Beranda / Rumah Tangga / Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan! / Bab 35: Takut, namun Harus Tetap Kuat

Share

Bab 35: Takut, namun Harus Tetap Kuat

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-14 10:46:59

Waktu sudah menunjuk angka delapan malam.

Malam itu, lampu-lampu panggung yang megah memancarkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, memantul pada tirai beludru merah yang menjuntai di setiap sudut teater opera.

Di belakang panggung, suasana hening menyelimuti, hanya terdengar bunyi kecil dari alat make-up yang digunakan para artis untuk bersiap.

Di sudut ruangan yang penuh dengan cermin besar dan lampu-lampu terang, Viona duduk di depan meja rias, mencoba menenangkan diri di tengah badai pikiran yang berputar-putar di kepalanya.

Tangannya gemetar sedikit saat ia merapikan eyeshadow terakhir di kelopak matanya. Ia mencoba fokus pada pantulan dirinya di cermin, wajah yang dipoles sempurna untuk panggung opera yang akan ia jalani.

Namun, pikirannya terus berlari kembali ke ucapan Mark pagi tadi. "Benih itu ... masa subur ..." kata-kata itu terus menghantui setiap detik pikirannya. Rasa takut perlahan merambat ke seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba, pintu ruang rias terbuka pelan, dan Lina, sahaba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Voni Oktavia93
bener kata Lina vio kamu tetap harus ttp kuat biarkan benih itu tumbuh jika tumbuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 36: Akan Menghancurkan Diri Sendiri

    Mark duduk di bangku yang menghadap ke lautan, tatapannya kosong menembus deburan ombak yang datang silih berganti. Asap rokok yang mengepul dari bibirnya melayang di udara malam yang dingin, seolah membawa semua kekesalan dan kemarahan yang ia pendam dalam hati.Langit gelap di atasnya berbaur dengan kilauan bintang, tapi pikirannya sama sekali tidak tertuju pada keindahan alam yang ada di depannya. Semua yang ada di dalam benaknya hanyalah satu hal: Viona.Ben berjalan perlahan mendekati Mark, langkah kakinya nyaris tak terdengar di atas pasir yang basah. Dia berhenti di samping majikannya, menatap sejenak ke arah pantai sebelum akhirnya berbicara, "Tuan, Nona Viona sedang tampil sekarang. Apakah Anda ingin melihatnya?"Mark tidak langsung menjawab. Ia mengisap rokoknya sekali lagi, menahan napas sejenak sebelum menghembuskannya dengan perlahan.Tatapannya tetap kosong, tidak ada sedikit pun antusiasme dalam suaranya ketika ia berkata, "Tidak, Ben. Aku tidak tertarik untuk melihat a

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 37: Menyukai Randy?

    Setelah dua jam penuh menunggu pentas berakhir, akhirnya Viona bisa menghela napas lega. Pementasan opera yang dipersiapkan dengan penuh keringat dan air mata itu telah berakhir dengan gemilang.Suara tepuk tangan yang bergemuruh dari penonton masih terngiang-ngiang di telinganya, membuat adrenalin dalam tubuhnya perlahan surut.Ia bisa merasakan perasaan puas yang mengalir dalam tiap tarikan napasnya, seolah udara malam itu adalah hadiah kecil dari alam semesta atas kerja kerasnya."Viona! Kau menjadi bintang di malam ini!" seru Lina dengan penuh semangat, mendekati sang sahabat dengan sorot mata yang memancarkan kekaguman yang tak terbantahkan.Viona tersenyum, senyum yang lebar namun sarat dengan kerendahan hati. "Semuanya menjadi bintang untuk malam ini, Lina," jawabnya, nadanya lembut namun tegas, seperti angin malam yang berbisik. "Kau pun melakukan yang terbaik untuk pentas kita di sini."Lina menggeleng pelan, tetap tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Viona yang baru

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 38: Ada Mark di Kamar Viona

