Home / Rumah Tangga / KAU MENDUA AKU PUN SAMA / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of KAU MENDUA AKU PUN SAMA : Chapter 51 - Chapter 60

88 Chapters

Bab 51

Pintu terbuka. Mas Hangga masuk dengan senyuman lebarnya dan tangan dimasukkan ke celana.“Gimana rasanya mempermalukan diri sendiri, Ra?“ ujarnya sambil tersenyum menyeringai.“Kamu sudah salah ambil langkah, Ra. Sudah salah memilih lawan,“ lanjutnya jumawa. “Kami akui, kami salah ambil lawan. Karena lawan kami ternyata hanya seorang pecundang yang bersembunyi di balik uang,“ sahut Mahesa sambil beranjak berdiri. Menatap Mas Hangga dengan senyum meremehkan.“Kali ini, kamu bisa bebas, Pak Hangga Bagaskara. Tapi di waktu lain, akan kupastikan, kamu akan menuai apa yang sekarang kamu tanam,“ lanjutnya.“Ayo, Honey! Naira, kami cari makan dulu,“ pungkasnya. Aku mengangguk. Sementara Adila, hanya mengerlingkan mata sambil menggoyangkan ponselnya dan kubalas dengan senyuman. “Gimana rasanya, Ra?“ Mas Hangga kembali bertanya sambil duduk di hadapanku dengan tatapan meremehkan.
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 52

Mereka tampak akrab. Bahkan gadis muda itu tak sungkan mencubit lengan Aric. Membuat hatiku seperti diremas pelan. Mengabaikan mereka berdua, aku lanjut melangkah dengan dada yang berdegup kencang. Beruntung, Pak Hafiz berdiri stand kain katun jepang. Memudahkan aku yang kini dilanda kesal.“Naira?“ Pak Hafiz menatapku dengan alis bertaut.“Saya disuruh Pak Adi menyerahkan ini,“ ujarku.“Oh iya. Ikut saya, biar saya periksa,“ katanya.Aku mengangguk dan mengekori lelaki yang kini mengenakan kemeja biru langit itu dengan mata yang tiba-tiba menghangat.“Sempurna. semuanya ballance,“ kata Pak Hafiz. Aku yang berdiri di hadapannya hanya menganggukan kepala.“Kalau begitu saya pamit—““Tunggu dulu, Naira.“ Pak Hafiz menyela cepat.“Ada apa, Pak?““Apa kamu sudah resmi menjanda?“Sebelah alisku langsung terangkat mendengar pertanyaan yang menurutku p
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 53

Melihat sorot mata Mas Hangga yang tajam, membuatku menyusulnya dengan tergesa. Lalu tersentak saat tubuhnya tiba-tiba mematung.“Kamu bawa motor?“ tanyanya. Aku mengangguk.“Yaudah, aku duluan,“ katanya sambil meninggalkanku begitu saja. Mataku membulat tak percaya. Ingin mengumpatnya, tapi urung mengingat tujuan yang ingin tercapai. Akhirnya aku hanya mengembuskan napas kasar dan melangkah kembali ke parkiran motor.Tiba di rumah, Mas Hangga menyambut dengan senyuman kecut. Aku yang kesal pun, terpaksa mengesampingkan ego. Menghampirinya yang melambaikan tangan.“Aku nggak suka kamu kelayapan seperti itu,“ katanya. Aku memutar bola mata.“Kenapa?“ tanyaku datar.“Kamu bukan anak remaja lagi, Naira. Seharusnya kamu jaga pergaulan,“ jawabnya.“Tapi kan mereka ...“ Ucapanku menggantung seketika, melihat matanya yang menatapku datar.“Aku bukan kelayapan kok. Kami ketemu buat bahas acara nikahannya Adila,“ ralatku.“Kan bisa lewat telepon,“ sahutnya sinis.“Iya, maaf,“ ucapku ketus.
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 54

