Semua Bab Suamiku Terpincut Sahabatnya: Bab 11 - Bab 20

100 Bab

Bab 11 Dialah Nyonya Sesungguhnya

[ Ya. ]Wajah Syifa tersenyum semringah. Prilly yang merasa canggung, menimpali lagi.[ Tapi, kalau akhir-akhir ini kalian ... berhubungan intim, sebaiknya hati-hati ya. Usia kandungan masih kecil. Kamu sendiri dokter kandungan, pokoknya kamu lebih ngerti daripada aku. Hati-hati ya. ]Syifa membalas.[ Ya, aku tahu. ]Sambil menyetir, Billy bertanya sambil tertawa, "Kelihatannya senang sekali, lagi ngobrol sama siapa?""Prilly," jawab Syifa."Itu nama yang dikasih orang tuanya?" tanya Billy.Syifa tertawa sambil menjelaskan, "Bukan, dia yang ganti nama sendiri waktu umur 18 tahun. Keesokan harinya setelah ulang tahun, dia langsung pergi ganti nama tanpa menunggu sama sekali.""Kenapa?" tanya Billy."Waktu SMA pernah menjalani hubungan yang nggak menyenangkan dan terluka. Sejak saat itu, dia memutuskan nggak mau jatuh cinta, makanya ganti nama untuk buang sial."Billy berkomentar, "Sebenarnya nggak perlu sampai begitu, 'kan? Masa-masa remaja semua orang pasti pernah merasakan cinta pert
Baca selengkapnya

Bab 12 Aku Tidak Bisa Lagi Tinggal di Rumah Ini

"Bu Syifa, butuh saran hukum dariku, nggak? Rumah yang dibeli setelah menikah tetap jadi harta bersama suami istri meskipun kamu yang bayar sepenuhnya. Kamu cuma punya hak milik setengah."Syifa membalas, "Maksudmu, Billy juga punya hak setengah, jadi kamu masih bisa mengacau di rumahku sesuka hatimu?"Shifa mengangkat bahunya dan berkata, "Kalau dibeli waktu lajang, berarti itu milikmu sendiri, nggak ada hubungannya sma Billy.""Bu Shifa mau bilang 'lajang' atau 'cerai'?""Mau itu lajang atau cerai, nggak ada bedanya dalam hal kepemilikan rumah. Bu Syifa, jangan salah paham. Aku cuma ingin mengingatkan tentang hukum pernikahan dan hak milik."Syifa tersenyum tipis, lalu menoleh ke Billy, "Kamu sudah lihat sendiri,'kan? Bu Shifa masih bisa berdebat dengan logika yang jelas denganku, itu berarti dia baik-baik saja."Billy berkata dengan perasaan bersalah, "Syifa ....""Ingat transfer 300 ribunya, aku masuk kamar dulu. Mengenai ruang tamu ... ini rumahmu, jadi kamu putuskan saja sendiri
Baca selengkapnya

Bab 13 Mendadak, Kejam, Tegas

Syifa merasa dirinya sangat hebat. Tidak peduli terjadi masalah apa, dia tetap bisa tidur dengan nyenyak. Padahal, tokoh utama wanita yang ada di drama TV selalu tidak bisa tidur karena merasa sedih.Prilly berkata, "Bagus dong. Itu artinya kamu punya pikiran yang jernih. Kalau aku punya kesadaran seperti ini dulu, mana mungkin aku nggak bisa tidur sebelum ujian masuk universitas dan prestasiku merosot."Ketika SMA, Prilly dan Syifa adalah juara kelas. Mereka selalu mendapat juara 1 atau 2. Kalau bukan Syifa yang juara 1, berarti Prilly yang juara 1. Bahkan, selisih nilai mereka dengan juara 3 sangat jauh.Pada akhir semester SMA 3, murid juara 3 tiba-tiba menyatakan cintanya kepada Prilly, bahkan mengejarnya dengan sepenuh hati. Tentunya, banyak momen romantis yang terjadi.Prilly yang baru berusia 17 atau 18 tahun tentu tidak tahan dengan perlakuan istimewa seperti itu. Dalam waktu kurang dari 2 bulan, dia jatuh ke pelukan pria itu.Para guru juga tahu tentang ini. Namun, karena kedu
Baca selengkapnya

