Semua Bab Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Bab 151 - Bab 160

307 Bab

151. Ke mana Aini?

"Pak Heri, saya pinjem motor!"Satpam bernama Heri itu mengangguk kaku. "B-boleh, Pak." Heri segera turun dari motor, membiarkan Alex duduk di depan. Alex juga mengambil helm yang masih menempel di kepala Heri. "Saya buru-buru, saya pinjam dulu." "Baik, Pak, hati-hati di jalan." Alex melaju cepat di atas motor matic lama milik Heri. Satpam kantor yang sudah lama mengabdi di perusahaannya. Lelaki itu melaju kencang, hingga motor yang ia kendarai bergetar setiap kali melewati jalan berlubang. Matanya terus bergerak, menatap setiap mobil yang lewat. Setiap sudut jalan yang mungkin menjadi tempat Aini berada. Kecemasan menyelimutinya sejak ia tiba di rumah hanya untuk mendapati bahwa istrinya yang ternyata tidak ada di rumah. Bu Asma muncul dari ruang tengah, masih dengan kerudung yang belum rapi. “Alex? Tumben pulang pagi-pagi. Ada yang ketinggalan?” tanyanya heran.Alex menggeleng. "Nggak, Ma. Aini mana?" Alex membuka pintu kamar dengan kasar. Namun, tidak ada istrinya di dalam.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

152. Bosku Sudah Tak Tahan

“Dhuha, Aini ada menghubungi kamu?” tanya Alex tanpa basa-basi. Nada suaranya tajam, hampir seperti desis ular."Aini menghubungi aku? Yang benar saja! Aini bukan tipe wanita seperti itu. Tidak ada kontak apapun antara aku dan Aini sejak kalian menikah. Kenapa? Mau ngabarin kalau Aini hamil? Mau pamer?"Alex tidak langsung menjawab. Nafasnya terdengar berat di ujung telepon, seperti menahan emosi. “Kalau sampai ternyata dia ada sama kamu, atau menghubungi kamu, aku enggak akan tinggal diam, Dhuha!"Dhuha mengernyitkan dahi. “Hei, pelan-pelan dulu, Lex. Kenapa lo bawa-bawa nama gue? Kalau ada masalah sama Aini, itu urusan kalian berdua. Jangan sembarangan nuduh! Tunggu, Aini ada sama gue? Waw--- apa Aini pergi gak bilang-bilang suaminya yang tampan?"“Gue enggak nuduh,” potong Alex. “Gue cuma ngingetin. Kalau gue sampai tahu lo ada hubungannya sama ini, urusannya bakal panjang.”Sambungan telepon terputus sebelum Dhuha sempat merespons. Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya

153. Alex Terpojok

“Suci, kenapa kamu nggak berangkat kerja hari ini?” suara Bu Rahmi terdengar dari dapur, sedikit meninggi karena ia menduga putrinya masih berada di kamar.Suci yang tengah duduk di atas ranjang dengan wajah pucat langsung menoleh ke arah pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Ia menghela napas panjang sebelum menjawab. “Aku nggak enak badan, Bu. Sudah ijin hari ini." Ibunya jangan sampai tahu jika ia berhenti kerja di kantor yang sekarang. Bisa-bisa ibunya terkena serangan jantung. Bu Rahmi melangkah masuk ke kamar dengan tangan yang masih memegang kain pel basah. “Nggak enak badan? Kok nggak bilang dari tadi? Kemarin baik-baik saja, kan?” wanita itu menatap wajah sang Putri dengan seksama. Suci hanya menunduk, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Tubuhnya memang terasa berat, tetapi bukan karena sakit fisik. Pikiran dan hatinya yang terluka membuat ia merasa lemah. Ia tidak bisa tidur semalam, terus memikirkan ancaman Alex, bosnya di kantor.Huk! Suci berpura-pura batuk dan men
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya

