Semua Bab Wanita Yang Menginginkan Suamiku: Bab 61 - Bab 70

363 Bab

Aku Lagi Sariawan

“Bi, pulangnya nanti aja ya…,” bujuk Gladys saat Bian mengatakan keinginannya untuk segera pulang. Dari tadi dia terus menahan Bian agar tidak pergi dan berada lebih lama bersamanya.“Nggak enak sama mama kamu, aku udah kelamaan di sini,” jawab Bian sambil melirik ke arah dalam. Sudah sejak tadi dia berada di rumah Gladys. Tidak berbuat yang aneh-aneh. Hanya mengobrol ringan dan bicara sana-sini. Lumayan mendistraksi pikiran Bian meski tidak sepenuhnya bisa melupakan Tatiana.“Nggak apa-apa. Santai aja, mama pasti ngerti. Lagian kamu kayak orang lain aja.”“Iya sih, tapi aku pulang sekarang ya? Udah mau malam,” ujar Bian sambil melihat arloji di pergelangan kirinya. Sudah pukul enam sore lewat sepuluh menit. Sebentar lagi gelap akan meraja.“Ya udah deh.” Gladys akhirnya menyerah. “Tapi besok kita bisa ketemu lagi kan?” sambungnya.“Mungkin, tapi aku nggak janji ya, Dys. Besok jadwalku agak padat,” jawab Bian mencari alasan.“Kalau lusa?” tanya Gladys penuh harap.“Lihat dulu ya. Pok
Baca selengkapnya

Menjemputmu

Detik demi detik berlalu. Tapi Bian masih bertarung dengan batinnya. Akan membiarkan atau menjemput Tatiana. Bian mencoba untuk menepis kedua pilihan itu dari benaknya dan memikirkan hal-hal lain. Tapi hanya bisa sesaat karena setelah itu pikirannya tidak jauh-jauh dari Tatiana.Bangkit dari tempat tidur, Bian mencari ponselnya. Dia tidak menemukannya di dalam saku celana yang dipakainya. Pun di atas meja. Atau jangan-jangan ikut kebanting saat melempar sepatu tadi?Kalau saja tidak berbunyi mungkin Bian tidak akan tahu dimana ponselnya berada sekarang. Menajamkan pendengaran, Bian berusaha mencari tahu di mana gawainya itu berada. Ternyata bersumber dari kamar mandi. Bian lupa kenapa benda itu bisa berada di sana. Bahkan, dia tidak ingat apa tadi pernah masuk ke kamar mandi dan menyalakan handphone. Semua itu karena pikirannya yang terlalu kusut.Andai bukan Kania yang menelepon, mungkin Bian akan mereject.“Pak, maaf mengganggu malam-malam, besok jangan lupa ada meeting jam sembila
Baca selengkapnya

Pengakuan Bian

“Maaf, Pak Bian, Ibu Tia nggak mau pulang kalau bukan Bapak yang menjemput.” Mario segera melapor pada Bian setelah sampai di rumah.“Jangan becanda kamu, Yo!” Bian langsung membuang rokok yang terselip di bibirnya, padahal masih tinggal setengah.“Saya nggak becanda, Pak… mana pernah saya becanda sama Bapak,” jawab Mario sambil memerhatikan ekspresi Bian. “Terus apa alasan dia? Kenapa nggak mau pulang?”“Nggak ada alasan apa-apa sih, Pak. Bu Tia cuma bilang nggak akan pulang kalau bukan Bapak yang menjemput,” jelas Mario sekali lagi.“Makin lama makin ngelunjak! Maunya apa sih?” Bian mengumpat pada Mario, tapi dia tujukan untuk Tatiana.“Saya juga nggak tau, Pak.”“Kamu juga, Yo, masa itu aja nggak beres? Percuma kamu saya gaji tinggi-tinggi.”Mario menundukkan kepala. Tidak sanggup menatap Bian yang memarahinya. Hingga akhirnya dia mendengar suara pintu yang dibanting. Ternyata Bian sudah berlalu dari hadapannya.‘Aku nggak bisa diginiin. Istri macam apa sih dia? Baru kali ini ada
Baca selengkapnya

