Ibunya menghela napas panjang. Ia tahu putrinya sedang menyembunyikan sesuatu, tapi ia juga tahu bahwa memaksa Jelita untuk bicara hanya akan membuatnya semakin menutup diri."Baiklah, Jelita," ujar ibunya akhirnya. "Jika itu yang kamu mau, kami akan senang sekali menemanimu selama masa kehamilanmu. Tapi ingat, kami selalu ada di sini jika kamu ingin bicara, oke?"Jelita mengangguk, merasa lega sekaligus bersalah. Lega karena orang tuanya tidak memaksa ia untuk bercerita lebih jauh, tapi bersalah karena ia harus menyembunyikan kebenaran dari mereka."Terima kasih, Bu, Yah," ucap Jelita lirih.Ayahnya bangkit dari duduknya, "Baiklah, karena kamu akan tinggal di sini untuk sementara, bagaimana kalau kita bereskan barang-barangmu? Kamarmu masih sama seperti dulu, Nak."Jelita tersenyum kecil dan mengangguk. Ia berdiri, bersiap untuk mengikuti ayahnya ke lantai atas, tapi tiba-tiba tubuhnya oleng. Untungnya, ibunya dengan sigap menangkap tubuhnya sebelum ia terjatuh.
Baca selengkapnya