Home / Romansa / Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO: Chapter 61 - Chapter 70

190 Chapters

61. Menenangkan Sky

"Summer ...." Louis berjalan menghampiri sang balita dengan tangan terentang lebar. Melihat itu, tawa Summer langsung mengudara. Ia berlari menuju sang pria. Namun, belum sempat mereka berpelukan, Sky berdiri di antara mereka. "Sayang?" Sky memegangi pundak sang putri dan menatapnya dengan penuh tanya. "Apa yang sedang kau lakukan? Kau mau memeluknya? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak lagi dekat-dekat dengannya? Kau ingat? Grace melarang kita." Melihat raut kusut sang ibu, senyum Summer menciut. Wajahnya berubah bingung. "Ya, Mama. Tapi dia sedang tidak di sini. Dia tidak akan tahu kalau aku memeluk Paman Louis. Lagi pula, kita tidak sempat berpamitan saat akan berangkat ke sini. Apa salahnya jika aku memeluk Paman Louis sekarang? Anggap saja, itu salam perpisahan yang tertunda," gerutunya. Mendengar itu, Louis tersentak. "Grace melarang kalian? Karena itukah kalian pergi tanpa bilang? Apa yang sudah dia katakan kepada kalian?" selidik Louis, penuh keseriusan. Alih
last updateLast Updated : 2024-09-30
Read more

62. Memperjuangkan Kebahagiaan

"Apa yang kita takutkan itu belum tentu benar, Sky. Itu bisa saja hanya hasil pemikiran kita yang berlebihan, seperti yang terjadi padaku dulu. Aku takut Frank menyakiti si Kembar karena dianggapnya sebagai aib. Tapi kenyataannya?" Kara menaikkan alis. Senyumnya manis. "Frank justru melindungi si Kembar dari semua ancaman yang datang, termasuk dari kakeknya sendiri. Aku merasa bodoh setelah menyaksikan semua itu. Awalnya, aku berpikir, akulah satu-satunya orang yang bisa melindungi anak-anak. Tapi ternyata, mereka punya ayah yang bisa diandalkan." Tiba-tiba, wajah Sky kembali meredup. Ia sadar, Kara ingin menyatakan secara tersirat bahwa Louis juga bisa melindungi Summer. "Apakah Anda mengatakan bahwa aku bodoh, Nyonya?" gumamnya samar. "Aku bodoh karena telah menghalangi anakku bersatu dengan ayahnya?" Kara menggeleng lambat. "Aku mau mengingatkan bahwa kamu tidak boleh diperdaya oleh rasa takut. Jangan sampai kau mengorbankan kebahagiaan putrimu karena kekhawatiran yang
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

63. Air Mata Louis

"Aku juga mau mengetahui pengalamanmu setiap hari. Bisakah kamu mengirimkan jurnalmu kepadaku juga, Summer?" pinta Kara dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga," celetuk Emily dan Frank kompak. Summer terkekeh geli. "Baiklah, aku akan mengirimnya kepada kalian semua. Apakah aku perlu mengirimkan fotoku juga?" "Ya!" jawab semuanya, bersamaan. Suara tawa Summer kembali bergema. Ia bahagia karena semua orang menyayanginya. "Oh, kurasa, anak-anak Bibi Emily sangatlah beruntung," celetuknya kemudian. Semua orang mengernyitkan dahi, heran. "Kenapa kamu tiba-tiba berkata begitu?" selidik Louis, mewakili yang lain. Summer memutar duduknya agar menghadap Louis. Sebelah tangannya terulur, meraih perut Emily. "Karena begitu mereka lahir, mereka akan langsung dikelilingi oleh orang-orang baik yang sangat menyayangi mereka," sahut Summer lugu. "Mereka akan disambut oleh kakek-nenek yang sudah tidak sabar ingin bertemu mereka. Mereka akan disapa oleh paman-paman dan bibi-bibi yan
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

