Home / Rumah Tangga / KAU MENDUA AKU PUN SAMA / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of KAU MENDUA AKU PUN SAMA : Chapter 41 - Chapter 50

88 Chapters

Bab 41

“Tentu saja. Aku bukan pernah tertarik padamu, tapi benar-benar mencintaimu Dari saat pertama kali bertemu, aku sudah jatuh hati padamu. Dan sampai saat ini, rasa itu masih bertahan di sini,“ katanya sambil menaril tanganku, menyentuh dadanya yang berdebar kencang.“You're joking, right?“ tanyaku garing, setelah cukup lama menetralkan segala perasaan yang berkecamuk di dada.“I mean what I'm saying,“ jawabnya. Membuat tubuhku membeku seketika.“Sejak kapan?“ tanyaku masih tak percaya.“Tadi sudah kujawab. Sejak pertama kali kita bertemu, lebih tepatnya hari pertama MOS SMP,“ jawabnya terdengar sungguh-sungguh. Jantung berdetak semakin cepat, seiring munculnya denyar tak biasa dan bayangan wajah muram Mas Hangga. Buru-buru, kutarik tangan dan memalingkan pandangan.“Kayaknya kamu kelelahan, Ric. Kita pulang yuk!“ ajakku seraya tersenyum kaku. Tapi dia malah tertawa renyah.“Kenapa wajahmu pucat begitu, Khai? Aku tidak kelelahan dan justru bahagia sekali. Oh iya, Khai ... Jangan khawat
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 42

Begitu masuk rumah, aku menahan napas sejenak sambil menyandarkan tubuh di balik pintu dan terlonjak kaget melihat Mas Hangga yang muncul dari pintu penghubung dapur dengan wajah bermuram durja. “Bagus ... Mentang-mentang jauh dari suami, keluyuran nggak kenal waktu.“ “M-mas,“ ucapku gugup. “Kamu dari mana? Kenapa pulang selarut ini?“ tanyanya. “Dari pernikahan Cantika. Perasaan ini belum larut. Baru jam sembilan,“ jawabku tanpa menatapnya. “Kamu memang suka menyanggah ucapanku,“ katanya ketus. “Sudahlah, Mas. Kalau ke sini hanya ingin bertengkar, lebih baik kamu pulang. Lelah rasanya, tiap ketemu kamu selalu marah-marah. Menyebalkan,“ sahutku tak kalah ketus sambil melangkah menuju kamar. “Gimana nggak marah, sudah dua jam aku menunggumu. Kamu ditelepon nggak dijawab, di WA juga nggak dibalas,“ gerutunya. “Nah gitu juga perasaanku saat kamu nggak jawab teleponku, nggak balas WA-ku,“ balasku. Membuatnya langsung terdiam. “Aku mau shalat,“ putusku. . Kupandangi pantulan waj
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 43

“Katanya, aku harus memperbaiki hubunganku denganmu, Ra. Dan malam ini, aku ingin melakukannya,“ ucapnya sebelum aku menutup mata dan membiarkannya memberikan nafkah batin yang sekian lama tertunda, walau sosok Aric tak hentinya membayangi pikiran..Aku menggeliat pelan saat mendengar dengkuran halus dari mulut Mas Hangga. Setelah memastikannya sudah benar-benar terlelap, kuraih pakaian yang berceceran di dekat ranjang dan mengenakannya. Lalu meraih ponsel yang sedari tadi kumatikan datanya.Begitu data dinyalakan, puluhan pesan dan panggilan tak terjawab langsung memenuhi panel notifikasi. Salah satunya dari Aric. Tak berniat membalas, kuabaikan lagi panggilan masuk darinya. Hingga akhirnya dia kembali mengirim pesan.[Please, angkat, Khai.][Khairana.][Aku menyesal, Khai. Maaf untuk kejadian tak terduga tadi.]Aku hanya membacanya dan tak berniat membalas pesan permintaan maafnya yang datang terus menerus. Rasa iba yang tiba-tiba menyeruak, akhirnya membuatku luluh dan menarikan j
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 44

