Share

Bab 47

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2025-01-25 10:53:42

Setengah berlari, kususul kakek yang mengayuh sepeda berisi sapu dan tersenyum lega saat beliau menoleh saat dipanggil.

“Mau beli sapu, Neng?“

Aku menatapnya yang cukup lama, hingga tak bisa menahan sendu saat wajah ayah tiba-tiba membayang di pelupuk mata. Dulu, saat ayah masih ada, beliau selalu menyuruhku membeli di pedagang kecil, baik butuh ataupun tidak. Karena kata Ayah, mereka berjualan untuk menyambung hidup, bukan menimbun harta.

 “Sapu yang ini, berapa?“ tanyaku sambil memegangi sapu yang cukup tebal dan berat.

“Dua puluh lima ribu, Neng. Neng mau beli?“ tanyanya lagi. Aku mengangguk dan berpikir sejenak.

“Beli sepuluh ya, Kek.“ Aku menjawab mantap.

“Se-sepuluh?“

 Aku mengangguk lagi.

“Untuk apa beli sapu banyak-banyak, Neng? Kalau Neng beli karena kasihan, lebih baik jangan beli, Neng.“

Aku tertegun me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Karnah Midyana
semoga janinnya bukan anak Hangga
goodnovel comment avatar
Nurseha Mahmud
sabar y kay,mungkin medina kemakan perbuatannya pada mu
goodnovel comment avatar
Happy Adriana
makasih thor...pagi pagi dapat bab baru...semangat thor... ditunggu bab 2 berikutnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 48

    Ada apa denganku? Kenapa aku labil seperti ini? Di saat bersama Aric, aku merasakan denyar tak biasa. Tapi di saat Mas Hangga melukai hati, aku pun masih menitikan air mata.Di saat benak sibuk memikirkan dua hal itu, ekor mataku menangkap seseorang membuka pintu dengan kasar. Belum sempat kuusap air mata, sosok itu masuk dengan langkah panjang.“Naira!“ teriaknya kencang. Siapa lagi kalau bukan Mas Hangga. Dia mengikis jarak di antara kami dengan wajah merah padam dan tatapan nyalang.Tanpa tende eling, dia mencengkram pergelangan tanganku. Menyeret tubuh ini masuk dengan kasar. Lalu menyentak dengan kasar hingga aku hampir tersungkur.“Kau apakan istriku, Naira?“ bentaknya. Aku masih diam, meredakan dada yang bergejolak luar biasa.“Naira!“ Kali ini lenganku yang dia cengkram. Tapi segera kulepas dengan cepat.“Bisakah kau tak berbuat kasar padaku, Hangga Bagaskara?“ d

    Last Updated : 2025-01-25
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 49

    “Apa maksudnya ini, Naira?“Aku yang tengah menonton tv, terlonjak kaget saat Mas Hangga tiba-tiba saja datang dan melempar map berwarna biru ke hadapanku.Aku pun mendongak. Menatapnya dengan alis bertaut.“Apa maksudnya semua ini, Naira? Kenapa kamu melaporkanku?“ tanyanya setengah berteriak. Aku mengerjap pelan. Memungut map itu lalu melemparnya balik ke dada Mas Hangga.“Karena kamu layak dihukum. Jangan mentang-mentang aku diam saja, kamu bisa seenaknya sama aku. Aku diam bukan karena takut padamu, tapi karena menunggu waktu yang pas!“ Aku berteriak membalasnya.“Sia lan!“ Mas Hangga mengumpat sambil mengayunkan tangan. Tapi buru-buru kutepis.“Kalau kamu memang jantan, penuhi panggilan itu, Mas Hangga Bagaskara. Karena menamparku lagi, hanya akan mempermudah langkah polisi,“ ujarku dingin.“Si al!“ Tangan Mas Hangga langsung mengepal. Lalu dengan cepat, dia meraih map merah itu kembali dan melenggang dengan tergesa