    Viona tersenyum tipis, senyum yang dingin dan mengandung makna mendalam, seperti tirai tipis yang menutupi lautan gelap. "Itu bukan urusanmu, Ben. Urus saja bos aroganmu itu," katanya dengan nada penuh ketegasan, setiap kata diucapkan dengan keteguhan yang hampir membekukan udara di sekelilingnya. "Aku tidak ingin melihatnya lagi di sini."Ben, meskipun memahami ketegasan Viona, memberanikan diri untuk menahan tangannya sebelum dia sempat beranjak pergi. Raut wajahnya dipenuhi dengan keraguan dan kecemasan, seakan kata-kata yang ingin dia ucapkan begitu berat, seberat batu karang yang terhempas oleh ombak laut.“Maaf, Nona Viona... tapi saya harus mengatakan hal ini,” ucapnya dengan suara rendah namun tegas, berusaha menyembunyikan kegugupan di balik nada suara yang bergetar.“Aku tidak mencintai Randy seperti yang kalian tuduhkan padaku, Ben. Jangan percaya dengan omong kosong bosmu itu,” kata Viona dengan nada yang cukup tegas, namun ada kilatan kesedihan yang tak tertahan di matany

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-17
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 39: Mark Semakin Menjadi

    "Keluar dari kamarku sekarang juga!" Viona berteriak, suaranya memecah kesunyian malam yang tegang. Setiap kata yang dia ucapkan seperti mencakar udara di sekelilingnya, menambah intensitas dari ketegangan yang ada.Namun, Mark malah menarik tangan Viona dengan paksa, membuatnya terpaksa melangkah masuk ke dalam kamar dengan kekuatan yang tidak bisa dihindari."Mark, pergi!" teriak Viona sekali lagi, suaranya penuh dengan kemarahan dan keputusasaan yang membara seperti api yang mengamuk.Namun, kata-katanya seolah hanya menambah kemarahan di wajah Mark, yang kini tampak seperti badai yang siap meledak. “Siapa kau, berani mengusirku, huh?” bisik Mark dengan matanya yang tajam menatap Viona, seolah setiap kata adalah duri yang siap melukai.Dalam keadaan emosi yang menggelegak, Mark tidak mendengarkan permohonan Viona. Sebaliknya, ia mencium bibir Viona dengan ganas, ciuman yang penuh dengan nafsu dan kemarahan yang membakar.Viona memberontak, berusaha menjauhkan tubuhnya dari ciuman y

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-17
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 40: Tahu apa Tentang Perasaanku?

    Mark bangun lebih dulu pagi itu. Matanya terbuka pelan-pelan, dan seketika rasa asing dari tempat tidur yang bukan miliknya membanjiri pikirannya.Kamar hotel ini terasa dingin, lebih karena hubungan mereka yang telah membeku daripada suhu udara pagi.Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi, namun Viona masih meringkuk di sebelahnya, tubuhnya memunggungi Mark seolah ingin menghindar dari kenyataan.Mark menghela napas panjang, menatap punggung Viona yang terbungkus selimut. Ekspresinya kaku, dingin, namun matanya menyiratkan kerinduan yang tak terucapkan.Tangannya menyentuh tepi tempat tidur, dan ia duduk di sana, seolah memikirkan segala yang pernah mereka alami. Ia merasa kalah, tapi keengganan untuk menyerah lebih kuat."Masih berani melawanku, hm?" bisiknya lirih, seolah kalimat itu hanya untuk dirinya sendiri, namun ia berharap Viona mendengarnya.Viona membuka matanya perlahan, namun ia tetap tak bergerak. Dalam hati, ia bergumam, ‘Mark rupanya masih ada di sini.’ Kehadirannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 41: Diminta untuk Berhenti

    Pagi itu, Viona duduk di sudut restoran hotel, menikmati sarapan yang tampaknya tak lagi bisa menenangkan pikirannya.Makanan di depannya hanya menjadi formalitas. Fokusnya terpecah, pikirannya masih berkutat pada percakapan semalam dengan Mark, serta kegundahan yang terus mengintai di tiap detiknya.Tak lama, suara langkah kaki yang dikenalnya mendekat. "Viona. Bisa kita bicara?"Randy muncul dengan wajah tenang, namun sorot matanya menyiratkan hal yang serius. Viona menatapnya sejenak, kemudian mengangguk pelan. "Bisa, Tuan. Ada apa?" tanyanya dengan suara tenang, mencoba menutupi kegelisahan yang bersemayam di dalam hatinya.Randy duduk di hadapannya, tersenyum hangat. "Pertama, aku sangat berterima kasih padamu untuk perform yang luar biasa kemarin malam. Semua orang terpukau dengan penampilan kalian."Viona mengulas senyum kecil, meskipun hatinya masih terasa berat. "Aku ikut senang jika kau juga senang, Tuan Randy."Randy menggeleng dengan ekspresi sedikit jengkel, tapi ramah. "

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 42: Meminta Persetujuan Ibu

