Home / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Chapter 261 - Chapter 270

All Chapters of Kembalinya Sang Dewa Pedang: Chapter 261 - Chapter 270

319 Chapters

Aku Bukan Tamumu

Kediaman Kedamaian Hati, Manor Chu, Ibukota BaiyunChu Wang berdiri tegak di tengah gazebo yang dikelilingi pemandangan Taman Cahaya Salju. Mata sebening dan sedalam kolam gioknya, tenang tetapi menyimpan kekhawatiran samar, tertuju pada hamparan taman yang mulai berubah wajah. Musim semi telah datang, membawa warna-warna kehidupan yang mengusir jejak salju yang pernah mendominasi tempat itu.Sekarang, taman itu seperti kanvas lukisan hidup. Pohon-pohon plum tua di sudut taman bermekaran, melukiskan percikan merah muda, merah, dan putih yang berselang-seling di antara hijau dedaunan. Di sepanjang jalan setapak berbatu, bunga-bunga liar tumbuh semaunya—Chinese forget-me-nots yang biru lembut mekar di tepi kolam kecil, sementara wild violets bersembunyi malu-malu di bawah naungan rumput liar.Hanfu putih Chu Wang berkibar lembut dihembus angin pagi yang membawa aroma segar musim semi. Sudah beberapa hari berlalu sejak ia kembali dari Paviliun Yueliang, tetap
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Menuju Ke Barat

Rumah beroda itu berderak lembut, roda-rodanya meninggalkan jejak samar di jalan berbatu kota yang mulai lengang. Aroma debu bercampur embusan angin dan sinar matahari terasa di udara, menyatu dengan ritme langkah kuda-kuda yang menarik rumah kayu bertingkat itu. Song Mingyu, dengan senyumnya yang selalu santai, mengendalikan tali kekang sembari bersiul pelan. Di sampingnya, Baihua—rubah putih berbulu halus—duduk tenang, sesekali menggoyangkan ekornya seolah menikmati perjalanan.Seperti biasa, rumah beroda itu menarik perhatian. Penduduk kota, baik tua maupun muda, keluar dari rumah mereka untuk sekadar melihat. Anak-anak berlarian mengikuti di belakang, tawa mereka berderai seperti lonceng angin. “Beberapa hari ini kita meninggalkan Pasar Hantu, dan Yingying tidak lagi bersama kita,” gumam Song Mingyu, hampir pada dirinya sendiri. Ia menatap jalan di depannya, ingatan melayang pada tabib ilahi yang biasanya menemani mereka. Yingying harus kembali ke Kota Xuelian
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Semangkok Mi Lezat

Perjalanan mereka terus berlanjut, kali ini mengarah ke barat, sebuah wilayah subur di Kekaisaran Shenguang yang dijuluki lumbung pangan kerajaan. Hawa musim semi terasa lembut menyapu wajah, angin membawa aroma tanah yang baru dibajak, bercampur dengan harumnya bunga liar di sepanjang jalan."Ini pertama kalinya aku melakukan perjalanan ke barat," ucap Ren Hui sambil meletakkan tiga mangkuk mi di atas meja kecil yang berderit pelan di rumah beroda mereka.Semangkuk mi yang terlihat begitu menggugah selera. Mi buatan tangan Ren Hui, yang menurut Song Mingyu adalah mi terlezat di dunia, tersaji dengan kaldu ayam beraroma rempah-rempah yang harum, sayuran hijau segar, tahu sutra, jamur kuping hitam, udang hasil tangkapan mereka dari sungai pagi tadi, telur pidan yang tampak mengkilap, dan taburan bawang goreng yang renyah."Aiyo! Aku sungguh mencintaimu, Ren Hui!" Song Mingyu, yang mencium aroma mi itu dari kejauhan, melompat dari tempat tidurnya dan tanpa m
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Keledai Nakal Dan Lobak Merah