    Last Updated : 2025-01-26
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 50

    “Oh ya? Kamu bohong kan, Khai? Kalau memang ciu man itu tak ada artinya, kamu takkan menghindariku,“ sanggahnya.“Memangnya menurutmu ci uman itu ada artinya, Ric?“ cibirku.“Sejak kapan dua ci-uman ber-arti untukmu, Ric?“ lanjutku tajam. Dia menatap tak berkedip.“Kalau perempuan itu bukan kamu, sudah pasti ci-uman itu tak ada artinya. Tapi denganmu, semuanya ada artinya,“ katanya.Aku tertawa garing mendengarnya.“Kamu pasti berbohong kan? Seorang Aric yang tampan, digilai banyak wanita, yang flamboyan, pasti sudah sering melakukannya. Bahkan mungkin pernah melakukan yang lebih dari ci-uman. Tapi kenapa kamu tak bisa melupakan dua ci-uman denganku?“ ujarku sinis.“Karena kamu beda, Khai. Kamu berbeda dengan mereka.“ Aric menyahut tajam. Membuatku tertegun. Tak dipungkiri, ada perasaan hangat di hati ini. Tapi segera kutepis, mengingat dia seorang flamboyan yang wajib kujauhi. Tak ada keuntungan berteman dengan lelaki yang gemar memp

    Last Updated : 2025-01-26
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 51

    Pintu terbuka. Mas Hangga masuk dengan senyuman lebarnya dan tangan dimasukkan ke celana.“Gimana rasanya mempermalukan diri sendiri, Ra?“ ujarnya sambil tersenyum menyeringai.“Kamu sudah salah ambil langkah, Ra. Sudah salah memilih lawan,“ lanjutnya jumawa. “Kami akui, kami salah ambil lawan. Karena lawan kami ternyata hanya seorang pecundang yang bersembunyi di balik uang,“ sahut Mahesa sambil beranjak berdiri. Menatap Mas Hangga dengan senyum meremehkan.“Kali ini, kamu bisa bebas, Pak Hangga Bagaskara. Tapi di waktu lain, akan kupastikan, kamu akan menuai apa yang sekarang kamu tanam,“ lanjutnya.“Ayo, Honey! Naira, kami cari makan dulu,“ pungkasnya. Aku mengangguk. Sementara Adila, hanya mengerlingkan mata sambil menggoyangkan ponselnya dan kubalas dengan senyuman. “Gimana rasanya, Ra?“ Mas Hangga kembali bertanya sambil duduk di hadapanku dengan tatapan meremehkan.

    Last Updated : 2025-01-27
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 52

    Mereka tampak akrab. Bahkan gadis muda itu tak sungkan mencubit lengan Aric. Membuat hatiku seperti diremas pelan. Mengabaikan mereka berdua, aku lanjut melangkah dengan dada yang berdegup kencang. Beruntung, Pak Hafiz berdiri stand kain katun jepang. Memudahkan aku yang kini dilanda kesal.“Naira?“ Pak Hafiz menatapku dengan alis bertaut.“Saya disuruh Pak Adi menyerahkan ini,“ ujarku.“Oh iya. Ikut saya, biar saya periksa,“ katanya.Aku mengangguk dan mengekori lelaki yang kini mengenakan kemeja biru langit itu dengan mata yang tiba-tiba menghangat.“Sempurna. semuanya ballance,“ kata Pak Hafiz. Aku yang berdiri di hadapannya hanya menganggukan kepala.“Kalau begitu saya pamit—““Tunggu dulu, Naira.“ Pak Hafiz menyela cepat.“Ada apa, Pak?““Apa kamu sudah resmi menjanda?“Sebelah alisku langsung terangkat mendengar pertanyaan yang menurutku p

    Last Updated : 2025-01-27
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 53