    Viona melangkah perlahan memasuki rumah sang ibu, tempat di mana segala kehangatan dan kenyamanan seharusnya menyelimuti hatinya.Setelah sekian lama terjebak dalam hubungan yang menyesakkan, rumah ibunya adalah satu-satunya pelarian yang dapat memberinya kedamaian.Begitu pintu rumah terbuka, Maria, ibunya, menyambutnya dengan senyum hangat. "Viona?" sapanya lembut, matanya berbinar penuh kasih saat melihat sang anak yang baru tiba.Viona membalas senyum itu, meskipun ada beban yang tampak jelas di wajahnya. Ia mendekat, memeluk ibunya erat-erat, seolah mencari pelukan itu untuk menguatkannya. Dalam pelukan itu, dia menghela napas panjang yang berat, mencoba melepas sedikit kepenatan di dalam dadanya."Aku rindu padamu, Ibu," katanya pelan, hampir seperti bisikan yang sarat akan rasa lelah.Maria membelai lembut rambut Viona, merasakan kekosongan yang dirasakan anaknya. "Ibu juga merindukanmu, sayang," jawab Maria dengan lembut, namun mata ibu itu menangkap sesuatu yang lebih dari se

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 43: Tapi Mengancam Viona

    Maria menatap Viona dalam-dalam, dengan mata yang penuh cinta dan kehangatan. "Jika itu yang membuatmu bahagia, sayang, maka aku akan mendukungmu. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan orang yang tidak mencintaimu. Jangan pernah ragu mengambil keputusan yang akan membuatmu lebih baik, lebih bahagia."Air mata yang sedari tadi ditahan oleh Viona akhirnya jatuh juga. Namun, kali ini air mata itu bukan lagi cerminan kesedihan, melainkan kelegaan.Dalam pelukan ibunya, Viona merasakan kekuatan yang baru, kekuatan untuk melangkah maju dan meninggalkan semua rasa sakit yang pernah ia rasakan bersama Mark.Maria menatap Viona dengan penuh kasih, tatapan matanya lembut namun dipenuhi kekuatan seorang ibu yang siap melindungi anaknya dari segala kesedihan dunia. Kata-kata yang ia ucapkan barusan menggema di telinga Viona seperti alunan melodi yang menenangkan hati yang telah lama gersang.Dalam pelukan itu, Viona menemukan kehangatan yang telah lama hilang dalam kehidupannya bersam

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Our Happy Ending

    Suara tawa riang mengisi ruang keluarga. Mark duduk di lantai beralas karpet, kedua bayi kembarnya berada di pelukannya. Di sebelahnya, Viona tertawa kecil sambil merapikan seragam anak sulung mereka, Leo, yang sedang bersiap berangkat ke sekolah.“Ayah, aku sudah besar. Aku bisa pasang sepatu sendiri,” ucap Alleta dengan penuh percaya diri, meski tali sepatunya masih belum terikat sempurna.Mark tersenyum sambil mengangkat salah satu bayi, yang memekik kegirangan. “Benar, Nak, Ayah sekarang sibuk sama dua jagoan kecil ini. Kamu harus bantu Mama, ya?”Alleta mengangguk dengan wajah ceria, lalu melompat-lompat di tempat. “Iya, Pa. Nanti aku belajar cara mengganti popok juga!”Viona tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kau kakak yang baik untuk kedua adikmu, Alleta.”Alleta mengecup pipi ibunya, bahagia mendapatkan pujiannya.Salah satu bayi menoleh ke arah Mark dan berseru, “Ayah!” sambil meraih wajahnya dengan tangan mungilnya. Yang satunya tidak mau kalah dan berseru, “Ibu!” dengan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Kehadiran Keluarga Baru

    Satu tahun kemudian …."Ayah, lihat boneka Letta!" seru Alleta dengan suara riang, mengangkat boneka Barbie bergaun merah berkilauan. Matanya berbinar-binar, pipinya memerah karena kegirangan.Mark menunduk, mengangkat Alleta ke pangkuannya. "Siapa yang memberikan ini, hm?" tanyanya sambil tersenyum lebar."Kakek Alex!" jawab Alleta antusias, memeluk boneka itu erat. "Kata Kakek, ini spesial!""Spesial sekali, ya? Kamu harus bilang terima kasih sama Kakek Alex," ujar Mark, mengusap rambut anak perempuannya yang lebat dan hitam.Alleta bangkit dari pangkuan Mark berjalan cepat mengecup pipi Alex, "Thank you, grand Pa!" celoteh Alleta dengan suara cerianya.Alex, yang duduk di sofa bersebelahan dengan Viona, hanya terkekeh. "Anak ini benar-benar tahu bagaimana mencuri hati seorang kakek," katanya sambil mengangguk puas."Ayah saja yang terlalu memanjakannya." goda Viona sambil membawa nampan berisi minuman hangat. Bayi mungil mereka kini sedang aktif-aktifnya. Namanya Alleta, ceria dan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Nama yang Indah

