Home / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Chapter 271 - Chapter 280

All Chapters of Kembalinya Sang Dewa Pedang: Chapter 271 - Chapter 280

319 Chapters

Aku Manusia Biasa

“Aih, Song Mingyu!” Seruan Ren Hui memecah keheningan malam saat dia menoleh dan mendapati sosok pemuda itu tengah bersandar santai di pintu rumah beroda mereka. Tatapannya penuh rasa ingin tahu, tapi diiringi senyuman yang seakan-akan tidak terkejut sama sekali.“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” Junjie ikut menatap, nada suaranya setengah heran, setengah menggoda. “Kupikir kau masih sibuk memandangi lukisan Dewa Pedang milikmu itu.” Senyumnya tipis, cukup untuk membuat orang lain bingung apakah ia sungguh-sungguh atau hanya bercanda.Song Mingyu mendengus kecil. Dia melipat tangan di depan dada, memalingkan wajah sejenak sebelum kembali menatap keduanya dengan sorot mata kesal. “Kalian bersenang-senang tanpa mengajakku. Betapa tidak adilnya kalian.” Ada nada manja dalam suaranya, meskipun raut wajahnya mencoba terlihat serius.Ren Hui mengibaskan payung putihnya, sisa tetesan air memercik lembut ke lantai kayu sebelum dia melipatnya dengan rapi. Payu
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Rahasia Pondok Di Balik Air Terjun

Air Terjun Tersembunyi, Kota YueliangMo Yuan berdiri tegak di tepi halaman kecil yang dibatasi oleh dinding air terjun yang terus-menerus bergemuruh. Butiran air yang lembut berterbangan di udara, membasahi sedikit pakaian hitamnya yang berkibar tertiup angin dingin. Pandangannya tertuju pada pondok kecil yang sederhana namun penuh misteri. Di dalam, Wei Xueran sudah lebih dahulu memasuki ruangan, meninggalkan suara langkah-langkah ringan yang teredam oleh suara air terjun."Kenapa kau hanya berdiri di sini?" Suara berat dan serius Kasim Zheng memecah keheningan, memaksa Mo Yuan untuk menoleh.Pria berhanfu hitam dengan jubah panjang itu hanya tersenyum tipis, meski matanya menunjukkan sorot penuh perhitungan. "Aku hanya mengamati suasana," jawabnya santai. Namun, kakinya mulai bergerak mengikuti langkah sang kasim yang sudah memasuki pondok bersama Han Jin. Pria yang sedari tadi juga berdiri di sampingnya, mengamati suasana sekitar. M
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Janji Junjie

Kota JinghuSong Mingyu menarik ulur lobak merah yang diikatkan pada sebatang ranting. Sembari menepuk pantat keledai berbulu hitam yang ditungganginya, ia menghela napas panjang. Namun keledai itu tampak enggan bergerak lebih cepat."Aiyo! Aiyo! Lobak, kau pikir kau ini keledai milik Yang Mulia Kaisar?" keluhnya dengan nada bercanda yang terselip rasa kesal.Lobak, nama yang diberikan Junjie pada keledai hitam itu ketika membelinya di pasar beberapa waktu lalu, mendengus sambil menggerakkan telinganya. Tindakannya itu seakan menjawab keluhan sang penunggang."Iya, iya! Kau benar! Meski Junjie itu sebenarnya Pangeran Yongle, di mataku dia hanya pria pengangguran, pemalas, dan sakit-sakitan. Apa yang bisa kau harapkan dari orang seperti dia?" Song Mingyu terus berceloteh sambil menggelengkan kepalanya.Di tempat lain, di dalam rumah beroda yang bergerak perlahan menyusuri jalanan kota Jinghu, Junjie bersin keras. Dia mendongak heran. Cuaca
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Wujud Kekaisaran Shenguang

