All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 131 - Chapter 140

213 Chapters

131. Hubungan yang Rumit

"Operasi Pak Agung berjalan lancar. Tidak ada komplikasi, dan beliau sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan," ucap dokter dengan senyum profesionalnya.Aini menghela napas lega, seakan beban di dadanya sedikit terangkat. "Alhamdulillah, terima kasih, Dok," jawabnya pelan, mencoba menyembunyikan air mata syukur yang hampir jatuh."Kamarnya jadi dipindahkan?" tanya perawat yang menemani dokter. "Jadi, Suster, sudah saya yang urus," jawab Dhuha. "Kelas satu," tambahnya lagi. Dokter itu memberi anggukan kecil sebelum berlalu. Aini masih berdiri di lorong rumah sakit yang dingin, menatap lantai sambil mengatur napas. Syukurnya atas kondisi Pak Agung bercampur dengan rasa cemas yang menyengat seperti duri dalam dada. Ancaman Alex tadi siang masih terngiang di telinganya."Jangan lupa, Aini. Satu kesalahan kecil, aku bisa buat hidupmu dan anak-anakmu berantakan." Aini menggigit bibir, berusaha menahan gemetar yang perlahan merambat ke tubuhnya. Namun, ia tahu tak ada waktu untuk laru
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

132. Menyerah dan Terluka

Aini tidak menjawab pertanyaan Dhuha saat pria itu bertanya apakah ia pernah mencintainya. Suara Dhuha yang rendah, namun penuh dengan kepastian, masih terngiang-ngiang di telinganya. Namun, ia hanya terdiam, membiarkan kesunyian menjadi jawaban yang menggantung di antara mereka.Perjalanan ke rumah terasa sunyi, hanya diisi oleh suara mesin mobil yang berputar stabil. Dhuha sesekali melirik ke arah Aini, yang hanya memandang keluar jendela dengan ekspresi datar. Sesampainya di depan rumah, Dhuha memarkir mobil tanpa mengatakan sepatah kata. Saat Aini membuka pintu mobil dan keluar, ia sempat berhenti sejenak di samping pintu."Terima kasih sudah mengantar," ujar Aini tanpa menoleh, begitu mobil berhenti di depan pagar rumah Aini. Bukan rumah wanita itu sebenarnya, tetapi rumah bu Asma, nenek dari dua anaknya yang dipinjamkan padanya. Ia hanya punya tabungan dan restoran yang sudah sama-sama ludes. Brangkas di kantor pun ikut terbakar dan uang yang cukup banyak di sana, juga ikut terb
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

133. Izzam Mencari Informasi

“Intan, Izzam, ayo cepat! Sudah hampir pukul tujuh. Kalau kalian terlambat lagi, bagaimana mau jadi anak yang disiplin?” suara Aini terdengar dari dapur, sementara tangannya sibuk membungkus bekal nasi goreng dan potongan buah ke dalam kotak makan.“Sebentar, Bu! Adik Intan lama banget pakai kaos kaki!” seru Izzam dari ruang tamu.“Enggak kok, Bu. Ini Abang Izzam yang nggak bisa cari sepatu!” Intan membela diri sambil menuruni tangga."Dari tadi juga Abang lama sekali sisiran. Emangnya cakep!""Dih, emang Abang cakep. Kamu tuh yang ----""Eh, eh, ada apa lagi ini? Bukannya langsung masuk ke mobil. Ini bawa kotak bekalnya. Sebentar Ibu sisiran dulu. Rambut Ibu masih seperti singa berantem sama harimau." Intan tertawa. Momen seperti ini adalah salah satu hal yang ia syukuri dalam hidupnya. Meski ada badai besar dalam hatinya, keberadaan Intan dan Izzam memberinya alasan untuk bertahan.“Cepat selesai. Ibu akan antar kalian ke sekolah, ya,” ujar Aini sambil mengunci pintu. "Udah dicek
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

