Semua Bab Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!: Bab 11 - Bab 20

43 Bab

Bab 11: Alasanku ingin Bercerai denganmu

Mark menggenggam tangan Viona dengan kekuatan yang nyaris menyakitkan, menariknya keluar dari ruang rawat ibunya. Di sepanjang lorong rumah sakit yang dingin dan sunyi, langkah-langkah mereka terdengar menggema, beradu dengan keramik putih yang membentang di bawah kaki.Wajah Viona memucat, tetapi dia tidak berkata apa-apa. Matanya menatap lurus ke depan, berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutan yang perlahan merayap di dalam hatinya.“Mark, lepaskan aku!” pinta Viona, suaranya bergetar meskipun ia berusaha untuk terdengar tegar. Ia meronta, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Mark, tetapi pria itu tak bergeming.Genggamannya justru semakin kuat, seolah menegaskan bahwa ia tidak akan menyerah begitu saja. Hawa kemarahan terasa semakin kental di antara mereka, memenuhi udara dengan ketegangan yang nyaris meledak.Mark terus menyeretnya tanpa berkata-kata, wajahnya penuh dengan amarah yang terpendam, dan akhirnya berhenti di sudut lorong yang cukup sepi.Dia melepaskan genggam
Baca selengkapnya

Bab 12: Sayang Sekali

Mark membeku seketika oleh kehadiran Stella yang tiba-tiba masuk ke dalam pembicaraan mereka.Bukan maksud Mark untuk membuat Viona membahas Stella. Namun, ucapan Viona yang mengalir deras, seperti sungai yang meluap di musim penghujan, tak bisa dibendung. Mata Viona yang hitam pekat bersinar tajam, memancarkan amarah yang sudah lama terpendam.“Jangan membawa wanita lain dalam masalah kita, Viona!” sergah Mark, suaranya meninggi namun bergetar, mencoba menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya.Ia tidak ingin Viona menyeret nama Stella ke dalam rumah tangga mereka, seolah-olah wanita itu adalah duri yang merusak segala.Viona menyunggingkan senyum sinis, bibirnya yang merah merekah mengukir sebuah senyum yang tak dapat diartikan sekadar tanda persetujuan atau penolakan. Tatapan matanya seolah menelanjangi Mark, mengeksplorasi setiap inci dari pertahanan pria itu.“Terserah kau saja, Mark. Yang jelas, aku tetap ingin berpisah denganmu,” ucapnya tenang, namun tegas, seperti pisau y
Baca selengkapnya

Bab 13: Back to Perform

Pertemuannya dengan Stella beberapa saat yang lalu masih membekas di benak Viona, seperti duri yang menancap dalam di hati. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Stella menggema di kepalanya, mengguncang keputusannya yang selama ini menggantung di udara. Kini, dia semakin yakin.Dia harus berpisah dengan Mark. Tidak ada lagi alasan untuk bertahan dalam pernikahan yang hanya membawa luka dan kekecewaan. Dan lebih dari itu, dia ingin kembali menjadi penyanyi opera, merasakan kebebasan yang dirindukannya sejak lama.Saat itu, Viona melangkah keluar dari ruang rawat ibunya di rumah sakit, langkahnya mantap meskipun hatinya terasa berat. Takdir seakan menariknya kembali ke panggung opera, memanggilnya dengan lembut namun tegas. Tiba-tiba, suara seseorang memanggilnya.“Viona. Kau mau pergi ke mana?” tanya Andy, pamannya, yang baru saja datang dan melihat Viona di koridor rumah sakit.Viona menatap pamannya dengan tatapan datarnya, seolah-olah perasaannya tersembunyi di balik mata yang dingin. “
Baca selengkapnya

