Semua Bab Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!: Bab 31 - Bab 40

43 Bab

Bab 31: Tidak akan Membiarkan itu Terjadi

"Kau gila, huh? Apa yang ingin kau lakukan? Untuk apa bertemu dengan Randy? Jangan macam-macam, Mark!" seru Viona, suaranya tajam dan penuh amarah.Ia menepis tangan Mark dengan kasar, merasakan panas di sekujur tubuhnya akibat dari perdebatan yang tak kunjung usai. Matanya berkilat dengan kemarahan yang terpendam, tetapi ia tahu harus tetap tegar.Mark hanya tersenyum sinis, tatapan tajamnya menancap di wajah Viona. “Aku hanya ingin bicara dengannya, Viona. Kenapa? Kau takut? Takut ketahuan kalau kau dan dia memiliki hubungan serius, bukan sekadar rekan kerja?” suaranya penuh dengan sindiran, seakan menikam langsung ke jantung hati Viona.Plak!Tangan Viona mendarat di pipi Mark, suaranya nyaring memecah kesunyian malam. Untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Udara yang lembap dari laut di sekitar mereka pun seolah menahan napas."Kau selalu menuduhku, Mark!" jerit Viona, nadanya bergetar. “Kau tak pernah sadar diri dengan apa yang kau lakukan selama empat tahun pernikahan kita!" Air m
Baca selengkapnya

Bab 32: Mulut Ulti Randy

“Kau ingin bicara denganku, Tuan Mark?” tanya Randy dengan sopan, meski nada suaranya tegas. Matanya menatap lurus pada pria di depannya, tanpa ragu sedikit pun.Mark perlahan berbalik, wajahnya menampilkan kemarahan yang sulit disembunyikan. “Apa yang sebenarnya kau inginkan dari istriku, Randy?” desisnya dingin, seperti ular yang siap menyerang. Di setiap kata yang keluar, terdengar kekecewaan dan kepemilikan yang teramat besar.Randy mengangkat alisnya, terkejut dengan tuduhan langsung yang dilontarkan kepadanya. "Kau tahu, Viona adalah penyanyi opera yang luar biasa berbakat. Aku, sebagai pemilik Opera Happy Music, tentunya ingin bekerja sama dengannya. Lantas, apa maksudmu dengan pertanyaan itu?” jawab Randy, tenang namun waspada, membaca emosi yang berkobar dari pria di hadapannya.Mark menggeram, melangkah maju, mendekati Randy dengan penuh intensitas. “Jangan mengelak dari pertanyaanku, Randy. Aku sedang berbicara serius denganmu!” suaranya mendesak, penuh amarah yang siap mel
Baca selengkapnya

Bab 33: Kau akan Hamil!

Pagi itu, cahaya matahari yang lembut menerobos masuk ke dalam ruang makan hotel mewah, menyinari wajah Viona yang baru saja menyelesaikan sarapannya.Aroma kopi masih samar di udara, tetapi Viona sudah kehilangan minat pada apa pun. Perhatiannya kini tertuju pada sosok yang berdiri di hadapannya. Mark. Suaminya.Mark duduk dengan kasar di hadapannya, tatapannya penuh dengan kekalutan yang sulit disembunyikan. Wajahnya memerah, dan meski ia berusaha menenangkan diri, amarahnya jelas terbaca dari napasnya yang pendek-pendek."Jadi, kapan kau akan pulang ke rumah?" Mark bertanya dengan suara datar, seakan mencoba menyembunyikan emosi yang bergemuruh di dalam dirinya.Viona menatapnya dengan mata yang penuh kelelahan, enggan berdebat namun tahu itu tak bisa dihindari. “Aku tidak akan pulang,” jawabnya dengan tenang, meski di dalam hatinya bergejolak. Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “Semua ini sudah selesai, Mark. Tidak ada lagi yang perlu ditunggu.”Mark mengepalkan tangann
Baca selengkapnya