Perjalanan Ren Hui dan kawan-kawan terus berlanjut, meninggalkan Kota Jinghu yang kini hanya terlihat samar di kejauhan. Mereka melewati pedesaan yang sunyi, di mana hamparan ladang baru saja selesai dipanen. Sisa jerami yang mengering bertebaran, mengirimkan aroma khas musim panen yang bercampur dengan debu ringan yang beterbangan bersama angin."Berapa lama lagi kita sampai di Qingge?" tanya Song Mingyu, suaranya terdengar malas dan bosan, memecah keheningan. Ia bersandar di dinding kayu teras beroda, menggigit setangkup rumput liar yang ia petik entah dari mana.Baihua duduk di sampingnya dengan lidah terjulur, napasnya pendek-pendek. Rubah putih itu tampak kelelahan menghadapi suhu yang mulai meningkat. Musim semi hampir berakhir, dan angin yang tadinya sejuk kini membawa hawa hangat, meninggalkan jejak keringat di pelipis manusia dan makhluk hidup lainnya."Mungkin satu atau dua minggu lagi, tergantung situasi di kota berikutnya," jawab Ren Hui santai
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Qingge; Jejak Kekaisaran Yang Terpecah

Beberapa hari kemudian, mereka tiba di Kota Qingge. Kota ini, menurut Junjie, adalah miniatur dari Ibukota Baiyun. Dengan arsitektur yang tertata rapi dan suasana yang terjaga, Qingge memancarkan aura ketenangan yang khas.Di pinggiran kota, berdiri manor-manor megah milik bangsawan kuno yang berjajar di sepanjang tepi Sungai Ombak Hijau. Sungai itu mendapat namanya dari ganggang yang tumbuh subur di dasarnya, membuat air sungai seakan-akan berwarna hijau zamrud saat tertimpa cahaya matahari. Hal ini juga yang membuat Qingge dikenal sebagai penghasil rumput laut kualitas tinggi dan ikan air tawar terbesar kedua setelah Jinghu di wilayah barat Kekaisaran Shenguang."Qingge dahulu merupakan ibukota Shenguang Barat," ujar Junjie, menoleh ke arah Song Mingyu yang tampak terpikat oleh pemandangan kota.Mereka berjalan santai menyusuri jalan setapak yang dihiasi pohon-pohon maple. Daun-daun merahnya berguguran perlahan, terdorong angin lembut yang membawa aroma
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Alun-alun Kota Qingge

Mereka bertiga melangkah perlahan di jalan setapak yang mengelilingi alun-alun. Jalan itu disusun dari batu-batu alam berbentuk persegi, ditata sedemikian rupa hingga membentuk pola geometris yang harmonis. Di sepanjang jalan, lentera kertas dengan desain minimalis namun artistik tergantung rapi, memancarkan cahaya keemasan lembut yang menerangi sore yang mulai meredup. Udara hangat berpadu dengan semilir angin malam yang perlahan menyusup, membawa aroma samar bunga sakura dan daun maple.“Masih sore hari. Suasana belum terlalu ramai,” gumam Junjie, suaranya nyaris tertelan angin.Song Mingyu menoleh, langkahnya kini sejajar dengan mereka. Ia berjalan di sebelah kiri Junjie, sementara Ren Hui ada di sisi kanan.“Suasana seperti ini mengingatkanku pada masa kecil,” ujar Junjie pelan, senyumnya tipis, dan pandangannya menerawang jauh, seolah menggali ingatan yang telah lama terkubur. “Saat aku baru berusia delapan tahun.”“Kau yakin tidak
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Tamu Dari Kediaman Keberuntungan Besar

Ren Hui berjalan santai, memutar lampion yang baru saja dibelinya. Cahaya hangat lampion memantul lembut di atas jalan setapak berlapis batu bata. Di sisinya, Junjie melangkah dengan gaya khasnya—acuh tak acuh, seolah dunia di sekitarnya hanya sekadar bayangan. Sementara itu, Song Mingyu sibuk menikmati tanghulu manis yang dibelikan Ren Hui sebelumnya, sesekali menjilat jemarinya yang lengket gula. Mereka tampak santai, seakan tidak menyadari bayangan yang terus mengikuti mereka sejak di alun-alun.Begitu tiba di tepi Sungai Ombak Hijau, mereka berhenti. Air sungai yang berkelok tenang memantulkan sinar bulan, menciptakan pemandangan yang memikat. Di kejauhan, deretan manor-manor megah berdiri anggun di bawah cahaya malam."Di mana letak Kediaman Keberuntungan Besar?" Ren Hui bertanya, pandangannya masih terpaku pada aliran sungai yang meliuk seperti naga. Junjie menggelengkan kepala, senyuman kecut terulas di wajahnya. "Aku tidak tahu," jawabnya pendek.Ren Hui menghela napas ringan,
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Arak Obat Untuk Tuan Muda Ketiga Hong