154. Permintaan Tegas Suci

"Katakan ini tidak benar, Lex! Wanita ini hanya ingin fitnah kamu'kan?" Bu Suci masih menunggu putranya bersuara. “Pak Alex, saya minta pertanggungjawaban, Pak,” suara Suci bergetar, tapi tegas. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat memerah menahan emosi.Alex memijat pelipisnya, berusaha menahan kesal yang sudah mendidih. “Suci, kamu nggak bisa ngomong sembarangan begini. Apa yang terjadi kemarin itu... cuma kesalahan. Aku nggak punya niat apa-apa sama kamu. Aku khilaf. Lagian kamu juga menikmati. Kamu malah mendesah nakal." Alex mencibir. “Khilaf? Itu alasan Bapak?” Suci menatapnya tajam. Ia berdiri di tengah ruang tamu mewah rumah Alex, seperti seorang hakim yang mengadili terdakwa. “Pak Alex sudah menghancurkan hidup saya, dan sekarang bilang itu cuma khilaf? Saya nggak peduli! Saya mau Bapak menikahi saya. Keperawanan saya tidak akan bisa kembali lagi, meskipun Bapak keluarkan uang ratusan juta. Bapak sendiri yang bilang , bahwa semua baik-baik saja dan saya jangan taku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-03
Baca selengkapnya

155. Membujuk Aini Makan

"Mas Dhuha, aku nggak tahu lagi harus gimana. Mbak Aini nggak mau makan sama sekali. Sejak kemarin cuma tiduran aja di kamar," keluh Amel sambil menyandarkan kepala di meja makan. "Matanya sembap karena menangis semalaman. Aku udah coba bujuk dia, tapi dia cuma geleng kepala. Kadang juga diem aja. Cuma bengong sambil netesin air mata."Dhuha menatap Amel dengan serius. "Amel, kamu nggak boleh menyerah. Kalau dia nggak makan, nanti malah sakit. Kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi biar aku coba bicara sama dia. Mungkin sama aku mau." Amel menyeringai. "Mas Dhuha, kalau Mbak Aini seandainya janda lagi, masih mau gak?" Dhuha menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Aini yang belum tentu mau sama aku lagi, Mel. Dia pasti trauma. Entah apa yang dibuat suaminya itu sampai Aini kabur kayak gini." Amel mengangguk setuju. “Aku takut dia makin marah, Mas. Dia kayaknya nggak mau ketemu siapa-siapa, " kata Dhuha saat akan mengetuk pintu kamar Amel. “Aini butuh waktu, tapi dia jug
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-04
Baca selengkapnya

156. Rencana Alex

Rendy memandang pria paruh baya berseragam cleaning service yang sedang membersihkan meja di sudut lobi kantor Alex. Dengan sikap ramah, ia mendekat, membawa segelas kopi dari mesin otomatis.“Pak, boleh ngobrol sebentar? Saya lagi nyari info soal lowongan kerja di sini. Adik saya pengin coba daftar jadi OB,” kata Rendy, mencoba mencairkan suasana.Cleaning service itu menoleh, menatap Rendy dengan rasa ingin tahu. “Lowongan OB ya? Kayaknya ada sih, tapi baru satu. Itu juga karena ada yang dipecat minggu lalu.”“Oh, dipecat ya? Kenapa, Pak? Masalah apa?” tanya Rendy, berpura-pura penasaran.Pria itu menggeleng sambil berbisik, “Nggak tahu pasti, Mas. Tapi denger-denger sih ada masalah besar di ruangan direktur. Security yang lebih tahu, tapi mereka nggak bakal ngomong ke orang luar.”Rendy mengangguk sambil tersenyum, meski dalam hati ia mulai curiga. “Oke, Pak. Terima kasih infonya. Saya nanti tinggal kirim email ke kantor ini ya, Pak? Apa Bapak tahu emailnya?""Iya, benar, sebentar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-04
Baca selengkapnya

157. Foto Aini di Rumah Sakit

Telepon dari Bu Maria, ibu Dhuha, datang saat ia baru saja selesai mandi dan bersiap untuk tidur. Ia mengangkat telepon dengan suara lelah. Ia juga tidak mau mengganggu Aini dan yang lainnya tidur karena sudah jam sepuluh malam. Ya, malam ini dan mungkin masih sampai besok malam, ia berencana menginap di rumah Anton. “Iya, Ma. Ada apa malam-malam telepon?” tanyanya sambil duduk di sofa. “Dhuha, kamu nggak pernah buka WhatsApp dari Mama, ya?” suara Bu Maria terdengar penuh antusias, bertolak belakang dengan nada Dhuha.“WhatsApp yang mana, Ma? Aku sibuk banget belakangan ini,” jawab Dhuha dengan sedikit mendesah.“Yang Mama kirim soal anaknya Tante Yulia. Namanya Laras. Cantik, muda, dan sopan. Cocok banget jadi istri kamu,” kata Bu Maria dengan nada yakin.Dhuha mengerutkan dahi. “Mama, aku lagi nggak mikir ke arah sana dulu. Kerjaan banyak, dan aku masih fokus sama tanggung jawabku sekarang.”“Dhuha, kamu nggak bisa terus-menerus kayak gini. Mama pengen kamu punya pasangan lagi. La
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-05
Baca selengkapnya