“Aku juga mau dong, Ra.“ Mbak Nena menimpali. “Aku juga dong.“ Kali ini Hasna yang menambahi. “Oh, oke. Bentar, ya. Aku lihat dulu. Masih ada nggak uang cashnya,“ kataku. Mereka langsung mengangguk kompak. Aku mendengkus kasar saat melihat sisa uang cash di dompet. Hanya tiga lembar uang biru. “Uangnya cuma seratus lima puluh. Emm, kalau aku ambil dulu ke atm. Gimana?“ tanyaku. “Boleh.“ Mereka menjawab kompak. “Tapi nggak sekarang. Kan sebentar lagi acaranya mau dimulai. Iya kan, Mbak Madu?“ tanyaku sambil menatap Mbak Medina yang tampak tersentak. Sepupuku itu langsung mengangguk, tapi tak menyahut apapun. Hanya saja netranya tampak berembun, seakan menahan tangis. “Oh iya, Mbak, aku sudah belikan gamis yang sama buat kita. Nanti dipake, ya! Biar kita terlihat kompak,“ lanjutku. Mbak Medina mengangguk pelan. “I-iya, Ra,“ sahutnya terbata. ** Sekitar setengah jam lagi, acara akan digelar. Setelah memoles wajah dengan make up tipis, aku menghampiri Paman Ismail dan Bibi Tan
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 55

Acara tak berjalan sesuai rencana. Mbak Medina tak mau keluar lagi. Begitupun dengan Bibi Tanti. Sementara Mas Hangga tampak gelisah, berkali-kali kupergoki dia menatap ke pintu rumah yang terbuka.Setelah memakan waktu selama hampir tiga jam, acara yang diisi dengan tadarus dan santunan untuk anak yatim juga dhuafa pun selesai. Ibu dan ipar-ipar langsung masuk rumah. Sementara aku, pamit sebentar. Tarik tunai di atm. Lalu kembali saat terdengar keributan di ruang tamu. Saat langkah kaki tiba di ambang pintu, kulihat Mbak Medina mengadu sambil menangis dan meraung-raung dengan tangan yang digenggam Mas Hangga.“Dia ngatain aku tua, nggak laku, kegatelan, Mas. Aku nggak terima pokoknya. Aku sampai malas makan gara-gara si Naira,“ ujarnya di sela-sela tangisan lebaynya.“Iya, Hangga. Mamah juga ikut malu gegara kelakuan dia,“ sahut Bibi Tanti.“Pokoknya aku nggak mau tahu. Mas harus ngasih pelajaran ke dia.“ Mbak Medina kembali berujar.
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 56

“Tak salah keputusan Hangga mempertahankanmu, Naira. Kamu memang shalihah,“ ucap Ibu. Aku menoleh dan tersenyum padanya.“Bener banget. Naira juga nggak kekanakan. Aku nyesal banget, selalu memandang rendah kamu, Ra.“ Mbak Hanin menyahuti.“Iya. Maafin aku ya, Ra.“ Giliran Hasna yang menyahut. Aku hanya mengangguk dan kembali menikmati sarapan, meski agak risih juga. Karena sedari tadi Hilya menatapku tak bersahabat. **Selesai sarapan, aku pamit pulang. Ibu dan ipar-ipar mengantarku sampai pagar rumah, terkecuali Hilya. Perempuan yang sebentar lagi menyandang status janda itu hanya menatapku datar. Reaksinya jauh berbeda dengan kemarin saat aku tiba.“Sering-sering main ke sini ya, Ra.“ Ibu berteriak saat aku menyalakan mesin motor.“Siap, Bu. Nanti kalau aku ke sini, Ibu pengen dibelikan apa?“ sahutku tak kalah berteriak. Ibu pun langsung menghampiriku.“Cincin, Ra. Ibu pengen cincin. Kemarin cincin Ibu diju
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 57

