All Chapters of Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!: Chapter 41 - Chapter 50

118 Chapters

Bab 41: Diminta untuk Berhenti

Pagi itu, Viona duduk di sudut restoran hotel, menikmati sarapan yang tampaknya tak lagi bisa menenangkan pikirannya.Makanan di depannya hanya menjadi formalitas. Fokusnya terpecah, pikirannya masih berkutat pada percakapan semalam dengan Mark, serta kegundahan yang terus mengintai di tiap detiknya.Tak lama, suara langkah kaki yang dikenalnya mendekat. "Viona. Bisa kita bicara?"Randy muncul dengan wajah tenang, namun sorot matanya menyiratkan hal yang serius. Viona menatapnya sejenak, kemudian mengangguk pelan. "Bisa, Tuan. Ada apa?" tanyanya dengan suara tenang, mencoba menutupi kegelisahan yang bersemayam di dalam hatinya.Randy duduk di hadapannya, tersenyum hangat. "Pertama, aku sangat berterima kasih padamu untuk perform yang luar biasa kemarin malam. Semua orang terpukau dengan penampilan kalian."Viona mengulas senyum kecil, meskipun hatinya masih terasa berat. "Aku ikut senang jika kau juga senang, Tuan Randy."Randy menggeleng dengan ekspresi sedikit jengkel, tapi ramah. "
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

Bab 42: Meminta Persetujuan Ibu

Viona melangkah perlahan memasuki rumah sang ibu, tempat di mana segala kehangatan dan kenyamanan seharusnya menyelimuti hatinya.Setelah sekian lama terjebak dalam hubungan yang menyesakkan, rumah ibunya adalah satu-satunya pelarian yang dapat memberinya kedamaian.Begitu pintu rumah terbuka, Maria, ibunya, menyambutnya dengan senyum hangat. "Viona?" sapanya lembut, matanya berbinar penuh kasih saat melihat sang anak yang baru tiba.Viona membalas senyum itu, meskipun ada beban yang tampak jelas di wajahnya. Ia mendekat, memeluk ibunya erat-erat, seolah mencari pelukan itu untuk menguatkannya. Dalam pelukan itu, dia menghela napas panjang yang berat, mencoba melepas sedikit kepenatan di dalam dadanya."Aku rindu padamu, Ibu," katanya pelan, hampir seperti bisikan yang sarat akan rasa lelah.Maria membelai lembut rambut Viona, merasakan kekosongan yang dirasakan anaknya. "Ibu juga merindukanmu, sayang," jawab Maria dengan lembut, namun mata ibu itu menangkap sesuatu yang lebih dari se
last updateLast Updated : 2024-09-19
Read more

Bab 43: Tapi Mengancam Viona

Maria menatap Viona dalam-dalam, dengan mata yang penuh cinta dan kehangatan. "Jika itu yang membuatmu bahagia, sayang, maka aku akan mendukungmu. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan orang yang tidak mencintaimu. Jangan pernah ragu mengambil keputusan yang akan membuatmu lebih baik, lebih bahagia."Air mata yang sedari tadi ditahan oleh Viona akhirnya jatuh juga. Namun, kali ini air mata itu bukan lagi cerminan kesedihan, melainkan kelegaan.Dalam pelukan ibunya, Viona merasakan kekuatan yang baru, kekuatan untuk melangkah maju dan meninggalkan semua rasa sakit yang pernah ia rasakan bersama Mark.Maria menatap Viona dengan penuh kasih, tatapan matanya lembut namun dipenuhi kekuatan seorang ibu yang siap melindungi anaknya dari segala kesedihan dunia. Kata-kata yang ia ucapkan barusan menggema di telinga Viona seperti alunan melodi yang menenangkan hati yang telah lama gersang.Dalam pelukan itu, Viona menemukan kehangatan yang telah lama hilang dalam kehidupannya bersam
last updateLast Updated : 2024-09-19
Read more