134. Sikap Protes Izzam

"Kenapa tugasnya belum dikerjakan, Izzam?" suara lembut Bu Santi terdengar di ruang kelas dua. Ia berjongkok di sebelah meja seorang anak kecil yang sedang duduk diam. Di atas meja itu hanya ada kertas kosong tanpa gambar sedikit pun. Padahal, sudah tiga puluh menit berlalu dan anak-anak yang lain sudah ada yang selesai. Namun, Izzam nampaknya sedang tidak semangat. Izzam menunduk, tak menjawab. Pandangannya tertuju ke ujung sepatu hitamnya yang masih mengkilap karena baru dibelikan Alex. Teman-temannya di kelas sibuk menggambar, membuat suasana riuh dengan suara tawa dan goresan pensil. Celotehan siswa-siswi di kelas, terdengar riuh dan riang. Hanya Izzam saja yang tak berminat. Tentu ini tidak seperti biasanya. "Izzam dengar Bu Guru, kan?" tanya Bu Santi lagi, masih dengan nada sabar.Anak itu akhirnya mengangkat kepalanya perlahan, menatap guru wali kelasnya. Matanya tampak sayu. "Aku nggak tahu mau gambar apa, Bu," gumamnya pelan."Tadi tugasnya sudah Ibu jelaskan, Sayang. Gamba
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

135. Persiapan Pernikahan

Malam semakin larut, tapi hati Aini tak tenang. Beberapa orang tua murid yang ia kenal, sudah ia telepon, tapi belum ada informasi tentang Izzam. Sama seperti jawaban pak Haris tadi, teman-teman Izzam melihat putranya itu naik ke mobil jemputan seperti biasa. Ponselnya berdering, layar menunjukkan nama Alex. Dengan tangan gemetar, Aini segera mengangkatnya."Aini, aku dengar dari guru lesnya, Izzam tidak ada di tempat les?" suara Alex terdengar tegas, mencerminkan kekhawatirannya."Iya, Mas," jawab Aini, suaranya lirih. "Aku sudah mencari tahu ke Pak Haris, sopir jemputannya, tapi dia bilang Izzam sudah diantar langsung ke tempat les. Tapi ternyata...""Jangan panik. Aku akan ke sana sekarang," potong Alex. "Aku akan bantu mencari.""Terima kasih, Mas," ucap Aini. Meskipun ia merasa lega, sekaligus rasa bersalah menyelimuti dirinya.Setelah menutup telepon, Aini segera menghubungi Pak Haris lagi. "Pak Haris, kita bantu cari Izzam sekarang," katanya buru-buru."Bisa, Bu, akan saya ba
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

136. Kartu Undangan

Rumah Bu Maria, ibu dari Dhuha, pagi itu lebih ramai dari biasanya. Suara gelak tawa dan obrolan seru memenuhi ruang tamu yang telah dihias cantik untuk acara arisan. Meja prasmanan dipenuhi aneka hidangan, dari nasi tumpeng, pastel, hingga berbagai kue manis yang menggoda.Di antara tamu-tamu yang hadir, terlihat Viona, ibu dari Hakim, ipar sekaligus teman sekolah Bu Maria. Mereka berbincang hangat, mengenang masa muda mereka. Namun, topik utama hari itu tak lain adalah Dhuha. Viona tentu saja masih menutupi masalah putrinya. Ia malu kalau harus mengatakannya sekarang. "Mbak, kamu pasti lega sekali Dhuha akhirnya kembali ke rumah," kata Tia sambil menyentuh tangan Bu Maria."Alhamdulillah, Ti. Akhirnya anakku mau kembali ke sini setelah sekian lama. Aku ingin merayakan kebahagiaan ini," jawab Bu Maria, senyumannya merekah."Tinggal nanti anaknya Jeng Viona, siapa namanya? Hakim ya?""Iya, Bu Ratna, Hakim nama putra sulung saya, tapi belum mau nikah juga. Gak ngerti anak jaman sekara
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

137. Aku Boleh Cium?

Amel sedang duduk di ruang tamu rumah Anton ketika ponselnya berdering. Nama Hakim, kakaknya, muncul di layar. Dengan senyuman, ia mengangkat telepon itu. Anton melirik sekilas wajah ceria Amel yang sigap menggeser layar terima pada telepon genggamnya. "Halo, Mas, ada apa?""Kamu lagi di mana?""Di rumah Anton, lagi ada kerjaan."Terdengar Hakim menghela napas. "Kamu ini, udah Mas bilang kan, jangan tinggal berdua saja dengan laki-laki tidak dikenal, nanti kamu kenapa-napa. Cepat pindah dari sana kalau kamu gak mau, Mas beritahu mama papa, bahwa kamu masih kos di sana!""Ish, apaan sih, baru telepon langsung marah-marah. Tutup aja deh!""Eh, jangan! Jangan, adikku sayang. Mas mau minta tolong.""Tolong apa?""Amel, besok kamu ada waktu luang?" tanya Hakim langsung."Besok kan hari libur. Ada apa, Mas?" jawab Amel sambil melirik Anton yang kini juga sedang menatapnya. "Aku butuh bantuanmu. Temani Dhuha ke sebuah acara undangan di Bandung. Dia butuh ditemani," kata Hakim.Amel menger
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