Tidak Bisa Ditawar

Meski Tatiana merasa kondisinya setelah malam eksekusi itu masih belum membaik, tapi hari ini dia tetap memaksakan diri untuk bekerja. Mungkin terlalu berlebihan, tapi jujur saja sampai saat ini Tatiana masih merasa sakit di bagian selangkangannya. Sebegitu hebat Bian menyakitinya. Bukan hanya hati, tapi fisiknya juga.“Kamu yakin udah benar-benar sehat?” tanya Rei saat bertemu Tatiana pagi itu di kantor. Tatiana terlihat sedikit lesu, hanya saja berusaha dia samarkan.“Udah, Rei, lagian aku nggak sakit kok, cuma nggak enak badan biasa.”“Terus tadi ke sini kamu pake apa?” “Pake taksi.”“Tau kayak gitu mending aku jemput kamu.”Tatiana tersenyum tipis. Dia membayangkan jarak rumahnya dan rumah Rei yang berlawanan arah. “Oh iya, kemarin Bian telfon, dia nanyain kamu,” ucap Rei memberitahu. Hingga sekarang masih terngiang di telinganya betapa keras suara Bian saat membentaknya.“Terus, dia bilang apa?”“Ya gitu deh, dia marah kayaknya.”Tatiana tersenyum kecut. Memangnya apa lagi y
Baca selengkapnya

Panas

Bian akhirnya pulang ke rumah sendiri. Tadi Tora bersikeras ingin mengantarnya karena merasa Bian masih belum pulih. Masih ada sisa-sisa hangover di tubuhnya. Namun Bian meyakinkan kalau dia akan baik-baik saja. Toh dia bukan amatir. Masuk ke kamarnya, Bian tidak menemukan apa-apa selain benda mati. Hanya sunyi serta sepi. Padahal itu semestinya biasa saja. Tapi sekarang menjadi aneh. Rasa itu terasa menggerogoti hatinya. Andai saja ada Tia. Meskipun mereka tidak saling bicara, tapi setidaknya ada orang lain di kamar itu. Dia tidak akan merasa kesepian seperti ini.Bian menatap galau ponsel yang berada dalam genggamannya. Siapa yang harus diajaknya? Yang jelas bukan Tatiana. Istrinya itu sudah dia coret dari opsi pendamping yang akan dibawanya nanti. Jadi siapa? Tidak mungkin Bi Lina. Atau Kania saja? Sekretarisnya itu memang cantik dan modis, tapi feel Bian ke dia agak kurang. Lama berpikir akhirnya Bian menemukan jawabannya.***“Masuk dulu, Bi,” suara lembut Gladys membelai halu
Baca selengkapnya

Tantangan Tatiana

“Kamu di sini juga?” Bian langsung bertanya saat sudah berhadapan langsung dengan Rei dan Tatiana. “Aku yang mengajak Tia ke sini.” Rei yang menjawab. Rei tidak ingin Tatiana mendapat penilaian buruk dari Bian. Seolah-olah Tatianalah yang mengajaknya pergi bersama.Bian memindahkan mata pada Tatiana. Perempuan itu langsung memalingkan muka. Meski demikian, Tatiana sempat melihat Gladys yang memegang erat tangan Bian. Kiano menjadi heran sendiri melihat pemandangan itu. Aneh, pikirnya. Ternyata setelah dia nasihati saat itu Bian masih belum berubah. Dan kelihatannya semakin menjadi-jadi. Bahkan terlihat terang-terangan menunjukkan hubungannya dengan Gladys yang menurut pengakuannya pada orang-orang hanya sahabat.Merasa tidak enak dan berada pada situasi yang salah, Kiano pun memutuskan pergi dari sana.“Bian, Rei, aku duluan.”“Kenapa buru-buru, Ki?” tanya Rei bermaksud mencegah Kiano pergi. Dia butuh Kiano untuk menyelamatkannya dari situasi sulit yang dialaminya sekarang.“Aku su
Baca selengkapnya

Jambak-Jambakan

Bian kembali masuk ke ballroom untuk menemui Gladys. Sementara Tatiana berjalan mengikuti di belakangnya. Tatiana ingin membuktikan sendiri apa Bian sanggup meninggalkan Gladys seperti yang dia katakan tadi.Bian duduk di kursi di sebelah Gladys. Dia rasa perlu bicara baik-baik sebelum pergi. Gladys memandang tidak suka pada Tatiana yang berdiri seperti bodyguard seolah sedang mengawasinya. Dipandang seperti itu Tatiana membalas dengan melipat tangan di dada, kemudian memalingkan muka.Bian terbatuk-batuk kecil. Dia terpaksa berada lagi dalam situasi dilematis seperti ini. Seharusnya mudah saja bagi Bian. Dia tinggal mengajak Tatiana, lalu pulang. Nyatanya begitu sulit. Sejujurnya, satu sisi hatinya masih menyisakan rasa untuk Gladys. Sementara sisi hatinya yang lain masih abu-abu.“Kenapa, Bi?” tanya Gladys saat melihat muka Bian yang tegang.Bian menghela napas. Diliriknya Tatiana yang sedang berdiri sekilas, lalu kembali memindahkan mata p
Baca selengkapnya