POV Author.Naira mengacak pashmina yang membungkus rambutnya. Ia dibuat kesal oleh sang madu, yang meminta diperpanjang jatah. Tapi demi membuat Hangga jatuh cinta sejatuh-jatuhnya, Naira pun mengizinkannya. Walau pada akhirnya, ia merasa sedih saat melihat status Medina. Dimana Hangga mencium perut buncitnya.Foto itu berhasil memporak-porandakan hatinya. Bukan cemburu karena Hangga, tapi karena kehamilan yang tak kunjung dialaminya.Kesedihan yang merundung diri, membuatnya tak semangat menjalani hari. Setelah shalat dzuhur, ia memilih berdiam di mejanya. Menekuri laptop yang menampilkan drama bergenre komedi, yang membuatnya tak henti menutup mulut. Karena tawa yang terus berderai.Sementara tak jauh darinya, Aric yang baru masuk, menatap dengan alis terangkat sebelah.“Nonton apa, Khai? Serius banget,“ ujarnya sambil memangkas jarak di antara mereka.Mendengar Aric yang menyapa dengan suara lembut dan ramah, membuat Naira
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 58

“Nak, ini Bunda. Nanti kamu bukan cuma punya Abi sama Ummi. Tapi kamu juga punya Bunda. Nanti kita main, ya,“ lanjutnya, tanpa melepaskan tangan dari perut buncit itu. Sambil menatap Hangga dan Medina bergantian.Hangga memalingkan wajah. Sementara Medina, tubuhnya sontak menegang. Hatinya mulai diliputi kekhawatiran. Membayangkan apa yang diucapkan Naira menjadi kenyataan. Ia tak mau, anaknya nanti akan mempunyai ibu selain dirinya. Sekalipun sosok itu Naira.“Oh iya, kalian mau ke mana?“ tanya Naira. Memecah keheningan di antara mereka.“Mau ke kafe,“ jawab Medina, asal. Membuat Hangga melotot seketika.“Kamu mau ikut?“ lanjut Medina. Naira menggelengkan kepala, “tidak, terima kasih, Mbak. Aku mau istirahat. Capek banget seharian kerja.““Kalau gitu kami pamit ya, Ra. Assalamualaikum.“ Medina mengulas senyuman lebar. Sementara Hangga hanya bergeming. Pikirannya berkecamuk luar biasa. Di satu sisi ia tak ingin kehilan
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 59

Naira mengerjap pelan sambil memegangi kepalanya. Lalu membuka mata dan tertegun sejenak, melihat tangannya digenggam Aric yang juga terpejam.“Aric ...“ gumamnya pelan.Lelaki dengan tinggi 183cm itu langsung mendongak. Membuat pandangan mereka bertautan.“Sudah sadar rupanya,“ ujar Aric sambil mengulas senyuman lebar.“A-ku di mana?“ tanya Naira gugup sambil menetralkan degup jantung yang menggila dan menarik tangannya. “Di klinik,“ jawab Aric disertai senyuman kecut.“Sekarang kamu tes urin dulu, ya,“ lanjutnya. Naira sontak beranjak duduk. Terdiam sejenak mencerna ucapan Aric, kemudian tertawa lepas saat memahami ucapan lelaki tampan itu.“Enggak mungkin!“ sanggahnya.“Di coba saja dulu,“ ujar Aric. Tapi Naira kembali menggeleng.“Tidak mau. Aku mau kembali ke toko saja,“ katanya sambil beranjak turun dari bed.“Kamu tidak boleh pulang kalau—““Ric, please!“ Naira menyel
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Bab 60

Hari minggu telah tiba. Naira mematut dirinya di cermin sambil menggaruk kepalanya. Bingung harus mengenakan outfit apa. Hingga akhirnya tangannya terulur menarik blouse polos dipadukan rok umbrella dan hijab segi empat berwarna senada dengan blousenya, yang ternyata sama dengan kaos yang dikenakan Aric. Membuat mereka tampak serasi.Melihat outfit yang serasi, sebuah ide muncul begitu saja di benak Naira. Buru-buru ia mengeluarkan ponsel dan mengajak Aric berfoto.Aric tak bertanya ataupun menolak. Ia justru menarik pinggang Naira dengan mesra. Membuat dada perempuan semakin berdesir tak karuan.Naira membeku seketika saat Aric memperkenalkannya pada ke dua sahabatnya dan pasangan mereka masing-masing. Bukan karena penampilan mereka yang tampak casual dan tampak sek-si, tapi saat tahu kalau mereka itu bukan orang-orang biasa. Ke dua sahabat Aric, Nares dan Devan berprofesi sebagai dokter. Sementara pasangan masing-masing bekerja di bank. Membuat
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status