“Ya mau gimana lagi, Meer. Dia kan masih suamiku,“ sahutku sambil menunduk.“Bener-bener bucin Lo, Nai. Udahlah kata cerai aja. Ngapain lagi coba. Lo udah dapat rumahnya Si Medina, sekarang Lo udah kerja, makin cantik. Ada Aric juga yang bucin sama Lo,“ katanya. Aku langsung melemparnya dengan bantal sofa.“Bucin dari Hongkong!“ seruku ketus.“Beneran, Nai. Gue yakin Aric bucin sama Lo. Cara dia natap Lo, cara bicaranya, perhatiannya ... udah cukup jadi bukti kalau dia bucin sama Lo,“ katanya. Aku mencebikkan bibir.“Makin ngaco aja kamu, Meer. Udah ah, aku mau berangkat,“ kataku.“Bentar dulu lah. Tungguin gue, biar gue anterin Lo. Sekalian lihat Aric,“ sahutnya seperti menggodaku.“Dasar genit!“ umpatku.“Kalau Lo sama dia, gue setuju banget, Nai.“ “Tau ah.“ Aku buru-buru keluar dari rumahnya. Menunggu di kursi teras sambil mendengarkan lagu-lagu favorit melalui headset bluetooth.**Meera benar-benar membuatku malu. Setibanya di parkiran toko, dia langsung menghampiri Aric yang en
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 45

Aku menatap Mbak Medina, Mbak Hanin dan Hasna yang duduk di hadapanku dengan wajah terangkat. Tak tampak sedikit pun penyesalan dari raut wajah mereka. Sementara Mbak Tetty yang duduk di sampingku, mengelus punggung tangan ini. Seakan menyalurkan energi positif pada diri ini yang masih dikuasai amarah.“Baik, Ibu-ibu yang terhormat. Bisa tolong ceritakan duduk permasalahannya?“ tanya Pak Hafiz yang baru duduk, setelah menjawab telepon.“Baik, Pak Manager yang terhormat. Saya ke sini, supaya Si Naira ini ganti rugi. Karena dia sudah mengacaukan gaun ipar saya,“ jawab Mbak Hanin sambil melirik tajam padaku.“Mengacaukan bagaimana maksudnya?“ tanya Pak Hafiz.“Ya mengacaukan, Pak. Adik ipar saya ini pesan warna maroon, tapi ternyata merah cabe.“ Mbak Hanin menjawab ketus.“Kenapa Anda langsung komplen ke sini? Kenapa tak ke desainernya dulu?“Pertanyaan Pak Hafiz, berhasil membuat mereka
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 46

“Di fitting pertama, tak ada masalah. Tidak ada koreksi, selain tambahan payet. Begitu fitting kedua dan terakhir pun, tidak ada masalah. Tapi kemarin saat pelunasan, dia bilang nggak cocok sama warnanya. Dia menuding kalau Nak Naira salah setor warna, padahal saya sendiri saksinya saat Nak Naira menyetorkan barcode pada Mbak Tetty,“ sambungnya menggebu, dengan mata memerah.“Saya jelas kesal, Pak. Tapi berusaha mengambil opsi jalan tengah.  Gaun itu disewa saja, tapi Bu Medina dan Pak Hangga menolak. Dengan alasan ingin gaun dan beskapnya nanti bisa dipakai keturunan mereka. Akhirnya saya kasih opsi lain, yaitu potongan harga dua puluh persen, dengan syarat tak diperpanjang.Karena jujur ... saya cukup pusing menghadapi klien seperti mereka. Saya kira permasalahan ini sudah selesai, makanya kaget dan merasa bersalah saat tadi ada yang nelepon, ngasih tau ada keributan di sini. Setelah tahu kebenarannya, saya bisa menyim
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 47