64. Kesempatan dari Sky

"Mama sudah selesai menenangkan diri? Apakah perasaan Mama sudah jauh lebih baik? Mama sudah tidak marah lagi?" tanya Summer penuh perhatian. Padahal, kerut alisnya masih melukiskan kegelisahan. Sky menarik napas. Ia hendak menjawab, tetapi Summer malah lanjut bicara, "Mama tahu? Paman Louis tadi bertanya apa yang akan aku lakukan kalau aku bertemu ayahku. Aku bilang, aku akan menanyakan kabarnya terlebih dahulu. Lalu, aku akan memeluknya dan mengecup pipinya banyak-banyak." Tiba-tiba, Summer melangkah maju. Ia meraih tangan Sky. Kepalanya mendongak dengan mata berkaca-kaca. "Karena itu, aku harap Mama tidak marah. Aku memeluk Paman Louis bukan karena aku ingin dia menjadi papaku. Tapi dia memintaku untuk menganggapnya sebagai ayah. Aku menggunakannya untuk memperagakan jawabanku saja, Mama. Dan dia bilang, Grace tidak akan marah. Jadi kurasa, itu bukan masalah." Semua orang kompak menghela napas iba. Mereka bisa membayangkan ketakutan yang membayangi sang balita. Sky pun s
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

65. Seperti Anak dan Istri

"Paman Louis, kenapa kalian berbisik-bisik? Apakah kalian tidak mendengarkan aku? Dan mau sampai kapan kamu memeluk Mama?" tanya Summer dengan bibir mencebik. Malangnya, Louis dan Sky tidak menanggapi. Merasa dirinya tidak digubris, Summer pun mengentakkan kaki ke lantai. "Mama, ini tidak adil. Aku juga mau dipeluk oleh Paman Louis!" Sambil menggembungkan pipi, balita itu mencoba untuk memisahkan Sky dan Louis. "Mama, ayo ... menjauhlah dari Paman Louis! Sekarang giliran aku untuk memeluknya." Merasakan dorongan dari tangan mungil itu, Louis akhirnya menunduk. Bukannya merasa malu, ia malah tertawa. Raut kesal Summer telah menggelitik hatinya. "Maaf, Manusia Mungil. Kami bukannya mengabaikanmu. Hanya saja, perbincangan kami belum selesai tadi." "Itu pasti obrolan orang dewasa. Kalian berbisik-bisik supaya aku tidak bisa mendengar, kan?" gerutu Summer dengan bibir mungilnya yang menguncup. Merasa gemas, Louis pun menggendongnya. "Tapi sekarang, obrolanku dengan ibumu sudah s
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

66. Kakek dan Cucu

Setibanya di kediaman Harper, semua orang antusias menyambut kedatangan Summer. Kara bergegas membuat salad spesial untuk makan malam. Ia berjanji akan membuatkan roti lapis untuk sarapan besok pagi dan biskuit untuk kudapan siangnya. Summer awalnya berniat membantu. Namun, karena Kara melarang, ia akhirnya bermain bersama para pria di pekarangan belakang. Mereka adu lari, bermain lempar bola, dan kejar-kejaran. Walaupun keringat bercucuran di tubuhnya, tawa Summer tidak ada putus-putusnya. Saat sebuah sepeda baru tiba, Summer tercengang melihatnya. Ukurannya yang kecil sangat pas untuk tubuhnya. "Apakah sepeda itu untukku?" desahnya dengan mata bulat yang bercahaya. Begitu Frank mengangguk, tawanya bergema. Ia langsung menghampiri hadiahnya, mengamati barang baru itu dengan penuh kekaguman. "Mama, lihat apa yang Tuan Harper berikan kepadaku. Sebuah sepeda baru! Ini sangat keren! Lihatlah warna birunya. Ini warna kesukaanku! Dan keranjangnya, aku bisa menaruh Toby di sini dan
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

67. Waktu untuk Summer

"Alasan kedua," Cayden kembali melempar pandangan ke arah bangku taman, "aku tahu siapa yang sebetulnya kau cintai." Louis tersentak. Sorot matanya ikut tertarik ke arah perempuan berambut keriting. "Siapa yang betul-betul kucintai?" gumamnya seperti orang bodoh. Merasa kesal, Cayden menyenggol lengan Louis dengan sikunya. "Jangan bilang kalau kau sama seperti Emily. IQ jenius, tapi bodoh soal cinta?" Louis langsung merengut. "Kami tidak sama. Aku jauh lebih pintar." "Kau baru saja bicara seolah-olah kau tidak menyadarinya." "Itu gumaman spontan," celetuk Louis. "Jadi, kau mengaku bahwa kau mencintai Sky?" Louis termenung. Sejak berpacaran dengan Grace, ia tidak pernah lagi memikirkan perasaan lamanya itu. Bahkan, saat Sky kembali, ia lebih fokus pada Summer. Ia belum sempat mengolah emosinya yang bercampur aduk. "Apa yang membuatmu berpikir begitu?" Louis membalas dengan pertanyaan. Itu cara yang paling tepat untuk menghindar dari jawaban. "Cerita Emily dan firasatku s
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