Mencarimu

“Mama!” Lala berseru riang saat melihat Tatiana kembali muncul.“Lho, nggak jadi pulang?” tanya Rei heran. Seingatnya tadi Tatiana sudah berpamitan padanya. Tatiana menggeleng pelan. “Nggak jadi,” jawabnya sambil tersenyum lebar, seolah tidak terjadi apa-apa.“Kenapa?” Rei bertanya lagi.“Aku pulangnya sama kamu aja deh, nggak apa-apa kan?”“Bian mana?” Rei melongok ke arah pintu mencari sosok dimaksud.“Dia udah pulang sama Gladys.”“Terus kamu ditinggalin gitu aja?”Tatiana mengangakat bahu. Dia tidak ingn membahasnya.“Eh, La, pudingnya enak nggak?” Tatiana buru-buru bertanya saat melihat puding di atas meja. Bahkan punyanya tadi juga belum sempat dia cicipi.“Enak banget, Ma, cobain deh.”Tatiana langsung mengambil puding lapis cookies di meja dan mencicipinya.“Hmm… iya, beneran enak ternyata,” komentarnya setelah itu.Rei terus memandangi Tatiana yang terlihat biasa dan kini sedang menanggapi celotehan Lala dengan riang. Dia tidak terlihat sedih sama sekali. Apa memang dia sek
Baca selengkapnya

Bogem Mentah

“Ma, ini di mana?” tanya Lala yang terbangun saat mobil Rei berhenti di depan rumah Tatiana. Sepasang mata bulatnya berlarian ke sana kemari.“Ini di rumah Mama, La,” jawab Tatiana. “Rei, mampir dulu yuk,” ajaknya kemudian.“Udah malam, nggak enak,” jawab Rei menolak.“Ayolah, Pa, kita turun, aku pengen lihat rumah Mama.” Lala menarik tangan Rei.Rei mengangguk pelan dan memenuhi keinginan anaknya. Rumah itu terlihat sepi seperti tidak ada penghuni.“Kayaknya mama sama Sandra belum pulang dari resto,” kata Tatiana, lantas mengeluarkan kunci cadangan dari dalam tas dan membuka pintu. “Masuk dulu, yuk, di luar banyak nyamuk,” ujarnya lagi. Semula Rei ingin duduk di beranda. Walau bagaimanapun dia hanya ingin mengantisipasi omongan dan pikiran buruk orang-orang. Apalagi tidak ada orang dewasa lain kecuali mereka berdua. Pada akhirnya Rei pun memilih masuk setelah Lala menarik-narik tangannya.“Jadi di sini cuma tinggal mama sama adek kamu?” tanya Rei setelah mereka duduk di sofa rua
Baca selengkapnya

Pingsan

Tanpa terasa tiga minggu berlalu. Tapi tidak ada yang ingin mengalah. Bian membiarkan Tatiana di rumah orang tuanya. Dan Tatiana pun tidak ingin pulang. Tidak ada kabar dari Bian. Dia tidak pernah menelepon atau mengutus Mario datang menemuinya dan meminta Tatiana untuk pulang. Mereka memilih untuk memanjakan ego masing-masing. Mungkin untuk sementara memang lebih baik begini. Dari pada berdekatan tapi terus bersiteru dan saling menyakiti satu sama lain. Iya kan?Hari ini sepeti biasa juga, Tatiana menjalani rutinitasnya bekerja sebagai sekretaris Rei. Pekerjaan yang sangat menyenangkan. Tidak hanya karena gajinya yang besar, tapi bekerja dengan Rei baginya sudah seperti bekerja dengan sahabat atau bahkan sudah melebihi saudara sendiri. Dan siang ini Tatiana sedang berada di lantai dasar kantornya bersama Franda. Ada coffee shop yang baru saja dibuka di sana. Tidak hanya menjual kopi dan sejenisnya. Tapi juga minuman kekinian lain yang sedang hits dimana-mana.Berdiri di depan pintu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
37
DMCA.com Protection Status