Bab 14 Aku Merestuimu

Setelah pulang kerja, Syifa naik taksi ke hotel. Tiba-tiba, dia melihat sosok yang familier di pintu masuk hotel.Billy tampak bersandar di pintu mobilnya sambil menunduk dan merokok. Hari ini dia mengenakan pakaian kasual. Syifa menebak bahwa Billy tidak pergi ke perusahaan hari ini. Yang jelas, alasannya bukan karena dirinya.Begitu melihat Syifa, Billy langsung mematikan rokoknya dan bergegas menghampiri. Dia berkata, "Kamu sudah pulang."Syifa menoleh memandang hotel tempat dia menginap. Hotel ini sangat jauh dari apartemen. Butuh sejam jika mengemudikan mobil kemari."Kok kamu tahu aku tinggal di sini?" tanya Syifa."Grup Aditama punya saham di hotel ini," sahut Billy.Syifa mengernyit dan merasa menyesal. Dia hanya seorang dokter sehingga kurang memahami soal bisnis. Dia juga jarang bertanya tentang urusan perusahaan, jadi tidak tahu apa-apa tentang industri yang berada di bawah naungan Grup Aditama.Siapa sangka, hotel ini adalah bagian dari Grup Aditama. Syifa pun bertanya, "Di
Baca selengkapnya

Bab 15 Aku Memutuskan Bercerai

Suasana menjadi sunyi senyap. Billy berdiri di antara Syifa dan Shifa. Syifa pun tersenyum dingin karena situasi ini sungguh konyol. Mereka seperti sedang berebutan pria. Ini persis dengan adegan menjijikkan yang ada di drama."Eh, Billy ya?" Tampak seorang wanita tua yang duduk di kursi roda dan seorang wanita paruh baya yang mendorong kursi roda. Mereka seperti mengenal Billy sehingga menghampiri untuk menyapa."Nenek Janis, Bibi Citra," sapa Billy balik. Kemudian, dia hendak memperkenalkan, "Syifa, mereka ...."Sebelum Billy sempat menyelesaikan ucapannya, Shifa sudah menghampiri dan meraih tangan Janis dengan ramah. "Nenek, sudah lama nggak ketemu ya. Kamu jadi makin muda saja!""Hahaha! Shifa, mulutmu masih semanis dulu ya!" puji Janis.Citra yang berdiri di belakang berkata, "Ibu, ternyata kamu bisa mengenali Shifa. Aku saja nggak bisa mengenalinya waktu itu."Janis menyahut, "Shifa istrinya Billy. Mana mungkin aku nggak bisa mengenalinya? Dulu, Billy terus mengikutinya, membantu
Baca selengkapnya

Bab 16 Membulatkan Tekad Merebut Pria

Billy pun panik. Dia menjulurkan tangan untuk merebut kartu kamar, tetapi Shifa menghindar dengan gesit dan memelototinya untuk memberi peringatan."Shifa!" bentak Billy."Kenapa?" Shifa mengerlingkan matanya dan berkata, "Bu Syifa nggak pernah datang ke hotel ini. Aku cuma memberitahunya lokasi restoran. Ngapain kamu membentakku?""Apa kamu bisa berhenti membuat onar?" tanya Billy.Shifa tidak meladeninya dan langsung meletakkan kartu kamar lantai 2 kepada Syifa. Dia berkata dengan tegas, "Bu Syifa, aku sudah beberapa kali datang ke hotel ini. Kalau kamu bingung, cari saja aku. Restorannya ada di sisi kanan waktu kamu keluar. Jalan lurus saja ke depan."Syifa menatap kartu kamar di tangannya, lalu mendongak dan bertatapan dengan Shifa. Keduanya bertemu pandang dan saling memahami isi pikiran masing-masing.Shifa jelas-jelas menyombongkan diri. Dia ingin memberi tahu Syifa bahwa dirinya memiliki kuasa di sini. Sementara itu, Syifa tidak ingin menunjukkan kelemahannya. Dia memasang eksp
Baca selengkapnya

Bab 17 Billy, Jangan Menganggapku Bodoh

Ada pepatah yang mengatakan bahwa patah hati bisa membuat orang makin giat bekerja. Syifa akhirnya memahaminya hari ini. Laporan yang membuatnya frustrasi selama 2 bulan ini tiba-tiba disiapkan olehnya dalam semalaman.Pukul 5.30 pagi, Prilly menelepon Syifa. "Aku sudah berangkat. Mungkin aku akan tiba dalam sejam.""Sebenarnya nggak perlu sepagi ini. Jam 7 pagi baru berangkat juga boleh kok." Syifa merasa terharu."Nanti macet kalau kesiangan," ujar Prilly dengan tidak berdaya."Baiklah kalau begitu. Terima kasih, nanti aku traktir kamu makan ya," balas Syifa."Jangan bicara sesungkan itu. Cepat bereskan barang-barangmu. Aku paling nggak suka menunggu orang," pesan Prilly.Barang bawaan Syifa tidak banyak. Charger ponsel dan pakaiannya telah disimpan sejak tadi. Tasnya diletakkan di atas meja dan tinggal diambil.Syifa tidak berniat untuk menulis laporan di perjalanan kali ini. Itu sebabnya, dia tidak mengambil laptop dan mengetik semuanya dengan ponsel. Kini, matanya pun terasa kerin
Baca selengkapnya

