All Chapters of Pengabdian Terakhir Seorang Istri : Chapter 41 - Chapter 47

47 Chapters

41

“Apa sih yang gak untuk kamu, Irena.” Lelaki tampan itu mengerlingkan matanya pada Irena yang membuang muka karena malu.Sepanjang jalan, Irena dan Carlos berbincang banyak hal.Bukan, sebenarnya Carlos-lah yang banyak bicara dan Irena menjadi pendengar. Paling hanya sepatah dua patah kata saja yang keluar dari mulut Irena.Wanita itu, merasa tak pantas terus berada dekat dengan pria sempurna di matanya.‘Kau terus berkata menyukaiku, menginginkanku. Mungkin saja kau menerima aku yang tak sempurna sebagai wanita ini, tapi keluargamu? Apa mereka bisa menerima kekuranganku,’ batin Irena menjerit.Irena lalu menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata, “Ya Allah, hamba berserah pada-Mu.”*Pagi itu hujan rintik-rintik, Irena berdiri sembari memandang keluar. Di mana tampak Carlos yang turun dari mobilnya.“Good morning, Uncle.” Carlos menyapa, dirinya bahkan duduk di dekat ayah Irena yang tengah membaca koran.Kebiasaan lama yang tak mau ditinggalkan ayah Irena tersebut.“Dia datang pagi
Read more

42

Indah memejamkan matanya, dirinya mengingat kembali satu kejadian yang tak mengenakan hati.Tangannya sampai gemetar dan bulir bening tampak menetes kala dirinya bersiap mengatakan semuanya.Irena sendiri menatap lekat pada Indah, entah mengapa … nalurinya mengatakan jika hal ini patut dirinya ketahui.Bukan karena rasa cintanya pada Fandi, tetapi … apa yang sudah terjadi selama dirinya tak berada di dekat lelaki itu.Kenapa dia goyah bahkan pergi meninggalkan satu keputusan yang susah payah Irena terima.“Tenangkan dirimu, Indah. Tak apa, saya tak akan memaksamu jika itu suatu hal yang berat diungkap,” tekan Irena.Indah membuka matanya, satu tangannya menyeka air mata yang keluar tanpa ijin dan rasa inginnya itu.“Insya Allah tak berat Mbak. Saya hanya mencoba mengingat semuanya. Tak ingin ada yang terlewat.” Indah mencoba tersenyum, meyakinkan Irena.“Mbak, demi Allah saya sudah tak ingin mengusik hidup Mbak lagi. Saya sudah ikhlas akan semua yang terjadi pada saya. Sepeninggalnya
Read more

43

“Jangan melamun, gak baik.” Carlos menepuk bahu Irena.Saat itu, keduanya tengah duduk di taman yang ada di rumah besar nan megah orang tua Irena. Tepat di depan kolam ikan mahal milik ayah sang wanita yang dipuja Carlos.Irena tersenyum, pandangannya kembali ke arah kolam ikan tersebut.“Apa kau memikirkan wanita di panti itu, atau … mantan suamimu?” Carlos menelisik, rasa penasaran yang membuatnya tak mau sembarang menduga-duga.Irena lalu menatap Aksa biru Carlos, “Aku memikirkan kisahnya, menyayangkan akhir kisah dari cinta buta yang menggebu-gebu. Aku akui dulu pernah naif meminta untuk menunggu, tetapi aku sadar … memang jalan yang Allah tetapkan lebih baik daripada sekedar rencana dan angan-angan yang kita buat sedemikian rupa,” jawab Irena tegas.Carlos tersenyum, “Aku selalu takjub karenamu. Oya, Irena … apa aku boleh berguru padamu?” “Berguru apa?” tanya Irena.Carlos menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, “Aku … aku ingin berguru tentang agamamu.”Irena memandang Carlos
Read more

44

Keberangkatan Irena ke Singapura ditunda, setelah pembicaraan ibu dan anak yang terhenti di tengah jalan.Hal itu disebabkan Roy yang kembali dengan wajah pucat.“Mbak!” panggil Roy tiba-tiba.Saat itu, tanpa salam Roy langsung masuk ke kamar sang kakak.“Ck, ada apa? Kamu kayak habis dikejar setan begitu,” seloroh sang ibu.“Mah, itu … hm, gimana ya?” Roy menggaruk kepalanya dan menatap Irena lekat.Irena yang paham tabiat sang adik, kini mengusap dada Roy dan menatap lelaki tampan itu lekat.“Katakan, kamu ini hanya begini sama mbak,” tebak Irena tenang.Roy menghela napas dan menatap bergantian kakak serta ibunya yang tetap setia menunggu kata-katanya.“Mbak, ada Mbak Fera di bawah. Bisa temui dia sebentar, ada hal yang harus disampaikannya … katanya begitu.” Roy akhirnya mengatakan apa yang sedari tadi mengganjal di hati.Irena mengernyitkan dahi, “Fera? Kenapa wajahmu kayak yang panik gitu?”Irena berjalan melewati Roy dan ibunya, “Harusnya kamu langsung bilang sama mbak. Gak per
Read more