    Melihat sorot mata Mas Hangga yang tajam, membuatku menyusulnya dengan tergesa. Lalu tersentak saat tubuhnya tiba-tiba mematung.“Kamu bawa motor?“ tanyanya. Aku mengangguk.“Yaudah, aku duluan,“ katanya sambil meninggalkanku begitu saja. Mataku membulat tak percaya. Ingin mengumpatnya, tapi urung mengingat tujuan yang ingin tercapai. Akhirnya aku hanya mengembuskan napas kasar dan melangkah kembali ke parkiran motor.Tiba di rumah, Mas Hangga menyambut dengan senyuman kecut. Aku yang kesal pun, terpaksa mengesampingkan ego. Menghampirinya yang melambaikan tangan.“Aku nggak suka kamu kelayapan seperti itu,“ katanya. Aku memutar bola mata.“Kenapa?“ tanyaku datar.“Kamu bukan anak remaja lagi, Naira. Seharusnya kamu jaga pergaulan,“ jawabnya.“Tapi kan mereka ...“ Ucapanku menggantung seketika, melihat matanya yang menatapku datar.“Aku bukan kelayapan kok. Kami ketemu buat bahas acara nikahannya Adila,“ ralatku.“Kan bisa lewat telepon,“ sahutnya sinis.“Iya, maaf,“ ucapku ketus.

    Last Updated : 2025-01-27
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 54

    “Aku juga mau dong, Ra.“ Mbak Nena menimpali. “Aku juga dong.“ Kali ini Hasna yang menambahi. “Oh, oke. Bentar, ya. Aku lihat dulu. Masih ada nggak uang cashnya,“ kataku. Mereka langsung mengangguk kompak. Aku mendengkus kasar saat melihat sisa uang cash di dompet. Hanya tiga lembar uang biru. “Uangnya cuma seratus lima puluh. Emm, kalau aku ambil dulu ke atm. Gimana?“ tanyaku. “Boleh.“ Mereka menjawab kompak. “Tapi nggak sekarang. Kan sebentar lagi acaranya mau dimulai. Iya kan, Mbak Madu?“ tanyaku sambil menatap Mbak Medina yang tampak tersentak. Sepupuku itu langsung mengangguk, tapi tak menyahut apapun. Hanya saja netranya tampak berembun, seakan menahan tangis. “Oh iya, Mbak, aku sudah belikan gamis yang sama buat kita. Nanti dipake, ya! Biar kita terlihat kompak,“ lanjutku. Mbak Medina mengangguk pelan. “I-iya, Ra,“ sahutnya terbata. ** Sekitar setengah jam lagi, acara akan digelar. Setelah memoles wajah dengan make up tipis, aku menghampiri Paman Ismail dan Bibi Tan

    Last Updated : 2025-01-27
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 55

    Acara tak berjalan sesuai rencana. Mbak Medina tak mau keluar lagi. Begitupun dengan Bibi Tanti. Sementara Mas Hangga tampak gelisah, berkali-kali kupergoki dia menatap ke pintu rumah yang terbuka.Setelah memakan waktu selama hampir tiga jam, acara yang diisi dengan tadarus dan santunan untuk anak yatim juga dhuafa pun selesai. Ibu dan ipar-ipar langsung masuk rumah. Sementara aku, pamit sebentar. Tarik tunai di atm. Lalu kembali saat terdengar keributan di ruang tamu. Saat langkah kaki tiba di ambang pintu, kulihat Mbak Medina mengadu sambil menangis dan meraung-raung dengan tangan yang digenggam Mas Hangga.“Dia ngatain aku tua, nggak laku, kegatelan, Mas. Aku nggak terima pokoknya. Aku sampai malas makan gara-gara si Naira,“ ujarnya di sela-sela tangisan lebaynya.“Iya, Hangga. Mamah juga ikut malu gegara kelakuan dia,“ sahut Bibi Tanti.“Pokoknya aku nggak mau tahu. Mas harus ngasih pelajaran ke dia.“ Mbak Medina kembali berujar.

