minta tolong. Tolong telepon Rendra. Kami s
Read more

Bab 59

“Tunggu dulu!” Cegahku.“Ada apa?” Tanya Rendra.“Coba lihat!” Aku menunjuk diri sendiri kemudian beralih menunjuknya.“Style kita terlalu jauh beda. Nggak sepadan. Aku kayak lagi jalan sama om om, kalau bajumu kayak gini. Ganti!” Gerutuku. Penampilan Rendra tak jauh beda dari waktu acara akad tadi. Meski tanpa jas, ia masih mengenakan kemeja putih formal dan celana bahan tadi pagi. Dasi juga masih melingkar di lehernya, meski tak serapi tadi. Sedangkan aku, memakai celana overall bahan jeans kupadukan dengan kaus lengan panjang.“Kita ke rumah pak dhe dulu ya. Baju gantiku ada di rumah pak dhe.” Ucap Rendra.“Kelamaan” Ucapku. Rendra terlihat heran tapi tak menyangkal ucapanku. Pasti dia heran, bagaimana mungkin aku bisa mengatakan ‘kelamaan’, padahal rumah pak dhe hanya berselang 2 rumah dari tempat ini. Aku tak peduli.Berjalan mendekatinya, mengikis jarak antara aku dan Rendra. Kulepas dasi yang melingkar di lehernya. Ia hanya diam dan terus menatapku lekat. Kulepas 2 kancing atas
Read more

Bab 60

Kulihat halaman demi halaman album itu dengan seksama. Di dekat setiap foto yang tersimpan, selalu ada tulisan tangan Rendra. Kalimat kalimat yang menggambarkan isi hatinya, yang kutahu ditujukan padaku, atau setidaknya hanya keterangan hari dan tanggal foto itu diambil. Di halaman ke 20, kulihat foto diriku saat study tour. Seingatku, foto ini dulu ada di album foto kecil yang ia tunjukkan di kelas, seminggu sepulang kami dari acara study tour itu. Di dalam album foto itu, ada foto foto teman teman sekelas kami. "Demi mendapatkan foto ini, aku foto semua teman sekelas satu per satu hanya agar mereka tak mencurigaiku yang terlihat selalu fokus mengambil gambarnya. Saat kutunjukkan gambar ini di kelas, Rena memuji hasil jepretanku. Dia bilang hasil jepretanku keren. Ia mengatakan kalau aku berbakat menjadi seorang fotografer. Hati ini benar benar berbunga. Pujian Rena, membuatku memutuskan menjadikan fotografer, sebagai bagian dari cita citaku. Aku harus bisa menja
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status