Setelah kepergian Rama dan Selly, Anya masih menyendiri di kamarnya. Bima menunggu di luar tidak jauh, sambil merokok memperhatikan pintu kamar yang masih tertutup. Terlalu ekstrem kalau dia sampai mendatangi kamar Anya. Bisa-bisa wanita itu malah digosipkan macam-macam dan Bima tidak ingin itu terjadi.Lewat maghrib dan tidak lama lagi waktu makan malam, Bima menghubungi Anya. Panggilan pertama tidak dijawab, panggilan kedua akhirnya dijawab meski cukup lama.“Halo.” Suara Anya di ujung sana, lirih dan berat.“Kamu tidur?”“Hm.”Bima menghela nafas lega, ia menduga Anya menangis atau meratapi kesedihan karena bentakan dan teriakan Selly.“Bersiaplah, tidak lama lagi makan malam dan acara penutupan. Lalu--"“Aku tidak ikut,” sahut Anya menyela ucapan Bima.“Kalau tidak ikut, kenapa tidak pulang saja dengan suamimu. Kita harus merayakan kemenangan tim, lagipula aku tidak mau sendirian menghadapi perempuan-perempuan di sana. Mereka terlalu agresif,” keluh Bima. “Cepat, aku tunggu di lua
Read more