Bab 14: Teman Baru

Viona menarik napas panjang, menyusuri lorong-lorong panjang gedung pertunjukan yang sunyi, akhirnya mencapai ruang make up yang penuh dengan kenangan masa lalu.Wajahnya bercahaya dengan peluh yang mengering, dan jantungnya masih berdebar keras, meski pertunjukan telah usai beberapa waktu lalu.Ia melangkah masuk, menatap bayangannya di cermin besar di depannya—seorang wanita dengan rambut hitam yang berkilau, mata yang masih menyimpan sisa-sisa semangat dari panggung, dan senyum samar yang terbit di sudut bibirnya.“Walaupun sudah lama tidak tampil, tapi suaramu masih bagus saja, Viona,” puji Lina dengan tulus, matanya berbinar kekaguman. Viona tersenyum kecil, mengangguk perlahan, merasakan kehangatan pujian itu meresap ke dalam hatinya.“Ya. Aku sangat bersyukur karena masih bisa tampil dengan suaraku yang masih terdengar bagus di telinga yang mendengarnya,” jawab Viona, suaranya penuh kelegaan. Ada kebanggaan terselip dalam kalimat itu, kebanggaan yang tak dapat disembunyikan.Me
Baca selengkapnya

Bab 15: Apa Maumu?

Viona menelan salivanya dengan pelan, jantungnya berdegup kencang saat menatap Mark yang tengah berdiri di depannya, wajahnya memerah penuh dengan kebencian.Malam itu begitu dingin, tapi hawa panas yang membara di antara mereka membuat udara di sekitarnya terasa menyesakkan.“Ini … ini tidak seperti yang kau pikirkan, Mark,” kata Viona, suaranya bergetar meski ia mencoba menegarkan diri. Matanya yang gelap mencari-cari tanda pengertian di wajah pria itu, tetapi hanya menemukan kemarahan yang berkobar-kobar.“Lagi pula, sedang apa kau di sini malam-malam begini? Tidak mungkin jika menemui ibuku, kan?” lanjutnya, mencoba mengalihkan perhatian Mark dari kesalahpahaman yang sedang terjadi.Ia tahu betul bahwa suaminya ini pasti baru saja menemui Stella yang mungkin masih dirawat di rumah sakit itu. Sejak pertemuan mereka terakhir kali, kecurigaannya semakin menguat.Ada sesuatu yang disembunyikan Mark, sesuatu yang berhubungan dengan Stella, wanita yang selalu menjadi duri dalam daging d
Baca selengkapnya

Bab 16: Hanya Kau Wanitaku

"Masih bertanya apa mauku?" suara Viona terdengar serak, tapi tegas, menggema di antara dinding-dinding ruangan.Matanya membara dengan amarah yang telah lama tertahan. “Aku ingin bercerai denganmu, Tuan CEO arogan!” ucapnya dengan suara yang lantang, tanpa ragu.“Sial!” umpat Mark pelan.Tangan Mark mengepal erat, jari-jarinya memutih karena kekuatan yang ia kerahkan. Hatinya tersentak mendengar permintaan itu, tapi Mark adalah Mark. Pria yang tidak pernah kalah, apalagi dalam urusan rumah tangga dan cintanya.Bukan hanya karena gengsi sebagai seorang CEO yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, tapi lebih dari itu, dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia tidak ingin berpisah dengan Viona.Meski terkadang sikapnya keras, meski terkadang perkataannya tajam, cintanya pada Viona tetap ada, meski tertutup oleh ego yang begitu besar.“Aku akan memberimu apa saja asalkan bukan cerai, Viona. Apa kau tidak mengerti, huh? Harus berapa kali aku bicara padamu agar kau paham?” desis Mark,
Baca selengkapnya

Bab 17: Ancaman Maut Mark

Di kamar yang remang-remang, aroma maskulin Mark memenuhi udara, mendominasi ruangan. Hembusan napasnya kasar dan berat, seakan-akan setiap detiknya adalah pertarungan antara hasrat dan kemarahan.Di atas ranjang, Viona terbaring, tubuhnya terkulai lemah. Kain seprai yang terserak di sekeliling mereka seolah menjadi saksi bisu dari drama yang terjadi.Mark mendekat, tatapannya gelap, seakan dipenuhi badai yang mengamuk dalam hatinya. “Kau pikir kau bisa meninggalkanku begitu saja, Viona?” suaranya rendah, hampir seperti bisikan namun penuh dengan nada ancaman."Buang saja permintaan gilamu itu! Aku tidak akan pernah melepaskanmu, tidak sekarang, tidak besok, tidak akan pernah." Nadanya dingin, tapi ada sesuatu di baliknya—sebuah keterikatan yang lebih dalam dari sekadar amarah.Viona memalingkan wajahnya, tak ingin menatap mata pria yang pernah ia cintai itu. Rasa sakit menjalar dari bawah sana, memaksa dirinya untuk menggigit bibir menahan jerit tertahan.Air mata mengalir perlahan d
Baca selengkapnya

