“Sayang, Mas. Kamu tidak apa-apa, kan? Biar aku yang ambilkan minum!” ucap Sania tergesa-gesa, lalu mengambilkan segelas air putih untuk Alam.Lelaki beralis tebal itu meneguk airnya, kemudian menampilkan ekspresi wajah yang amat dingin.“Kira-kira ... kalian kapan tunangan? Atau mau langsung saja ke jenjang pernikahan?” tanya Ibu dengan antusias.Sania dan Alam saling berpandangan, seolah bertanya satu sama lain melalui tatapan mereka.“Menunggu beberapa bulan lagi, Bu,” jawab Alam sambil memberikan senyum tipis, namun kali ini tidak seramah sebelumnya.“Syukurlah, Ibu berharap kalian secepatnya menikah,” ujar Ibu, senyumnya lebar.“Oh, iya. Terima kasih jamuannya, sepertinya aku harus segera pulang, ada urusan mendadak di kantor. Sania, aku pulang dulu, ya?” kata Alam tiba-tiba.“Lho, kok nggak nginap saja?” tanya Ibu, agak kaget.“Tidak, Bu. Lagian tidak baik lelaki menginap di rumah perempuan yang belum halal,” ujarnya dengan nada tegas, membuat mulut Ibu membeku.Tak berapa lama
Read more