Bab 44: Ide Gila Lina

Lina mengerutkan keningnya mendengar ucapan Randy tadi. Kata-kata pria itu menggema di telinganya, menyusup ke relung hatinya yang gundah."Apa maksudnya, Tuan? Kenapa Mark mengancam Viona?" Suaranya keluar serak, penuh kebingungan dan ketidakpastian yang menyelubungi pikirannya.Randy, dengan pandangan yang lelah, menatap Lina seolah mencari kata yang tepat untuk diucapkan. Napasnya terhela panjang, seperti memikul beban yang tak terlihat di pundaknya."Mark tidak akan berhenti mengganggu Viona sampai Viona kembali padanya," ujar Randy pelan, nyaris berbisik, namun nadanya penuh kepastian yang membuat dada Lina terasa semakin sesak."Entah apa yang ada di pikiran Mark, yang jelas Viona akan tersiksa karena Mark tidak akan pernah menceraikan Viona."Sejenak, hening meliputi mereka. Angin malam yang menerobos celah-celah ruangan terdengar lebih nyaring daripada detik-detik yang berlalu. Lina merasakan desakan di dadanya, seolah napasnya ikut terbebani oleh beban yang sama.Dia menarik
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

Bab 45: Aku hanya ingin Bebas

Randy mengibaskan tangannya dengan gerakan cepat, seolah menepis segala angan-angan yang Lina utarakan barusan. Sorot matanya yang tajam menunjukkan ketidaksabaran, sementara bibirnya mencebik sedikit."Sudahlah, Lina. Jangan terlalu banyak menonton drama. Itu hanya terjadi dalam drama saja." Suaranya datar, penuh penolakan, menutup segala kemungkinan yang baru saja Lina utarakan.Bagi Randy, ide itu tak lebih dari sebuah khayalan kosong yang tak akan pernah bisa diwujudkan di dunia nyata.Randy bangkit dari duduknya, meninggalkan ruang itu tanpa menoleh lagi. Lina hanya bisa menatap punggung Randy yang perlahan menjauh, hatinya berdesir aneh, campuran antara frustrasi dan kesedihan yang merayap perlahan.Helaan napas panjang keluar dari bibirnya, mencerminkan kepasrahannya pada penolakan Randy yang tegas. Rasanya seperti menghadapi tembok besar yang tak bisa digoyahkan.Setelah beberapa detik yang terasa abadi, Lina meraih ponselnya dari meja di samping, jemarinya dengan cepat menari
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

Bab 46: Menyebalkan

Mark duduk di bangku bar, tubuhnya membungkuk lemah, sementara tangannya memutar-mutar gelas bir yang setengah kosong. Ia tampak begitu tenggelam dalam pikirannya, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap begitu saja.Mata kosongnya menatap nanar ke dalam gelas, sementara suara dentuman musik dari disk jokey di ujung ruangan memantul-mantul tak beraturan di udara. Bagi Mark, suara itu hanyalah kebisingan yang hampa—tidak ada makna, tidak ada irama yang mampu menembus kabut gelap di dalam benaknya.Mark menarik napas panjang, napas yang berat dan seolah-olah diseret dari kedalaman hatinya yang terluka. Ia meneguk birnya sekali lagi, membiarkan cairan dingin itu mengalir di tenggorokannya, tetapi tidak ada sensasi yang ia rasakan, hanya kehampaan.Kedua matanya merah, tanda bahwa malam ini bukanlah malam pertamanya di bar itu. Dua botol sudah kosong di hadapannya, namun tidak satu pun dari tegukan itu yang bisa melenyapkan beban di dalam hatinya."Tuan, sudah malam. Sebaiknya kita pulang
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 47: Mendapat Pekerjaan Baru

Pagi hari menyelimuti ruangan dengan sinar lembut yang menelusup melalui jendela kamar Viona. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, tetapi tubuh Viona masih terasa berat untuk bergerak.Kelopak matanya perlahan terbuka, dan tanpa sadar, tangannya meraih ponsel di atas nakas. Saat matanya terbiasa dengan cahaya, ia melihat ada sebuah pesan dari Ben, asisten Mark. Keningnya mengerut seketika."Mark... mabuk?" gumamnya, masih setengah sadar. Ia membaca pesan itu dengan lebih jelas. Mark belum pulang, dan Ben mengiriminya foto yang menunjukkan suaminya dalam keadaan menyedihkan di bar pada pukul dua pagi.Viona menggeleng-gelengkan kepala, hatinya terenyuh. "Apa yang membuatmu seperti ini, Mark? Bukankah kau sudah merusak semuanya?" bisiknya kepada diri sendiri.Sejumput kegetiran merambat dalam nadanya, melukiskan luka yang masih segar. Pikirannya melayang kepada masa lalu, saat hubungan mereka belum diwarnai kebohongan dan pengkhianatan."Andai saja kau tidak menjalin hubungan dengan Ste
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 48: Bujukan Ben