158. Alex Melabrak Dhuha

Hari beranjak sore, dan Aini masih beristirahat di kamar Amel. Sejak pulang dari rumah sakit, ia menunjukkan sedikit kemajuan. Setidaknya, ia tidak lagi menangis tanpa henti seperti sebelumnya. Namun, Dhuha tahu, perjalanan pemulihan mental Aini masih panjang.Di ruang tamu, Dhuha duduk dengan Amel, berdiskusi tentang rencana untuk mendukung Aini, sambil memangku Aris. Anak kecil itu senang dengan adanya Dhuha di rumah. "Ayah Dhuha nginep kan?" tanya Aris polos sambil mengunyah permen lolipop. "Iya, malam ini masih menginap di rumah Aris. Boleh kan?""Boleh, dong! Selamanya juga gak papa." Dhuha mengusap pipi Aris yang mulai padat berisi. Anak kecil itu pun melanjutkan asiknya makan permen sambil menonton televisi. “Mas, menurutku, Mbak Aini memang butuh lebih banyak waktu. Dia belum siap menghadapi dunia luar,” ujar Amel sambil menyeruput teh hangat. "Terutama yang berurusan dengan suaminya," lanjut Amel lagi. Dhuha mengangguk. “Iya, Mel. Aku juga nggak mau maksa. Tapi aku juga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-06
Baca selengkapnya

159. Nasihat Jerry

Ketenangan pagi di rumah Anton tidak berlangsung lama. Setelah kejadian malam sebelumnya, Aini terlihat lebih banyak diam. Amel menyiapkan sarapan, sementara Dhuha mencoba memulai hari dengan mencari cara terbaik untuk melindungi Aini dari Alex.“Mas, Mbak Aini tadi bilang mau coba sarapan di meja makan,” ujar Amel sambil membawa nampan berisi teh hangat ke meja.Dhuha menoleh dari kursi tempatnya duduk. “Itu bagus. Berarti dia mulai pulih, pelan-pelan.”Amel mengangguk, tapi raut wajahnya masih menunjukkan kekhawatiran. “Tapi aku takut, Mas. Alex nggak akan menyerah. Dia kelihatan seperti orang yang nggak terima ditolak. Dan nampaknya lelaki itu masih cinta banget sama Mbak Aini." Dhuha tertawa miring. "Jika lelaki itu cinta dengan istrinya, tidak mungkin dia bermesraan di ruang kerja dengan OB." Amel menghela napas. Gadis itu meletakkan telunjuk di bibirnya. Dengan harapan percakapan mereka tidak sampai didengar Aini. “Aku sudah siapkan semuanya. Kalau Alex datang lagi, kita akan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-06
Baca selengkapnya

160. Membawa Paksa

Aini keluar dari kamar dengan wajah pucat, lalu duduk di sofa ruang tamu. Melihat wajah istrinya seperti sedang sakit, Alex pun terkejut dan cemas. "Kamu sakit sayang?" Alex hendak merana kening sang Istri, tetapi Aini berhasil menepis tangan Alex. "Jangan sentuh aku, Mas!" Pelan, tapi begitu dingin. "Kamu sakit, Ai. Kamu harus segera dibawa ke rumah sakit." Aini tertawa miris. "Gak perlu, aku mati pun sepertinya hanya anak-anak yang akan kehilangan. Cepat saja katakan, kamu mau apa ke sini? Jangan lama-lama, aku gak mau lama-lama di dekat kamu. Aku capek."Alex berdiri di depan Aini dengan wajah penuh emosi. Di balik kata-kata lembut yang ia ucapkan, nada suaranya mengandung ancaman tersembunyi. Aini yang duduk di sofa, menjaga jarak sejauh mungkin. Dhuha berdiri di dekat pintu, mengawasi percakapan mereka dengan mata tajam.“Aini, aku datang ke sini karena aku masih sayang sama kamu. Aku nggak mau keluarga kita hancur begini. Anak-anak butuh kamu,” kata Alex, suaranya serak.Ain
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-06
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
31
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status