68. Dekat Seperti Dulu

"Tunggu, tunggu," Kara memegangi pundak si gadis kecil, "kamu tadi memanggilku apa, Sayang?" "Nenek," sahut Summer bangga. "Tadi Kakek Frank bilang kalau dia menganggapku sebagai cucunya sendiri. Karena aku menganggapnya sebagai kakekku juga, dia mengizinkan aku untuk memanggilnya Kakek. Bukankah itu artinya aku juga harus memanggilmu Nenek? Kalian berdua adalah suami istri." Hati Kara sontak diliputi keharuan. Sambil tersenyum lebar, ia mengangguk dan mengelus pipi gembul Summer. "Ya, Sayang. Aku justru senang kamu memanggilku Nenek. Mulai saat ini, kamu adalah cucuku dan aku adalah nenekmu, hmm?" "Ya!" Summer melompat kecil. Selang satu kedipan, ia memeluk Kara dan tertawa lirih. "Terima kasih sudah mengizinkan aku memanggilmu Nenek. Aku senang sekali. Sekarang, aku punya dua kakek dan dua nenek. Semuanya sangat baik dan sayang kepadaku. Aku sangat beruntung!" Ia mengeratkan pelukan dan menggoyang-goyangkan badan. Menyaksikan momen itu, semua orang tersenyum. Mereka t
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

69. Waktunya Bicara

Sejak obrolannya dengan Louis di perpustakaan, Sky terus bertanya-tanya. Apa yang akan terjadi setelah ia menceritakan kebenaran? Apakah kemesraan mereka akan terulang? Mungkinkah Summer akan punya adik dalam waktu dekat? Dadanya tergelitik setiap bayangan itu lewat. Ia hanya bisa berharap kalau Summer segera tidur agar urusan mereka bisa cepat terselesaikan. Malangnya, hingga satu buku habis dibaca, gadis kecil yang duduk di pangkuan Louis itu masih terjaga. Meskipun ia sudah lemas, mata sayunya terus berkedip-kedip mengumpulkan kesadaran. "Sayang, kenapa kamu masih belum tidur?" Sky mengelus rambut sang balita. "Aku belum mengantuk, Mama. Bagaimana kalau kita membaca satu buku lagi?" Summer memaksa tangannya untuk bergerak meraih buku di atas meja. Melihat gadis kecil itu kesusahan, Louis pun membantu. "Kamu mau membaca buku ini?" Ia menukar buku di pangkuan Summer dengan yang baru. "Ya. Bisakah kamu membacanya, Paman?" sahutnya pelan. "Tentu saja." Louis membuka
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

70. Lima Tahun yang Lalu

"Kau tahu?" bisik Sky datar. "Kenapa aku bisa ada di sana malam itu?" Louis menggeleng. "Itu juga yang ingin kuketahui. Kenapa kau datang ke hotel itu? Bukankah kau berjanji untuk datang langsung ke acara kelulusanku?" "Karena aku ingin memberikan kejutan untukmu," sahut Sky, membuat suasana hening sejenak. Louis tampak terkejut dengan pernyataannya. "Kejutan?" Sky menarik tangannya dari genggaman Louis. Sambil mencengkeram jemarinya sendiri, ia tertunduk. "Kupikir kau akan senang dengan kedatanganku. Aku bermaksud ingin menawarkan diri untuk menjadi pendamping wisudamu." "Tunggu, tunggu." Tangan Louis terangkat, meminta jeda. Matanya membulat, ragu pada kemungkinan yang muncul. "Kau ingin menjadi pendamping wisudaku? Kenapa? Apakah ... kau juga menyukaiku?" Bibir Sky mengerucut. Ia terlalu malu untuk mengakuinya. "Itu lima tahun yang lalu, Louis. Aku masih sangat muda. Aku sering bertindak tanpa berpikir panjang. Karena itu," ia mengernyit, "ya, aku nekat ingin men
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more
PREV
1
...
56789
...
19
DMCA.com Protection Status