Song Mingyu datang menyajikan teh dan dengan ramah mempersilakan mereka untuk menikmati teh hangat terlebih dahulu. Udara dingin dari luar terasa tajam saat pintu rumah beroda terbuka, tetapi di dalamnya, aroma teh yang hangat menyebar, menenangkan jiwa. Ren Hui menuangkan teh ke dalam cangkir, bergerak hati-hati agar tidak ada setetes pun yang tumpah. Ia menyajikan teh untuk tamunya, dirinya sendiri, Junjie, dan Song Mingyu."Silakan diminum tehnya, Nona Yin," tawarnya dengan ramah, senyum ringan menghiasi wajahnya. Yin Tao mengangguk, matanya menyipit sedikit karena kehangatan teh yang menyentuh bibirnya. Dengan gerakan elegan, ia mengambil cangkir teh dan menyesapnya perlahan. "Teh yang enak. Segar dan menghangatkan tubuh," pujinya dengan tulus, nadanya lembut dan penuh makna. Ia tersenyum hangat dan meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja dengan hati-hati, seolah tidak ingin mengganggu ketenangan yang tercipta."Terima kasih Nona. Aku rasa masih te
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Kakak Ipar

Beberapa hari kemudian berlalu dengan tenang. Untuk sementara waktu, Ren Hui memutuskan untuk menetap di Qingge. Seperti biasanya, dia berjualan arak di pasar atau sesekali menawarkan araknya langsung pada pemilik kedai, restoran, penginapan, bahkan rumah bordil dan rumah judi yang tersebar di sekeliling kota.Seperti siang ini, Junjie duduk dengan santai di pelataran Paviliun Bunga Malam, sebuah rumah bordil terbesar di Kota Qingge. Udara siang terasa hangat meski matahari mulai condong ke barat, menebarkan cahaya lembut yang menambah keindahan paviliun tersebut. Di sebelahnya, Song Mingyu duduk termenung, matanya menatap kosong ke arah paviliun yang ramai. Meskipun di siang hari biasanya tidak seramai malam, suara riuh para wanita dan lelaki pengunjung tetap terasa mengganggu ketenangannya."Aiyo, apa yang tengah dilakukan Ren Hui? Kenapa dia lama sekali?" keluhnya, suaranya penuh dengan ketidaksabaran yang tercermin dari tindak-tanduknya yang tidak tenang.
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Rumput Hijau Dan Yìcǎo

Ren Hui melangkah dengan hati-hati, menginjakkan kaki di sepanjang tepi Sungai Ombak Hijau yang mengalir tenang. Ia memilih jalur ini, jauh dari keramaian, melewati hutan bambu yang sunyi, tempat yang cocok untuk memancing dan, lebih penting lagi, tidak menarik perhatian. Dari sini, ia bisa dengan mudah mengamati keadaan di seberang sungai, di mana manor-manor megah milik para bangsawan kuno berjajar rapi, menciptakan pemandangan yang memukau."Eh, Paman!" Ren Hui menyapa seorang pria paruh baya yang tengah berendam di tengah sungai."Aiyo, anak muda! Kau mau apa kemari?" Pria itu melambaikan tangan dan bertanya dengan ramah, suaranya mengalir ringan seperti air sungai itu sendiri."Aku hendak memancing ikan, Paman!" Ren Hui menjawab dengan riang, seraya meletakkan peralatan pancing yang sederhana tetapi cukup memadai di tepi sungai."Anak muda, itu cukup sulit di sini. Saat ini adalah musim panen rumput hijau. Semua tempat di sungai sudah dikerumuni oleh para pencari rumput hijau." P
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more
PREV
1
...
2627282930
...
32
DMCA.com Protection Status