    Mark terbangun dengan mata yang terasa berat. Ia melihat ke sekeliling kamar dengan bingung, suara tangisan bayi membelah keheningan malam. Pukul tiga pagi, pikirnya sambil mengusap wajah yang lelah."Viona?" panggilnya pelan, tapi tidak ada jawaban. Ia berbalik, menemukan sisi ranjang Viona kosong.Mark bergegas keluar kamar, menuju suara tangisan itu. Di ruang bayi, ia melihat Viona dengan sabar menggendong bayi mereka, menepuk-nepuk punggungnya yang mungil dengan lembut."Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Mark, suaranya serak.Viona menoleh dengan senyum lelah tapi lembut. "Kau sudah terlalu capek, Mark. Biar aku yang mengurusnya.""Tidak, ini juga tanggung jawabku," kata Mark tegas, lalu mendekat untuk mengambil bayi mereka. Namun begitu bayi itu berpindah ke pelukannya, tangisannya malah semakin kencang."Kenapa dia makin menangis? Aku sudah pegang dengan benar, kan?" tanya Mark panik, mengayun-ayunkan bayi mereka dengan canggung.Suara melengking yang memekakkan telinga b

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 115: Dia telah Lahir

    Viona merasakan kontraksi yang begitu kuat saat sedang duduk di sofa. Tiba-tiba, aliran hangat merembes ke bawah, membuatnya panik."Mark!" panggilnya dengan suara gemetar. "Air ketubanku pecah!"Mark, yang sedang membaca laporan di ruang kerjanya, langsung berlari ke ruang tamu dengan wajah panik. "Apa? Pecah? Apa yang harus kita lakukan?!" Serangkaian pertanyaan meluncur tanpa henti dari mulutnya.Mark mendekat namun tak tahu harus apa. Rasa panik menguasai pikirannya. "Bagaimana ini?" Sakitkah?" Pertanyaan konyol Mark malah keluar melihat wajah puas istrinya yang kembali merasakan kontraksi."Rumah sakit, Mark! Kita harus segera ke rumah sakit!" kata Viona, mencoba tetap tenang meski rasa sakit mulai menusuk.Mark mengangguk, lalu berlari ke sana kemari, mengambil kunci mobil, tas bayi, dan bahkan jas kerjanya."Di mana kunci mobil? Ah, ini! Tas? Apa kita butuh pakaian? Kenapa pakaianku yang kubawa? Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan!"Viona tersenyum lemah

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 114: Debat Kecil

    Di sebuah toko perlengkapan bayi yang megah, Mark dan Viona sibuk memilih barang untuk menyambut kelahiran buah hati mereka.Usia kehamilan Viona sudah menginjak sembilan bulan, dan pasangan itu tengah dipenuhi suka cita.Mereka sengaja tidak mengetahui jenis kelamin bayi mereka, berharap mendapatkan kejutan yang manis saat kelahiran tiba.Mark memegang sepasang sepatu bayi mungil berwarna putih di tangannya. Ia memandangi sepatu itu dengan tatapan penuh rasa bangga. "Bagaimana menurutmu? Sepatu ini sempurna, bukan?"Viona yang sedang memeriksa selimut bayi bermotif bunga menoleh, alisnya terangkat. "Putih lagi, Mark? Kita sudah punya lebih dari cukup barang putih. Haruskan semuanya berwarna polos?""Putih itu elegan dan netral," Mark menjawab sambil mengangkat bahu, senyumnya lebar. "Lagipula, kita tidak tahu jenis kelamin bayi. Putih adalah pilihan yang paling aman."Viona menghela napas panjang, meletakkan selimut yang sedang ia periksa. "Mark, bayi kita juga butuh warna! Hidup itu