Setengah berlari, kususul kakek yang mengayuh sepeda berisi sapu dan tersenyum lega saat beliau menoleh saat dipanggil.“Mau beli sapu, Neng?“ Aku menatapnya yang cukup lama, hingga tak bisa menahan sendu saat wajah ayah tiba-tiba membayang di pelupuk mata. Dulu, saat ayah masih ada, beliau selalu menyuruhku membeli di pedagang kecil, baik butuh ataupun tidak. Karena kata Ayah, mereka berjualan untuk menyambung hidup, bukan menimbun harta. “Sapu yang ini, berapa?“ tanyaku sambil memegangi sapu yang cukup tebal dan berat.“Dua puluh lima ribu, Neng. Neng mau beli?“ tanyanya lagi. Aku mengangguk dan berpikir sejenak.“Beli sepuluh ya, Kek.“ Aku menjawab mantap.“Se-sepuluh?“ Aku mengangguk lagi.“Untuk apa beli sapu banyak-banyak, Neng? Kalau Neng beli karena kasihan, lebih baik jangan beli, Neng.“Aku tertegun me
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 48

Ada apa denganku? Kenapa aku labil seperti ini? Di saat bersama Aric, aku merasakan denyar tak biasa. Tapi di saat Mas Hangga melukai hati, aku pun masih menitikan air mata.Di saat benak sibuk memikirkan dua hal itu, ekor mataku menangkap seseorang membuka pintu dengan kasar. Belum sempat kuusap air mata, sosok itu masuk dengan langkah panjang.“Naira!“ teriaknya kencang. Siapa lagi kalau bukan Mas Hangga. Dia mengikis jarak di antara kami dengan wajah merah padam dan tatapan nyalang.Tanpa tende eling, dia mencengkram pergelangan tanganku. Menyeret tubuh ini masuk dengan kasar. Lalu menyentak dengan kasar hingga aku hampir tersungkur.“Kau apakan istriku, Naira?“ bentaknya. Aku masih diam, meredakan dada yang bergejolak luar biasa.“Naira!“ Kali ini lenganku yang dia cengkram. Tapi segera kulepas dengan cepat.“Bisakah kau tak berbuat kasar padaku, Hangga Bagaskara?“ d
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 49

“Apa maksudnya ini, Naira?“Aku yang tengah menonton tv, terlonjak kaget saat Mas Hangga tiba-tiba saja datang dan melempar map berwarna biru ke hadapanku.Aku pun mendongak. Menatapnya dengan alis bertaut.“Apa maksudnya semua ini, Naira? Kenapa kamu melaporkanku?“ tanyanya setengah berteriak. Aku mengerjap pelan. Memungut map itu lalu melemparnya balik ke dada Mas Hangga.“Karena kamu layak dihukum. Jangan mentang-mentang aku diam saja, kamu bisa seenaknya sama aku. Aku diam bukan karena takut padamu, tapi karena menunggu waktu yang pas!“ Aku berteriak membalasnya.“Sia lan!“ Mas Hangga mengumpat sambil mengayunkan tangan. Tapi buru-buru kutepis.“Kalau kamu memang jantan, penuhi panggilan itu, Mas Hangga Bagaskara. Karena menamparku lagi, hanya akan mempermudah langkah polisi,“ ujarku dingin.“Si al!“ Tangan Mas Hangga langsung mengepal. Lalu dengan cepat, dia meraih map merah itu kembali dan melenggang dengan tergesa
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Bab 50

“Oh ya? Kamu bohong kan, Khai? Kalau memang ciu man itu tak ada artinya, kamu takkan menghindariku,“ sanggahnya.“Memangnya menurutmu ci uman itu ada artinya, Ric?“ cibirku.“Sejak kapan dua ci-uman ber-arti untukmu, Ric?“ lanjutku tajam. Dia menatap tak berkedip.“Kalau perempuan itu bukan kamu, sudah pasti ci-uman itu tak ada artinya. Tapi denganmu, semuanya ada artinya,“ katanya.Aku tertawa garing mendengarnya.“Kamu pasti berbohong kan? Seorang Aric yang tampan, digilai banyak wanita, yang flamboyan, pasti sudah sering melakukannya. Bahkan mungkin pernah melakukan yang lebih dari ci-uman. Tapi kenapa kamu tak bisa melupakan dua ci-uman denganku?“ ujarku sinis.“Karena kamu beda, Khai. Kamu berbeda dengan mereka.“ Aric menyahut tajam. Membuatku tertegun. Tak dipungkiri, ada perasaan hangat di hati ini. Tapi segera kutepis, mengingat dia seorang flamboyan yang wajib kujauhi. Tak ada keuntungan berteman dengan lelaki yang gemar memp
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status