138. Pesta Bujang

“Aini, kamu mau ke mana lagi sudah begini?” Suara Bu Asma terdengar tegas, meski ada nada lelah di dalamnya. Wanita itu sejak kemarin menginap di rumahnya Aini untuk membantu calon menantunya itu bersiap-siap. Terutama dalam persiapan dekorasi kamar pengantin dan kini prasmanan yang disediakan untuk tamu-tamu undangan yang tidak bisa datang ke acara akad dan resepsi besok. Aini yang tengah mengambil kunci mobil, lalu segera menghentikan gerakannya. “Ma, Aini cuma mau beli bakso sebentar di depan gang. Tadi pagi kepikiran terus, rasanya pengin banget makan bakso gerobak itu,” jawabnya dengan nada memohon. Matanya menatap Bu Asma penuh harap.“Bakso? Besok kamu menikah, Nak. Kamu harus istirahat. Lagipula, gerimis begini tidak aman untuk keluar sendirian. Sabar sampai besok karena di menu prasmanan juga ada baso,” ujar Bu Asma sembari menghela napas. Wanita paruh baya itu memandang Aini dengan lembut namun tegas.“Tapi, Ma…” Aini mencoba membujuk, namun langkah kakinya terhenti ketika
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

139. Berjabat Tangan

Keramaian di rumah Aini belum juga surut. Para tamu terus berdatangan, memberi ucapan selamat kepada pasangan pengantin baru. Tenda yang dihias dengan bunga segar kini penuh dengan canda tawa dan percakapan hangat. Namun, di tengah keramaian itu, Izzam, bocah kelas dua sekolah dasar, berdiri mematung di dekat pintu masuk. Matanya tertuju pada sosok lelaki yang tengah berdiri di antara kerumunan tamu, dengan kepala tertunduk dan tangan menggenggam erat sesuatu di saku celananya.Izzam menyipitkan matanya, mencoba memastikan penglihatannya. Ada sesuatu yang familiar pada sosok itu. Meski wajahnya setengah tersembunyi, ia merasa mengenalinya. Naluri kecilnya memaksa kakinya bergerak mendekati lelaki itu.“A-ayah Dhuha?” bisik Izzam perlahan. Suara kecilnya hampir tenggelam dengan suara orang dewasa yang tengah menyaksikan acara sungkeman. "A-ayah," gumam Izzam lagi. Sosok itu tak bergeming. Lelaki bernama Dhuha tetap menunduk, menyembunyikan air mata yang mengalir di wajahnya.“Ayah Dh
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

140. Kangen Duda

Cahaya lampu apartemen Dhuha memantul lembut di atas meja makan kecil yang penuh dengan aroma nasi goreng buatan Amel. Tiga piring nasi goreng yang masih mengepul tertata rapi di tengah meja. Hakim, kakak Amel, duduk santai di salah satu kursi, menikmati hidangan sambil sesekali melirik adiknya dengan senyum penuh arti.“Kamu semakin pintar masak, Mel,” kata Hakim sambil menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. “Sejak kapan ini? Jangan-jangan gara-gara ngekos di rumah duda, ya?” godanya dengan tawa kecil.Amel mendelik ke arah kakaknya, wajahnya merona. “Mas Hakim, apa sih! Ngomongnya jangan sembarangan, ah. Aku masak karena suka, bukan karena itu,” jawabnya dengan nada setengah kesal."Ya, kamu emang bisa masak, tapi gak seenak ini. Ini tumben sekali enak," kata Hakim lagi setengah menggoda. "Itu karena kalian berdua lapar. Lagian, udah tahu kondangan, bukannya makan yang banyak biar kuat menghadapi mantan yang menikah lagi, malah cuma minum jus doang. Kenyang nggak, kembung iya," omel
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
22
DMCA.com Protection Status