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 113: Kabar Kematian

    Mark sedang berdiri di depan jendela besar kantornya. Langit mendung di luar, menggambarkan suasana kota yang penuh hiruk-pikuk.Ia memutar gelas kopi di tangannya, pikirannya melayang. Suara ketukan pintu memecah lamunannya."Masuk," katanya tegas, tanpa menoleh.Ben, sekretaris pribadinya, masuk dengan langkah hati-hati. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya.“Tuan Mark, ada kabar penting yang perlu Anda ketahui,” ucap Ben dengan nada pelan tapi jelas. Ben tampak ragu namun ia harus melakukan ini.Mark mengangkat alis dan memutar tubuhnya, menatap Ben dengan ekspresi datar. “Apa itu, Ben?”Ben menelan ludah, seolah mencari cara terbaik untuk menyampaikan berita tersebut. “Tuan saya tahu anda tidak mau mendengar laporan tentang nona Stella, namun kali ini anda harus mendengarkan. Stella … dia sudah tiada.”Mark mengerutkan kening, matanya menyipit. “Maksudmu … sudah tiada? Jelaskan, Ben.”Ben menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Kondisinya semakin memburuk di rumah sakit te

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 112: Kau Seorang Pembunuh!

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela besar di ruang tamu. Viona sedang merapikan bunga di vas ketika bel pintu berbunyi.Ia berjalan menuju pintu dan membuka perlahan, menatap sosok yang sudah familiar berdiri di depan rumah.“Ayah,” sapanya lembut. Senyum kecil menghiasi wajahnya.Alex lega melihat senyum segar Viona. Mereka berdua berpelukan dan Viona mengajak masuk mertuanya itu.Alex, dengan jas abu-abu yang rapi, mengangguk singkat. “Pagi, Viona. Maaf datang tanpa memberi tahu. Aku sengaja datang untuk melihat keadaanmu."“Tidak perlu memberi tahu juga tidak masalah, Ayah. Silakan masuk. Aku akan menyiapkan teh hijau kesukaanmu," senyum akrab keduanya bagai ayah dan anak. Viona mempersilahkan ayah mertuanya itu duduk di sofa.Alex melangkah masuk, memperhatikan interior rumah yang terasa hangat dan nyaman. Bahagia melihat keadaan menantunya yang sehat. Ia duduk di sofa, sementara Viona menuangkan teh hangat untuknya.“Ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan?” Viona bertanya, d

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 111: Permintaan Maaf, Sekali lagi

    Pintu rumah megah itu terbuka dengan suara klik lembut, memperlihatkan sosok Mark yang baru saja pulang.Jas hitamnya masih rapi, meskipun ekspresi wajahnya terlihat tegang. Ia meletakkan tas kerjanya di meja ruang tamu tanpa berkata apa-apa.“Mark,” suara Viona yang lembut menyambutnya dari sofa. Wanita itu menoleh dari dokumen yang sedang ia baca, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Mark mengangguk singkat. “Ada apa?” tanyanya dengan nada datar, meskipun matanya sedikit melunak saat melihat Viona.Hati Mark perih melihat istrinya yang hamil dan selama ini ia acuhkan. Viona mendekat dan debar kerinduan Mark membuncah melihat wajah cantik penuh kesabaran Viona.Viona menatapnya ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, memilih kata-katanya dengan hati-hati.“Mila meneleponku tadi siang. Dia … memarahiku, katanya semua ini salahku karena aku yang membuat putrinya kesusahan dan sakit. Jujur Mark, apa benar kau menutup akses Stella di rumah sakitmu?”Mark menghela napas berat, kemudian dud

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 110: Inikah yang Disebut Karma?

    Langit pagi yang cerah terasa kontras dengan suasana hati Mila yang kacau balau.Stella terbaring lemah di ruang perawatan sebuah rumah sakit biasa, jauh dari kenyamanan fasilitas rumah sakit mewah milik Mark. Nafas Stella masih berat, namun kondisinya perlahan stabil.Ranjang kecil dengan kasur yang tidak nyaman jauh dari kata mewah seperti yang biasa Milla terima dari rumah sakit sebelumnya.Mila sedih menatap putrinya berjajar dalam ruangan besar bersama pasien lain yang entah sakit apa.Tirai untuk privasi ruangan pasien memang mampu menutup tubuh putrinya agar tidak terlihat pasien lain tetapi malah membuat ia sangat kegerahan.Apalagi kamar mandi yang digunakan juga bersama. Mila tidak yakin keadaan putrinya membaik dengan segala fasilitas minim yang ia lihat saat ini.Mila sampai tidak bisa menyembunyikan kemarahan dan frustasinya. Ia menggenggam erat ponselnya, mencoba menghubungi Mark lagi untuk yang kesekian kalinya, tetapi tidak ada jawaban. Mila tahu Mark dengan sengaja me

DMCA.com Protection Status