Bab 34: Tetap Memilih Bercerai

“Jangan pernah menggangguku lagi, Mark!” ucapnya dengan tegas.Viona melangkah dengan langkah gontai, meninggalkan ruang makan dengan perasaan berat. Ia tak bisa lagi mendengar suara Mark yang terus memaksanya.Sesak di dadanya tak terbendung. Setiap kata yang diucapkan Mark menggema di telinganya, seakan menekan jiwa yang selama ini sudah tertindas.“Apa yang kulakukan? Mempertahankan bayi itu, jika aku benar-benar hamil?” Viona mengusap wajahnya pelan.“Aku harus memastikan terlebih dahulu,” ucapnya dengan penuh ketegangan.Saat sampai di kamar, ia menutup pintu perlahan dan duduk di tepi tempat tidur, matanya kosong menatap lantai. Dengan gerakan lambat, Viona mengusap wajahnya yang dipenuhi kelelahan dan kebingungan.Di depannya, kalender tergantung di dinding, seakan menatapnya kembali, menuntut perhatiannya. “Hh! Ini benar-benar gila.”Ia menelan ludah, pikirannya tak bisa berhenti berputar. Tangannya gemetar ketika ia mulai menghitung tanggal. Viona berhenti sejenak, jantungnya
Baca selengkapnya

Bab 35: Takut, namun Harus Tetap Kuat

Waktu sudah menunjuk angka delapan malam.Malam itu, lampu-lampu panggung yang megah memancarkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, memantul pada tirai beludru merah yang menjuntai di setiap sudut teater opera.Di belakang panggung, suasana hening menyelimuti, hanya terdengar bunyi kecil dari alat make-up yang digunakan para artis untuk bersiap.Di sudut ruangan yang penuh dengan cermin besar dan lampu-lampu terang, Viona duduk di depan meja rias, mencoba menenangkan diri di tengah badai pikiran yang berputar-putar di kepalanya.Tangannya gemetar sedikit saat ia merapikan eyeshadow terakhir di kelopak matanya. Ia mencoba fokus pada pantulan dirinya di cermin, wajah yang dipoles sempurna untuk panggung opera yang akan ia jalani.Namun, pikirannya terus berlari kembali ke ucapan Mark pagi tadi. "Benih itu ... masa subur ..." kata-kata itu terus menghantui setiap detik pikirannya. Rasa takut perlahan merambat ke seluruh tubuhnya.Tiba-tiba, pintu ruang rias terbuka pelan, dan Lina, sahaba
Baca selengkapnya

Bab 36: Akan Menghancurkan Diri Sendiri

Mark duduk di bangku yang menghadap ke lautan, tatapannya kosong menembus deburan ombak yang datang silih berganti. Asap rokok yang mengepul dari bibirnya melayang di udara malam yang dingin, seolah membawa semua kekesalan dan kemarahan yang ia pendam dalam hati.Langit gelap di atasnya berbaur dengan kilauan bintang, tapi pikirannya sama sekali tidak tertuju pada keindahan alam yang ada di depannya. Semua yang ada di dalam benaknya hanyalah satu hal: Viona.Ben berjalan perlahan mendekati Mark, langkah kakinya nyaris tak terdengar di atas pasir yang basah. Dia berhenti di samping majikannya, menatap sejenak ke arah pantai sebelum akhirnya berbicara, "Tuan, Nona Viona sedang tampil sekarang. Apakah Anda ingin melihatnya?"Mark tidak langsung menjawab. Ia mengisap rokoknya sekali lagi, menahan napas sejenak sebelum menghembuskannya dengan perlahan.Tatapannya tetap kosong, tidak ada sedikit pun antusiasme dalam suaranya ketika ia berkata, "Tidak, Ben. Aku tidak tertarik untuk melihat a
Baca selengkapnya

Bab 37: Menyukai Randy?

Setelah dua jam penuh menunggu pentas berakhir, akhirnya Viona bisa menghela napas lega. Pementasan opera yang dipersiapkan dengan penuh keringat dan air mata itu telah berakhir dengan gemilang.Suara tepuk tangan yang bergemuruh dari penonton masih terngiang-ngiang di telinganya, membuat adrenalin dalam tubuhnya perlahan surut.Ia bisa merasakan perasaan puas yang mengalir dalam tiap tarikan napasnya, seolah udara malam itu adalah hadiah kecil dari alam semesta atas kerja kerasnya."Viona! Kau menjadi bintang di malam ini!" seru Lina dengan penuh semangat, mendekati sang sahabat dengan sorot mata yang memancarkan kekaguman yang tak terbantahkan.Viona tersenyum, senyum yang lebar namun sarat dengan kerendahan hati. "Semuanya menjadi bintang untuk malam ini, Lina," jawabnya, nadanya lembut namun tegas, seperti angin malam yang berbisik. "Kau pun melakukan yang terbaik untuk pentas kita di sini."Lina menggeleng pelan, tetap tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Viona yang baru
Baca selengkapnya