Kota Jinghu pagi itu ramai seperti biasa, hidup dengan hiruk-pikuk para pedagang dan pembeli. Udara segar bercampur dengan aroma tanah basah dan rempah-rempah yang menyengat indra. Matahari memantulkan cahayanya pada keranjang-keranjang penuh sayuran segar yang berwarna-warni, seakan melukiskan kehidupan yang sederhana namun penuh makna di pasar kota itu."Tuan, lobak merahnya! Atau asparagus? Murah, segar baru panen!" seru seorang pedagang dengan nada semangat.Meja-meja penuh sayur-mayur segar memanjakan mata. Lobak merah yang cerah, sawi hijau yang memikat, kacang polong, kubis, bayam hingga jamur musim semi yang menguarkan aroma segar. Ren Hui, seperti biasa, menikmati kegiatan berbelanjanya. Dia berjongkok santai di depan seorang pedagang yang menggelar dagangannya di teras toko, tangannya cekatan memilih sayuran.Junjie, di sisi lain, bersandar dengan malas di gerobak pedagang lain. Wajahnya tampak bosan, tetapi dia setia menunggu sahabatnya menyeles
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Hari-hari Penuh Canda Dan Latihan

Di Tepi Danau JinghuLangit di atas danau Jinghu berwarna biru lembut, dihiasi awan-awan tipis yang melayang seperti sapuan kuas di atas kanvas. Angin berhembus lembut, mengantarkan aroma air segar bercampur wangi bunga wisteria yang bermekaran di sekitar tepian. Song Mingyu dan Baihua bermain-main di tepi danau. Pemuda itu tertawa riang melihat kelincahan rubah putih milik Ren Hui itu. Namun, matanya tiba-tiba membelalak saat melihat siluet familiar dari kejauhan.“Aiyo!” serunya, melompat berdiri sambil menunjuk. “Apakah penghuni rumah beroda kita bertambah lagi?” Tawanya menggema, menambah keceriaan sore itu.Ren Hui, yang tengah berjalan mendekat mengangkat bahu dan menunjuk ke arah Junjie. “Tanyakan padanya,” sahutnya datar. Junjie, yang berjalan di belakang dan menuntun seekor keledai berbulu hitam yang menarik gerobak mereka, hanya mendengus tanpa berniat menjelaskan. Keledai itu, yang melangkah malas, menarik perhatian Baihua ya
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Ilusi Bintang Di Danau Cermin

Junjie bersandar santai di bawah pohon wisteria yang sedang berbunga. Hembusan angin lembut menggoyangkan dahan, membuat kelopak bunga wisteria yang bercahaya keunguan jatuh perlahan di sekitarnya, melayang-layang seperti hujan cahaya. Matanya terpaku pada sosok Ren Hui yang tengah berlatih di tepi danau.Ren Hui bergerak dengan anggun, seperti seorang penari istana yang meliuk di tengah panggung. Setiap langkah dan ayunan tangannya membentuk pola indah, seolah dia sedang menari bersama kelopak-kelopak merah darah yang berhamburan di sekitarnya. Junjie tersenyum kecil. Meski sering menyebut dirinya pemalas, dia tak pernah bisa berpaling ketika Ren Hui memegang senjata.“Dia selalu menarik saat menggunakan pedang, apa pun jurusnya,” gumam Junjie lirih, nyaris seperti bisikan angin malam. Senyum tipis itu berubah menjadi kilasan kekaguman yang sulit ia sembunyikan.Di tengah danau sebening cermin, Ren Hui berdiri ringan, ujung kakinya menyentuh permukaan air
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Cahaya Kunang-kunang Di Danau Jinghu

Di bawah cahaya rembulan yang samar, Ren Hui dan Junjie berjalan menyusuri tepi danau Jinghu. Aroma lembut bunga musim semi bercampur dengan kesejukan angin malam mengiringi langkah mereka. Di antara keheningan, sebuah perahu kecil tertambat pada tonggak kayu tua, seolah-olah menunggu kehadiran mereka."Mau mencoba naik perahu ke tengah danau?" tanya Ren Hui, matanya yang cerah memandang perahu sederhana itu dengan penuh rasa ingin tahu.Junjie memperhatikan perahu itu lekat-lekat, alisnya mengernyit. “Di mana pemiliknya?” tanyanya, matanya menyapu sekitar, mencari keberadaan nelayan atau penjaga perahu."Aku rasa pemiliknya sengaja meninggalkannya. Mungkin mereka tidak menyeberangkan orang di malam hari," jawab Ren Hui, menunjuk ke seberang danau yang remang-remang dalam kabut. Junjie menatap perahu itu sejenak sebelum tersenyum tipis. "Baiklah, ayo kita berkeliling danau!" katanya, tangannya cekatan mengambil lentera yang tergantung di tonggak
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Lukisan Yang Hampir Terlupakan