    Last Updated : 2025-01-28

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 154

    Setelah resepsi pernikahan Hilma selesai, Aric pun lantas mengantar Naira pulang. Mobil yang mereka tumpangi, meluncur perlahan di jalanan yang ramai lancar. “Kamu lelah, Babe?“ tanya Aric sambil melirik Naira yang bersandar di kursi dengan mata terpejam. “Lumayan. Tapi aku happy, kok,“ jawab Naira sambil membuka matanya dan tersenyum tipis. Aric ikut tersenyum. “Aku lebih bahagia darimu, Babe. Karena akhirnya aku bisa mengenalkan perempuan yang kucintai pada Daddy, Ibu, dan semua keluarga,“ katanya. Naira menatapnya beberapa saat tanpa mengerjap. “Kamu tahu? Sudah lama sekali aku menantikan momen ini. Mengenalkanmu pada seluruh keluarga, dan mengatakan pada mereka kalau kamu lah satu-satunya perempuan yang tak lekang menempati hati ini,“ ujar Aric lagi. Mata Naira memanas seketika. Walau terasa berlebihan, tapi ucapan Aric benar-benar membuatnya terharu. “Kamu lebay ih,“ kelakarnya sambil pura-pura tertawa. Menyamarkan genangan air yang menggantung di pelupuk matanya. Aric i

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 153

    “Hah? Serius?“ pekik Hilma hampir berteriak, suaranya cukup menarik perhatian tamu terdekat.“Kenapa?“ Aric terkekeh melihat reaksi Hilma. Hilma menggeleng. Lalu menatap Pak Frans dan Bu Hania yang ikut bahagia melihat Aric akhirnya mendapatkan cintanya.“Apapun yang terjadi di antara kalian, ibu sama Daddy ikut senang karena akhirnya kalian bisa bersama,“ ujar Bu Hania.“Iya kan, Mas?“ Dia menatap Pak Frans yang langsung mengangguk.“Aku juga ikut senang, Bu. Tapi—“Ucap Hilma, tapi terhenti saat tiba-tiba saja Aric membisikkan sesuatu padanya. Hilma sesekali melirik pada Naira, lalu mengangguk.“Makasih, Bocil!“ seru Aric sambil beranjak ke sisi Naira.“Kamu tunggu dulu di sini, ya!“ serunya.“Memangnya kamu mau ke mana?“ Naira menatapnya penasaran.“Ada perlu sebentar,“ jawab Aric. Naira mengangguk ragu. Sambil menunggu Aric, dia pun lantas menyalami Hilma. Tak lupa mendoakan yang terbaik untuk calon iparnya itu. Setelah itu dia menyalami Pak Frans dan Bu Hania, yang langsung meme

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 152

    Naira memutar bola matanya, tak ingin memperpanjang obrolan. Dia tahu betul, kalau Aric sudah punya rencana, sulit baginya untuk mengubah keputusan lelaki itu. “Taksinya sudah datang. Ayo, Babe!“ seru Aric sambil mengambil alih koper Naira. Naira pun mengikutinya dengan bibir mengerucut. Sejujurnya dia ingin pulang ke rumahnya. Lalu bertemu si kembar. “Kenapa cemberut terus?“ tanya Aric saat di perjalanan menuju hotel. “Aku kangen si kembar,“ jawab Naira sendu. “Maaf, ya. Tapi ini juga demi kelancaran segalanya. Setelah dari acara Hilma, kita langsung ke rumahmu. Aku akan meminta izin langsung sama si kembar,“ sahut Aric. Naira menghela napas panjang. “Oke deh.“ Pagi cukup cerah saat Naira sibuk mematut dirinya di cermin. Jika biasanya dia mengenakan gaun buatannya sendiri, kali ini Naira mengenakan gaun berwarna pastel yang dua hari lalu dibeli Aric. Gaun itu tampak elegan, menawan tapi tak mencolok. Ukurannya pun begitu pas di tubuh Naira. “Kok deg-degan ya?“ gu