Ben mengerutkan kening, matanya menatap takjub ke arah panggung kecil di sudut café yang ramai. Di tengah dentingan alat musik dan suara obrolan pengunjung, ada satu suara yang begitu familiar menyelusup masuk ke dalam telinganya, lembut dan menenangkan.Suara itu milik seorang wanita yang pernah sangat ia kenal, seorang wanita yang kini tak lagi bersama Mark—Viona.Viona, dengan gaun hitam sederhana, berdiri di sana. Cahaya lampu panggung memantulkan kilau di matanya, memperlihatkan ketenangan yang penuh misteri.Nada suaranya bergulir lembut, membawa lirik-lirik yang menyentuh hati, seolah dia berbicara langsung pada setiap orang yang mendengarnya.Suaranya begitu merdu, membuat Ben tersadar bahwa dia benar-benar berbakat, sesuatu yang mungkin sering dilupakan di tengah kekacauan hidupnya dengan Mark.“Suaranya indah sekali,” gumam Ben tanpa sadar, kagum sekaligus terkejut. Sejenak, ia tersentak ketika Viona melirik ke arahnya.Matanya yang penuh sorotan lembut seolah mengenalinya d
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more

49: Kecemasan Mark

Suara notifikasi yang terus berbunyi dari ponsel Mark seolah menambah beban yang sudah menghimpit dadanya. Ia melirik sekilas ke layar ponselnya, tanpa antusiasme, hanya untuk melihat nama yang telah mengiriminya pesan berkali-kali.Stella—nama itu kembali muncul di layarnya, bersama serangkaian pesan yang seakan memohon perhatian. Tapi bagi Mark, pesan-pesan itu hanya serpihan dari masalah yang lebih besar.Dia menghela napas panjang, mencoba menahan kejengkelan yang semakin memuncak. Pikirannya tak pernah benar-benar tenang sejak hari itu—hari di mana Viona, dengan penuh keberanian, meminta cerai darinya.Permintaan yang mengguncang hidupnya, menyisakan kehampaan yang tak mudah untuk diabaikan. Meski demikian, egonya tetap tinggi. Dia tidak mau mengakui kesalahannya. Tidak mau menyadari bahwa mungkin, dialah yang sebenarnya mendorong Viona pergi.Dengan raut wajah tegang, Mark meraih ponselnya dan menghubungi Ben. Tanpa basa-basi, ia berkata dengan suara yang datar, hampir tak berpe
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 50: Sengaja Melukai Hatiku

Mark berdiri di depan rumah sederhana milik Maria, mertuanya, dengan perasaan yang campur aduk. Ia sudah berdiri di sana selama beberapa menit, menatap pintu yang tampak sunyi.Tangannya gemetar di atas tombol bel, ragu untuk menekannya. Jantungnya berdetak cepat, seakan tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia menggaruk keningnya, mencoba meredakan kegelisahan yang merayapi pikirannya, tetapi itu tidak membantu."Aku yakin, Viona ada di dalam rumah ini," gumamnya pelan, namun suara itu tidak meyakinkan dirinya sendiri. Ia menarik napas panjang, merasa ada sesuatu yang menyesakkan dadanya."Tapi, kenapa rumah ini tampak sepi sekali?" tanya Mark kepada diri sendiri, menatap rumah yang begitu sunyi, seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.Mark, dengan penuh keraguan, akhirnya menekan bel. Bunyi nyaring itu bergema di dalam rumah, tetapi tak ada suara yang merespon.Dua kali ia menekan bel, dan dua kali juga ia mendapati tidak ada tanda-tanda kehidupan yang muncul dari dal
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status