Bab 18: Kau Hanya Salah Paham

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Matahari pagi menyelinap melalui tirai jendela, memaksa cahayanya menari-nari di dinding kamar yang hampa. Viona membuka matanya, rasa kantuk masih bergelayut berat di kelopak matanya yang sembab, bekas tangis semalam masih jelas terlihat. Semalam adalah malam yang panjang, penuh dengan ratapan dan keputusasaan. Ia menangisi nasibnya yang malang, terperangkap dalam pernikahan tanpa cinta dengan Mark—pria bengis yang tidak pernah peduli, tidak pernah benar-benar melihatnya sebagai istri, bahkan sebagai manusia.Dulu, ada cinta di antara mereka, atau setidaknya Viona berpikir begitu. Namun, cinta itu sudah lama lenyap, tersapu oleh badai kekecewaan dan luka yang terus berdarah. Viona bahkan menyesal pernah mencintai pria seperti Mark, pria yang tidak memiliki hati, suaminya yang hanya menjadikannya hiasan rumah, sebuah kewajiban yang harus dipenuhi tanpa ada rasa peduli atau kasih sayang.Pintu kamar terbuka perlahan, dan Mark muncul dengan namp
Baca selengkapnya

Bab 19: Ada yang Ingin Randy Bicarakan

Langit pagi memancarkan semburat jingga yang melatari deru napas gelisah Viona. Ketika Mark, suaminya, telah pergi ke kantor dengan wajah yang tertutup oleh topeng keseriusan, Viona segera merencanakan langkahnya yang sudah lama dinanti-nanti. Hatinya berdebar, bukan karena ketakutan, melainkan karena dorongan mendalam untuk melangkah keluar dari sangkar emas yang selama ini mengikatnya.Tanpa banyak berpikir, Viona mengambil tas tangan dan dengan cepat berjalan menuju pintu depan. Sejenak ia berdiri di ambang pintu, mendengarkan suara-suara halus pagi hari yang seolah membisikkan kebebasan di telinganya. Ia tidak ingin meminta izin, tidak ingin menjelaskan apa pun pada Mark. Bagi Viona, cukup sudah perdebatan-perdebatan tanpa makna, argumen yang hanya berakhir dengan kebisuan dan tatapan penuh rasa dingin. Hari ini, ia hanya ingin pergi ke gedung opera, tempat di mana hatinya masih bisa merasa hidup.“Lina?” panggil Viona setibanya di gedung opera, suaranya bergetar, bukan karena g
Baca selengkapnya

Bab 20: Tawaran Mengejutkan

“Sebenarnya aku tidak ingin ikut campur dengan urusanmu, Viona. Hanya saja, aku harus tetap mengatakan ini padamu. Mau atau tidak itu keputusanmu,” Randy membuka percakapan, suaranya tenang namun tegas, menggetarkan udara seolah menembus hati Viona.Viona menaikkan alisnya, sedikit terkejut mendengar nada suara Randy yang tak biasanya. Dia menatap Randy dengan mata cemas yang penuh dengan pertanyaan. “Ada apa, Tuan Randy? Apakah … kau akan memecatku?” tanyanya dengan suara yang bergetar, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.Randy terkekeh, namun kekehannya tidak membawa kehangatan; lebih mirip dengan tawa seorang pria yang tahu lebih banyak daripada yang dia biarkan.“Tentu saja bukan, Viona. Aku tidak akan mengambil keputusan seperti itu hanya karena kau sedang mengalami masalah dengan suamimu,” balas Randy, nada bicaranya berubah menjadi lebih lembut, hampir simpatik.Viona memainkan jarinya, sebuah kebiasaan lama yang selalu muncul ketika dia gugup. Masalahnya dengan suaminya tel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status