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 151

    “Ric, kenapa?“ Naira kembali bertanya. Aric kembali mengusap wajahnya. “Malam ini dan seminggu ke depan, kamu tidur di sini ya?“ katanya. “Sama kamu?“ tanya Naira. “Maunya sih begitu,“ jawab Aric sambil membuang napas “Tapi no! Aku mau nginep di apartemen temanku saja, Babe. Aku nggak yakin bisa menahan diri kalau dekat-dekat terus sama kamu,“ jawab Aric. Seketika hati Naira dipenuhi haru. “Kamu …“ “Aku nggak yakin bisa menjaga diri kalau berada di dekatmu, Khai. Sekarang hanya ini yang bisa aku lakukan sebelum kita halal,“ ujar Aric. Seketika air mata Naira mengalir. Bukan air mata sedih, tapi haru. “Kok nangis? Sedih nggak aku sentuh?“ kelakar Aric. Naira langsung mengerucutkan bibirnya. “Baru aja aku terharu, eh kamu malah bikin kesel,“ katanya. Aric pun tertawa lepas. “Udah masuk jam makan siang. Kita cari makan dulu, yuk!“ ajak Aric. “Boleh. Tapi shalat dulu, ya!“ balas Naira. “Oke.“ ** Aric membawa Naira ke sebuah restoran halal langganannya. Sebe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 150

    “Nggak! Aku nggak mau!“ seru Aric dengan mata melotot.Mendengar penolakan Aric, dunia Naira seolah runtuh. Naira menghela napas sejenak, lalu berbalik hendak meninggalkan Aric. Tapi sedetik kemudian, Aric menarik tangannya dengan kencang hingga Naira jatuh ke pelukannya.Naira mengerjap pelan. Dahinya sedikit mengerut, mencerna apa yang sebenarnya diinginkan Aric.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Khai? Tadi kamu bilang membutuhkanku, mencintaiku, tapi kenapa tiba-tiba tiba-tiba kamu bilang ingin bersahabat denganku? Jangan main-main dengan hatiku, Khaira!“ serunya tegas dengan suara tertahan.“Aku nggak main-main, Ric. Aku hanya ….“ Naira tak mampu menyelesaikan perkataannya.“Aku nggak mau kalau hanya jadi sahabatmu, Khai. Aku bosan jadi sahabatmu. Dari SMP sampai setua ini, tak bisakah aku menjadi pendamping hidupmu, Khai? Memilikimu seutuhnya?“ Aric menatap Naira lekat-lekat. Naira menelan salivanya susah payah. Lidahnya terasa kelu, tak tahu harus berkata apa lagi setelah men

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 149

    “Jadi gimana, Nai? Lo masih belum ketemu Aric?“ tanya Meera. Malam itu, sepulang dari rumah sakit, Naira melakukan video call dengan ketiga sahabatnya. “Belum, Meer.“ Naira menjawab lesu dengan mata berkaca-kaca. “Si Erlangga nggak ngerjain Lo kan, Nai?“ sahut Cantika. Naira mengangkat bahu. “Keknya sih enggak. Cuma emang kebijakan rumah sakitnya ketat. Andai punya nomor Aric, pasti nggak bakalan sesusah ini,“ keluhnya. Ke tiga sahabatnya saling melirik. Merasa iba pada Naira. Melihat seberapa besar effort perempuan itu mengejar cintanya. “Lo nggak punya nomor Erlangga juga?“ tanya Meera. “Enggak, Meer.“ Naira menghela napas berat. “Terus gimana? Kamu masih mau di situ atau gimana?“ tanya Adila. Naira terdiam sejenak. “Aku … belum tahu.“ Naira tak mau mengatakan kalau tabungannya menipis. Dia takut ke tiga sahabatnya itu turun tangan membantunya. Setelah panggilan video call berakhir, Naira berbaring miring sambil memeluk guling. Memikirkan apa kiranya langkah yang harus di