Bab 38: Ada Mark di Kamar Viona

Viona tersenyum tipis, senyum yang dingin dan mengandung makna mendalam, seperti tirai tipis yang menutupi lautan gelap. "Itu bukan urusanmu, Ben. Urus saja bos aroganmu itu," katanya dengan nada penuh ketegasan, setiap kata diucapkan dengan keteguhan yang hampir membekukan udara di sekelilingnya. "Aku tidak ingin melihatnya lagi di sini."Ben, meskipun memahami ketegasan Viona, memberanikan diri untuk menahan tangannya sebelum dia sempat beranjak pergi. Raut wajahnya dipenuhi dengan keraguan dan kecemasan, seakan kata-kata yang ingin dia ucapkan begitu berat, seberat batu karang yang terhempas oleh ombak laut.“Maaf, Nona Viona... tapi saya harus mengatakan hal ini,” ucapnya dengan suara rendah namun tegas, berusaha menyembunyikan kegugupan di balik nada suara yang bergetar.“Aku tidak mencintai Randy seperti yang kalian tuduhkan padaku, Ben. Jangan percaya dengan omong kosong bosmu itu,” kata Viona dengan nada yang cukup tegas, namun ada kilatan kesedihan yang tak tertahan di matany
Baca selengkapnya

Bab 39: Mark Semakin Menjadi

"Keluar dari kamarku sekarang juga!" Viona berteriak, suaranya memecah kesunyian malam yang tegang. Setiap kata yang dia ucapkan seperti mencakar udara di sekelilingnya, menambah intensitas dari ketegangan yang ada.Namun, Mark malah menarik tangan Viona dengan paksa, membuatnya terpaksa melangkah masuk ke dalam kamar dengan kekuatan yang tidak bisa dihindari."Mark, pergi!" teriak Viona sekali lagi, suaranya penuh dengan kemarahan dan keputusasaan yang membara seperti api yang mengamuk.Namun, kata-katanya seolah hanya menambah kemarahan di wajah Mark, yang kini tampak seperti badai yang siap meledak. “Siapa kau, berani mengusirku, huh?” bisik Mark dengan matanya yang tajam menatap Viona, seolah setiap kata adalah duri yang siap melukai.Dalam keadaan emosi yang menggelegak, Mark tidak mendengarkan permohonan Viona. Sebaliknya, ia mencium bibir Viona dengan ganas, ciuman yang penuh dengan nafsu dan kemarahan yang membakar.Viona memberontak, berusaha menjauhkan tubuhnya dari ciuman y
Baca selengkapnya

Bab 40: Tahu apa Tentang Perasaanku?

Mark bangun lebih dulu pagi itu. Matanya terbuka pelan-pelan, dan seketika rasa asing dari tempat tidur yang bukan miliknya membanjiri pikirannya.Kamar hotel ini terasa dingin, lebih karena hubungan mereka yang telah membeku daripada suhu udara pagi.Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi, namun Viona masih meringkuk di sebelahnya, tubuhnya memunggungi Mark seolah ingin menghindar dari kenyataan.Mark menghela napas panjang, menatap punggung Viona yang terbungkus selimut. Ekspresinya kaku, dingin, namun matanya menyiratkan kerinduan yang tak terucapkan.Tangannya menyentuh tepi tempat tidur, dan ia duduk di sana, seolah memikirkan segala yang pernah mereka alami. Ia merasa kalah, tapi keengganan untuk menyerah lebih kuat."Masih berani melawanku, hm?" bisiknya lirih, seolah kalimat itu hanya untuk dirinya sendiri, namun ia berharap Viona mendengarnya.Viona membuka matanya perlahan, namun ia tetap tak bergerak. Dalam hati, ia bergumam, ‘Mark rupanya masih ada di sini.’ Kehadirannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status