Bab 18 Dia Bukan Miliknya

Prilly mengendarai mobil Porsche merah. Meskipun tidak sekaya Keluarga Aditama, keluarganya termasuk terkemuka di Kota Hadam.Prilly adalah anak tunggal sehingga sangat disayangi sejak kecil. Bisa dibilang, selain kisah cintanya yang menyedihkan saat SMA 3, wanita ini tidak pernah merasakan kesedihan lain.Prilly berujar, "Jangan pulang ke apartemen itu lagi. Nggak usah tinggal di hotel juga. Tinggal saja di tempatku untuk sementara waktu. Anggap kamu menemaniku.""Tolong antar aku ke rumah sakit," balas Syifa sambil menggeleng.Prilly sungguh kehabisan kata-kata. Dia bertanya, "Untuk apa? Kamu ingin menyibukkan diri supaya melupakan kesedihanmu?""Nggak juga," bantah Syifa."Jadi, untuk apa ke rumah sakit? Kamu akhirnya dapat cuti. Gimana kalau kita jalan-jalan? Aku akan membawamu ke luar negeri untuk mencari pria tampan!" seru Prilly.Syifa terdiam sejenak sebelum berkata dengan susah payah, "Aku mau melakukan aborsi."Syifa mulai belajar kedokteran pada usia 18 tahun. Gelar sarjanan
Baca selengkapnya

Bab 19 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi

Billy maju dengan perlahan untuk mendekati Syifa. Tatapannya tertuju pada tisu merah di tangan Syifa.Billy menjulurkan tangannya, lalu bertanya dengan susah payah, "Apa ... aku ... boleh menyentuhnya sebentar?"Syifa mengangguk. Mungkin karena cuaca hari ini terlalu dingin, tangan Billy sampai bergetar. Bukan hanya tangannya, tetapi sekujur tubuhnya. Pembuluh darah di punggung tangannya juga tampak menggembung.Billy bergerak dengan hati-hati. Hatinya diliputi rasa bersalah, penyesalan, dan rasa sakit. Di sisi lain, Syifa hanya menatapnya dengan tenang, melihat Billy menggertakkan gigi dan matanya yang makin merah.Pada akhirnya, Billy tidak kuat lagi. Dia sampai menggunakan tangan yang satu lagi untuk menekan pergelangan tangannya, lalu menyentuh tisu itu dengan perlahan.Syifa segera mengepalkan tangannya kembali dan menyimpan tisu itu. Sementara itu, Billy seakan-akan baru tersadar dari mimpi buruknya."Pak, Pak Billy." Billy sontak tersadar kembali. Syifa memanggilnya dengan pangg
Baca selengkapnya

Bab 20 Ini Adalah Akhir Terbaik

Billy mengepalkan tangannya dengan erat. Napasnya memburu. Ketika menatap Syifa, tatapannya terlihat agak asing. Dia berujar, "Syifa, kamu benar-benar rasional.""Terlalu rasional mungkin terkesan kejam. Tapi, ini adalah yang terbaik untuk kita bertiga dalam jangka panjang," sahut Syifa."Bertiga?" tanya Billy sambil mengernyit."Aku nggak akan terikat dengan Keluarga Aditama. Setelah bercerai, aku akan punya kehidupanku sendiri. Sementara itu, masa depanmu nggak akan terhambat karena anak ini. Lagian, wanita itu bisa melahirkan anak untukmu. Kamu juga nggak perlu bertengkar dengannya karena anak ini. Kalau Shifa ...," ujar Syifa.Kemudian, Syifa tersenyum sebelum meneruskan, "Dia nggak perlu repot-repot memikirkan cara untuk membantu anaknya merebut aset keluarga."Billy tidak membantah ucapan Syifa. Dia dan Shifa tumbuh besar bersama. Itu sebabnya, dia tahu seperti apa kepribadian Shifa."Masih ada satu hal yang paling penting. Aku ingin anakku tumbuh di keluarga yang penuh cinta. Se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status