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 148

    Naira duduk di tepi ranjang hotelnya, menatap ke luar jendela yang berembun. Udara terasa menusuk, meski penghangat ruangan menyala. Langit di luar tampak kelabu, menandai musim gugur yang nyaris berakhir. Dia menarik nafas panjang, menyentuh kaca jendela dengan ujung jarinya, menyeka embun tipis yang menghalangi pandangannya. Trotoar di bawah sudah mulai ramai. Orang-orang berjalan terburu-buru, membungkus diri dengan mantel tebal, seolah tak sabar ingin menghindari dingin. Dari kejauhan, Naira melihat sekelompok burung kecil berterbangan, mencari tempat berlindung. Pemandangan itu membuatnya termenung. “Musim salju hampir tiba,” gumamnya pelan, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Pagi itu terasa berbeda, bukan hanya karena udara yang dingin, tetapi juga karena hatinya yang masih bertahan dalam kegelisahan. Ada harapan kecil yang terus dia jaga, meski perlahan mulai meredup. Setelah mengisi perut, Naira kembali ke rumah sakit dengan semangat baru. Dia yakin, hari kedua akan berbe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 147

    Waktu berlalu, Naira sibuk menyiapkan keberangkatannya. Dia sudah memesan tiket pesawat, hotel selama di sana, mencari tahu tentang rumah sakit tempat Aric bekerja, dan memastikan semua kebutuhan si kembar terpenuhi.“Mommy nggak bakalan lama kan ke luar negerinya?“ tanya Razka saat Naira meminta izin sebelum menidurkan mereka.Naira mengangguk sambil membelai rambut putra Razka dan Shaka bergantian.“Insya Allah, paling lama seminggu, Sayang. Selama mommy pergi, kalian jangan bertengkar, harus saling mengayomi,“ kata Naira.“Kalau aku sih oke, Mom. Tapi entah tuh Razka. Selama ini dia kan yang suka bikin ulah lebih dulu,“ sahut Shaka.Naira tertawa kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca. Sedih sebenarnya harus meninggalkan si kembar. Andai punya tabungan lebih banyak, pasti dia akan mengajak mereka serta.“Pokoknya kalian jangan bertengkar. Abang harus mengayomi Adek, dan Adek harus hormat sama Abang.”“Siap, Mommy.“**Hari keberangkatan pun akhirnya telah tiba. Naira berdiri di ba

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 146

    Naira menatap mantan suaminya. Dia sama sekali tak marah. Setelah melihat tanggung jawab Hangga pada si kembar, rasa sakit lagi di hati seolah enyah entah kemana. Dia justru mendoakan yang terbaik untuk lelaki itu. “Selamat ya, Mas. Semoga kali ini Mas Hangga benar-benar bahagia. Aku harap dia juga jadi pelabuhan terakhir buat Mas.” “Aamiin,” jawab Hangga sambil tersenyum. “Terima kasih, Nai. Doa kamu berarti banget.” Hangga pun menyuruh si kembar meminta izin pada Bu Anya. Tanpa membantah, Shaka dan Razka langsung masuk menghampiri Bu Anya yang sedang memasak di dapur. Sedangkan Hangga memandang Naira dengan tatapan serius. Ada sesuatu yang sangat ingin dia tanyakan pada Naira. “Ngomong-ngomong, gimana hubungan kamu sama Aric? Aku dengar kalian dekat lagi?” Naira balas menatap Hangga dengan satu alis terangkat. Lalu tertawa kecil sebelum akhirnya menghela napas dan menggelengkan kepala. “Nggak, Mas. Jangankan dekat … yang ada Aric malah pindah ke luar negeri. Aku ngga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status