45. Pengabdian Terakhir Irena Pada Fandi.

Kriettt! Suara derit pintu yang terbuka, membuat sepasang mata di ujung sana menatap ke arah pintu. Senyum seorang pria mengembang, seiring langkahnya yang menjauh dari brankar dan mencoba menyapa meski tak bersentuhan tangan. “Assalamualaikum Mbak, bagaimana kabarnya?” sapa si pria sopan. “Wa’alaikumsalam, alhamdulillah baik. Mbak ijin menyapa sebentar ya,” sahut Irena tak kalah sopan. “Monggo Mbak, saya keluar ya. Mau menemui yang lain.” Lelaki yang kemudian keluar itu, tak lain adalah Wisnu. Lelaki yang pernah menjadi ipar Irena itu, menjaga Fandi sebaik mungkin selama tak ada Fera di sampingnya. Kini, dengan sopannya dia memilih keluar dan memberi ruang untuk Irena bertemu dengan pria lemah yang hampir tak Irena kenali rupanya. Deg … jantung Irena berdegup kencang kala melihat sosok lemah yang tak berdaya tengah berbaring dengan mata yang terpejam. Mulutnya tak henti menyebut nama Irena. Tubuhnya kurus dan wajahnya tak terawat. Kumis dan jenggot yang panjang tak ber
Read more

46

Irena dan Carlos berada di taman. Di mana Irena duduk di sebuah bangku panjang. Masih di taman bunga yang Carlos bangun.“Harus di sini menjelaskannya?” Irena menatap pria yang sedari tadi memetik berbagai macam bunga warna-warni.“Iya, di sini bagus. Aku juga tahu kau menyukai tempat ini ‘kan?” Carlos menjawab sembari masih sibuk memetik bunga.Lelaki tampan itu lalu berdiri dan menyerahkan segenggam bunga warna-warni yang indah pada Irena, “Untukmu, bagus ‘kan?”Wanita berkerudung merah muda itu tersenyum dan menerima bunga tersebut, Carlos lalu duduk di samping Irena.“Sepi, kenapa tak dibuka untuk umum saja? Tempat seindah ini terlalu sayang jika tak ada yang mengaguminya. Kau sendiri, hanya membuat untuk mengenang cinta. Kalau aku jadi kau, aku buka untuk umum. Mana tahu bisa jadi ladang rejeki orang sekitar,” saran Irena panjang lebar.“Menurutmu begitu? Ya sudah, besok aku bilang sama pengurus untuk membuka saja tempat ini. Biar semua orang bisa bebas datang. Ah, aku pikir juga
Read more

47

“Roy? Kamu ngapain ke sini?” Irena tercengang, kala melihat sang adik yang garuk-garuk kepala menanggapi perkataannya.“Anu … mau sunat, hehehe!” Roy berbisik pelan ke telinga sang kakak, tak hanya itu … di ujung sana ayah dan ibunya turut datang.“Dianter Mamah?” tanya Irena lagi.“Hm, takut sakit.”Kini, Roy mengaduh karena Irena memukul punggungnya sembari tak henti mengomel.Kini, di sinilah mereka. Ada ayah dan ibu Irena yang duduk dekat Roy. Irena sendiri duduk di samping Carlos yang terus beristighfar.Kala menunggu itu, Roy menerima panggilan telepon dan sempat tersenyum manis.“Dari siapa?” tanya Irena penasaran.“Bidadari,” sahut Roy singkat.Tak sempat Irena mengulik lebih dalam, Roy meminta ijin untuk keluar terlebih dahulu.Kebetulan masih antrean anak-anak yang dikhitan.“Mah, kok Roy minta disunat sekarang?” Irena yang kini duduk di samping sang ibu menggantikan Roy, berbisik pelan demi satu jawaban.Wanita yang sudah berumur itu tersenyum dan mengusap pipi sang anak su
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status