Meninggalkan coffee shop, Tatiana menarik langkah panjang menuju lantai dua puluh lima. Bukan ke kantornya, tapi dia mampir di toilet. Tatiana rasa dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Ucapan dan sikap Bian tadi membuatnya sakit, bahkan teramat sakit.Di depan kaca wastafel Tatiana berdiri sambil memandangi wajahnya sendiri. Berkali-kali dia mengerjap, menahan air matanya yang hampir saja tumpah. ‘Aku nggak boleh nangis, aku nggak boleh lemah. It’s okay, i’m fine.’ Tatiana mensugesti dirinya sendiri sama seperti sebelum-sebelumnya setiap kali dia merasa jatuh. Ini adalah fase paling terendah dalam hidupnya. Tapi sejauh ini Tatiana mampu bertahan. Dan dia yakin kali ini pun pasti bisa. ‘Aku nggak butuh dia. Aku bisa sendiri menjaga anak ini, sampai dia lahir, sampai dia besar, sampai dia dewasa.’Tatiana menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Dia mencoba berpikir positif dan membuang segala pikiran negatif. Ada atau tidak ada Bian hasilnya akan sama saja. Sekarang
Read more