Song Mingyu duduk termenung, pandangannya terpaku pada permukaan meja kayu yang kusam. Jemarinya yang ramping mengetuk-ngetuk perlahan, seolah mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. Di bayangannya, danau Jinghu kembali hadir, memantulkan bayang-bayang langit malam yang pekat, seperti layar raksasa yang menyimpan rahasia.Pikiran itu terusik oleh ingatan tentang Ren Hui, yang selama ini ia anggap hanya seorang pedagang arak sederhana. Namun, momen di atas danau Jinghu telah mengubah segalanya. Sosok yang tampak lemah dan tak terlatih itu ternyata memiliki kemampuan yang sulit dipercaya. Ren Hui memang tidak sempurna; gerakannya kerap canggung, dan kadang ia terlihat ragu mengambil risiko. Namun, ada sesuatu dalam jurusnya—sesuatu yang membuat Song Mingyu tak bisa mengabaikannya.“Jurusnya memang lumayan,” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Namun, seperti kata Junjie, tenaga dalamnya masih jauh dari memadai.”Ia tersenyu
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Rahasia Di Balik Lukisan

Song Mingyu dan Junjie duduk diam, masing-masing dengan ekspresi berbeda. Ketegangan memancar di wajah Song Mingyu, sementara Junjie tampak tenang meski pandangan matanya mengamati setiap gerakan Ren Hui. Di atas meja, lukisan besar Dewa Pedang Ren Jie terhampar, permukaannya berkilauan di bawah cahaya lentera. Ren Hui muncul kembali dari belakang dengan teko berisi air dingin. Langkahnya pelan tapi pasti, seperti seseorang yang sepenuhnya yakin akan tindakannya.Tanpa banyak bicara, dia menuangkan air dari teko itu ke permukaan lukisan. Aliran air yang dingin menciptakan riak tipis pada kertasnya, seperti salju mencair di awal musim semi."Eh!" Song Mingyu berseru dengan nada cemas. Tangannya bergerak cepat hendak menghentikan Ren Hui, tetapi sebelum dia sempat melakukannya, Junjie menahan lengannya."Biarkan dia," ujar Junjie singkat, matanya tetap tertuju pada Ren Hui.Ren Hui menoleh, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis y
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Tarian Pedang Di Danau Jinghu

Arak seribu tahun bukan jenis arak yang menyerang tenggorokan dengan tajam. Sebaliknya, aromanya lembut dan rasa yang mengalir di lidah begitu halus—tetapi mengandung kekuatan yang memabukkan. Siapapun yang mencicipinya hanya perlu sekali untuk jatuh dalam candu, terperangkap dalam kerinduannya yang sulit dilepaskan.Ren Hui, yang berdiri santai di teras rumah beroda, memandang Junjie dengan senyum tipis. Di tangannya, kendi arak itu hampir kosong. Junjie meneguk lagi tanpa ragu hingga tetes terakhir menetes ke dagu. Dengan gerakan sederhana tetapi anggun, ia menyeka dagunya menggunakan ujung mantelnya, lalu menatap kendi yang kini kosong seolah menyayangkan isinya yang lenyap terlalu cepat.“Arak seribu tahun ... pantas disebut seperti itu ,” ucap Junjie, suaranya mulai terdengar sengau, menunjukkan efek arak yang mulai merasuk.Ren Hui tertawa kecil, mengangkat kendi miliknya. Tapi sebelum sempat meneguk, kilatan tajam pedang membuatnya tertegun. Junjie,
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more
PREV
1
...
2526272829
...
32
DMCA.com Protection Status